webnovel

Fanfic Omniscient Reader's Viewpoints

Ini adalah fanfic yang kubuat untuk menemukan epilog yang kuinginkan untuk MC. Sebaiknya jangan membaca fanfic ini jika belum membaca novel aslinya sampai tamat karena mengandung spoiler. *** Han Sooyoung sampai di depan pintu itu lalu perlahan membukanya dengan harapan putus asa. Bagaimana jika itu harapan palsu? Bagaimana jika hal yang lebih buruk terjadi? Bagaimana jika sekeras apapun mencoba berharap itu mungkin, itu tidak terjadi? Saat pintu itu terbuka, ruangan terang dengan jendela terbuka lebar dan tirai berkibar terlihat. Semua kertas-kertas yang telah dia tulisi bertebaran dimana-mana. Han Sooyoung menyeringai seperti orang idiot lalu melangkah masuk sambil menyaksikan kesimpulannya. [Cerita ini hanya untuk satu pembaca itu] ***

Miharu2Tachi · Autres
Pas assez d’évaluations
95 Chs

Epilog 22 : Penipu dan Bukan Aktor (2)

Beberapa anggota berkumpul di kantor Yoo Jonghyuk setelah mengatasi kerusakan mental akibat kembalinya ingatan mereka yang telah secara paksa direnggut. Mereka saling menenangkan satu sama lain, beberapa menggerutu dengan kebencian sementara sisanya bertanya-tanya 'kenapa dia melakukannya?'.

"Kenapa dia mengambil ingatan kita jika akhirnya mengembalikannya?" tanya Jung Heewon yang frustasi.

Biyoo dan Yoo Sangah menanggapi bersamaan dengan, "Itu perjanjian."

Jung Heewon terkejut lalu melihat yang lain tampaknya sudah mengetahui itu.

"Perjanjian? Tapi, dia melibatkan kita dengan semaunya!"

Jung Heewon memprotes dengan keras, Shin Yoosung dan Lee Gilyoung saling berpandangan lalu masing-masing menimpali.

"Ahjussi pasti memiliki alasannya, aku yakin itu alasan yang sama dia ingin menyelamatkan kita."

"Hyung adalah keberadaan yang tak bisa kita jangkau, kita tak tahu apa yang dia pikirkan. Tapi, kita harus percaya padanya."

Jung Heewon tak terima penjelasan itu, dia menoleh ke Han Sooyoung dan Yoo Jonghyuk yang sejak tadi tidak mengatakan apa-apa. Han Sooyoung berkontak matanya dan bertanya, "Apa?"

"Aku pikir kau paling memahami situasi ini. Jelaskan kenapa dia melakukan itu?" tanya Jung Heewon padanya.

Han Sooyoung yang duduk di sofa sambil memakan permen menjawab,"Dia bukan aktor, itulah yang harus kalian ingat."

Yang lain selain Yoo Jonghyuk mengerutkan kening dengan wajah bingung.

"Apa maksudmu? Dia berulang kali menipu kita!"

Jung Heewon berteriak marah lalu melihat mereka semua satu per satu, lalu berhenti di sosok pria yang sedang bersandar di pintu sambil menunduk.

Han Sooyoung menanggapi.

"Itu benar. Dia menipu kita dengan kelemahan yang kita miliki, tapi dia bukan aktor yang bisa berpura-pura menjadi orang lain."

Lalu, dia melanjutkan dengan penekanan di setiap kata.

"Dan kita berhutang kehidupan padanya. Jadi, apa keputusan kalian?"

Han Sooyoung menyilangkan kakinya dengan tatapan tajam. Yang lain tercengang pada sikapnya yang menantang. Mereka merenung beberapa saat, Lee Jihye yang pertama angkat bicara.

"Sooyoung-unni, apakah maksudmu kita menyelamatkan Ahjussi sekali lagi?" tanyanya dengan suara pelan.

"Tidak," sangkal Han Sooyoung.

Lee Jihye membuka dan menutup mulutnya, tapi tidak mengeluarkan suara apapun. Jung Heewon menginterupsi.

"Katakan saja apa yang kau maksud dengan 'dia bukan aktor'?"

Han Sooyoung menutup matanya sejenak lalu menoleh ke Yoo Jonghyuk sambil menjawab dengan suara gemetar.

"Dia tidak bisa menerima peran yang diberikan padanya, jadi dia berencana untuk mati secara lurus."

Makna mati secara lurus adalah benar-benar musnah, semua yang mendengar itu tampak kehilangan jiwanya dan membeku di tempat. Murid-murid mata Yoo Jonghyuk bergetar dan tangannya mengepal, dia menatap Biyoo sambil menyerukan perintah,"Kita akan menuju ke tempatnya!"

Apa?!

Semua selain Han Sooyoung, Yoo Sangah, dan Biyoo terperanjat. Mereka menganggap itu mustahil, identitas orang itu adalah sesuatu yang tak bisa mereka perkirakan bahkan untuk bertemu dengannya yang sekarang. Sebagian berasumsi bahwa orang itu adalah Dewa yang dikutuk atau semacamnya. Meskipun begitu, mereka diam-diam berharap bisa hidup bersamanya seperti yang pernah mereka rencanakan selama skenario, ataupun saat orang itu adalah Impian Paling Kuno.

