webnovel

Ayla (5)

Ayahku jadi lain deh akhir-akhir ini. Ayla bergumam dalam hati, mengintai Dirman yang mengusap buku bersampul krem dengan gambar burung hitam di atasnya, hati-hati sekali. Berhubung sifatnya usil, si kecil Ayla mencuri dengar, kabarnya buku itu tidak bisa dibuka seperti dilem dengan kekuatan super. Kok ada ya buku macam kayak gitu, Ayla terheran-heran.

Sebetulnya Ayla ingin membuka buku itu, tetapi ayahnya menyimpan buku lucu itu di atas lemari baju yang tinggi. Berjinjit di atas bangku pun, Ayla tak bisa menjangkaunya. Maklum, di usia delapan tahun, tubuhnya kan masih pendek.

"Ayah, buku di atas lemari itu buku apa, sih?"

"Rahasia. Anak kecil gak boleh tahu."

Minta bantuan Kak Kara, gimana? Pas ayah pergi kerja dan belum pulang kan ada waktu sampai sore. Ah, jangan lah, kata ayah gak boleh merepotkan orang lain selama gak penting-penting amat, Ayla berpikir.

"Kak Kara, mau tanya, dong. Kenapa orang dewasa suka main rahasia dari anak kecil?"

"Karena dunia orang dewasa beda dari dunianya Ayla. Jadi ada hal-hal yang Ayla belum pantas buat tahu. Oke?" Kara mengusap wajah Ayla yang berpeluh, karena si kecil berlari-larian dengan temannya sebelum bermain ke warung ibu Kara.

"Iya, Neng Ayla. Anak kecil tugasnya makan, main, belajar, tidur. Biar bisa tambah gede, jadi giliran neng cilik yang main rahasia nantinya. Hehehe." Bu Martini, ibunya Kara menimpali.

"Kalau Ibu punya rahasia juga, gak Bu?" Ayla selalu memanggil ibu ke Bu Martini, karena berharap punya mama yang mahir memasak serupa ibu pemilik warung ini.

"Ada. Rahasia dapur namanya, Neng. Itu orang lain gak boleh tahu. Biar warung jelek gini juga ada bumbu rahasianya, lho." Bu Martini malah sesumbar soal keahlian memasaknya.

"Sudah sore tuh, Neng Ayla. Gak pulang mandi terus bikin PR, Neng?"

"Hehehe. Ayla malas mandi, Bu. Jadi kayak mbek. Tapi ini secret, rahasianya Ayla saja." Ayla terpingkal dengan kenes. Kuncir duanya bergoyang, pitanya gambar Miki Tikus, pemberian Kara sebulan yang lalu, saat si gadis berulang tahun.

"Kok Neng Ayla bisa ngomong secret? Ih, kayak bule aja bahasa Inggrisan segala."

"Bisa dong. Kan yang jadi gurunya Kak Kara. Hahahaha."

Biasanya, setiap sebelum tidur, ayah Ayla mendongeng untuk Ayla. Dongeng-dongeng klasik, sih. Kayak si Kancil yang nakal, Kura-kura dan kelinci yang lomba lari, terus Serigala Jahat yang menyamar jadi nenek si Tudung Merah. Begitu-begitu saja. Ayla ketiduran bukan karena terlena, tetapi karena bosan. Maka, Ayla malam ini menuntut sesuatu yang beda dari Dirman, ayahnya.

"Yah, Ayla mau sesuatu yang beda. Harus ada pembaruan dong, Yah."

"Kok Ayla tahu pembaruan segala. Keren deh bahasanya." Dirman mencolek hidung Ayla yang bangir, sama sekali tidak mirip dirinya.

"Iya dong. Ayla kan pintar, Yah. Tapi Ayah kasih Ayla dongeng baru, ya."

"Jadi Ayla mau dongeng yang mana, dong?" Dirman mengusap kepala putrinya, rambutnya berminyak karena jarang dikeramas. Maklum, putrinya itu memang terkenal malas mandi.

"Bukunya ada di lemari atas, eh, di atas lemari. Pokoknya kalau bukan yang itu, Ayla gak mau didongengin, juga gak mau tidur lho, Yah." Ayla mendongakkan kepalanya dengan sombong.

Ya, sudahlah. Dirman akhirnya mengalah setelah tawar menawar dengan alot. Daripada Ayla tak mau tidur dan susah bangun pagi besok, mending kukasih lihat saja buku itu. Kan sampulnya saja tak apa-apa lah. Bukunya juga tak bisa dibuka, kok. Dirman berpikir dengan geli.

Singkat cerita, buku berdasar warna krem, ada gambar burung kehitaman berada di tangan Ayla yang kegirangan. "Wah, cakep nih bukunya, Yah."

"Ini burung Simbada kan, Yah?" Ayla yang cerdas bertanya pada ayahnya.

"Betul sekali, Ayla-nya Ayah yang pinter. Bagus ya, postur burung itu?"

"Iya. Ayla buka ya, Yah. Bukan secret, kan?"

Tanpa diizinkan ayahnya, Ayla sudah membuka buku itu dengan mudah. Dirman yang menangkap alinea pertama dari buku mendadak sangat pucat.

"Eh, tutup. Tutup, Nak. Jangan dibaca lagi. Tutup cepat."

Kira-kira apa sih isi buku itu, kok Dirman sampai pucat dan panik begitu?

danirasiva80creators' thoughts