"Tunggu sebentar, tidakkah kalian bertanya-tanya kenapa waktu dunia ini tidak berhenti saat Impian Paling Kuno tidak ada di dunia ini??!" tanya Han Sooyoung yang terlihat ingin menunjukkan sesuatu kepada mereka yang terperanjat.

"Itu karena ada Impian Paling Kuno lain yang menggantikannya..." jawab Jung Heewon dengan nada tidak yakin.

"Mungkinkah… masih ada pecahan jiwa Ahjussi di luar sana?!"

Shin Yoosung membuat asumsi yang masuk akal. Namun, Han Sooyoung menggeleng, dia bersikap seolah tahu semuanya yang menyebabkan teman-temannya jengkel. Yoo Jonghyuk yang tidak tahan lagi akhirnya menggeram, "Tidak ada gunanya bermain-main, katakan saja apa yang ingin kau katakan!"

Han Sooyoung berdiri lalu mengeluarkan jawaban dengan suara keras dan penuh penekanan terutama pada kata 'teman'.

"Dia memberitahuku bahwa tanpa Impian Paling Kuno, waktu dunia ini akan terus mengalir, aku tidak bisa memastikan apakah itu bukan kebohongan lagi, tapi kalau itu kebohongan, maka dia… tak pernah menganggap kita sebagai teman. Biyoo! Kau pasti mendapatkan pesan atau sesuatu darinya, kan?!"

Biyoo yang melayang tersentak sesaat, dia mengangguk dan mengeluarkan sesuatu dari udara kosong. Itu dari basis data yang dimiliki Raja Dokkaebi. Ada setumpuk kertas melayang lalu terjatuh ke lantai saking beratnya. Itu bukan kertas biasa, itu adalah sesuatu yang berasal dari sumber. Tumpukan kertas dengan asap kehitaman yang menyelimuti.

Udara di sekitar menjadi sangat dingin mencekam, mereka semua gemetaran. Mereka mendekati tumpukan kertas yang sedikit berserakan itu, tapi ada sesuatu atau energi yang mencegah mereka menyentuhnya.

"A-apa kertas-kertas ini?! Kenapa aku merasa merinding seperti nyawaku akan dicabut?!"

Jung Heewon mewakili tanggapan mereka. Bahkan, tubuh Yoo Jonghyuk sedikit gemetar. Biyoo terlihat sangat kelelahan seolah selesai melakukan pekerjaan yang sangat banyak, dia mencoba untuk menangani efek yang muncul walaupun hanya sedikit.

Pada saat itu, mereka bersama-sama melihat kalimat pertama yang tertulis di kertas yang tertumpuk paling atas. Itu ditulis dengan rapi dan jelas seolah diketik dengan mesin.

<Wujud dari kekacauan dan malapetaka terlahir dan berkembang>

Deg!

Jantung mereka berdetak kencang. Rasa takut menyusup ke hati semua orang di ruangan. Mereka menahan napas saat membaca kalimat berikutnya.

<Namun, itu terbelah dua>

<Yang satu adalah kekacauan murni>

<Yang lain adalah malapetaka>

<Salah satu dari keduanya harus musnah untuk mencegah kehancuran semua dunia>

Mereka kehilangan tenaga dan jatuh terduduk, masih ada kalimat tersisa. Namun, kalimat itu adalah tulisan tangan yang berantakan, lebih tepat disebut coretan yang baru-baru ini ditambahkan.

<Dan ini adalah beberapa catatan yang berguna untuk kalian, beberapa akan menjawab pertanyaan kalian>

Setelah kalimat terakhir dari kertas pertama dibaca, asap gelap perlahan-lahan menghilang dan mereka tak membuang waktu untuk terkejut. Masing-masing mengambil secarik kertas agar semua catatan dapat dibaca dengan cepat.

Yoo Jonghyuk mengambil salah satu lalu membacanya dalam hati. Pada saat berikutnya, matanya membesar dan mulutnya terbuka sedikit.

Han Sooyoung yang berada di samping, melirik kertas yang dipegang Yoo Jonghyuk. Itu tulisan tangan yang sedikit lebih rapi.

Kata-kata yang tertulis sebagai berikut :

<Pandangan dunia asli terhubung dengan dunia yang kalian tempati>

<Skenario itu adalah alasannya>

<Tanpa Impian Paling Kuno, waktu dunia kalian akan terus berjalan>

<Mungkin kalian tidak percaya, tapi kalian harus mengetahui ini>

<Ada beberapa pandangan dunia tanpa Impian Paling Kuno, syaratnya adalah sumber dari semua cerita menaruh perhatian pada dunia itu>

<Tentu saja, aku berhasil. Jadi, aku sangat berterimakasih pada kalian yang membaca catatan ini>

<Lalu, aku senang hidup bersama kalian, bertarung bersama, dan menikmati sesuatu bersama, semuanya. Berkat kalian, aku mencapai kesimpulan yang kuinginkan dan akhirnya aku bisa memilih>

<Terakhir, aku selalu ingin menanyakan ini. Jadi, apakah kalian tidak pernah menyesal bertemu denganku?>

Kalimat terakhir menusuk hati.

***