webnovel

Fanfic Omniscient Reader's Viewpoints

Ini adalah fanfic yang kubuat untuk menemukan epilog yang kuinginkan untuk MC. Sebaiknya jangan membaca fanfic ini jika belum membaca novel aslinya sampai tamat karena mengandung spoiler. *** Han Sooyoung sampai di depan pintu itu lalu perlahan membukanya dengan harapan putus asa. Bagaimana jika itu harapan palsu? Bagaimana jika hal yang lebih buruk terjadi? Bagaimana jika sekeras apapun mencoba berharap itu mungkin, itu tidak terjadi? Saat pintu itu terbuka, ruangan terang dengan jendela terbuka lebar dan tirai berkibar terlihat. Semua kertas-kertas yang telah dia tulisi bertebaran dimana-mana. Han Sooyoung menyeringai seperti orang idiot lalu melangkah masuk sambil menyaksikan kesimpulannya. [Cerita ini hanya untuk satu pembaca itu] ***

Miharu2Tachi · Autres
Pas assez d’évaluations
95 Chs

Epilog 19 : Kim Dokja (1)

{{Juri kecil, apa yang membuatmu berubah pikiran?}}

Kim Dokja berlutut di ruangan God Of Stories dengan tubuh kecilnya. Dia sedikit menaikkan sudut bibirnya saat menjawab.

[Katakanlah, jika itu dapat menunda namanya dimasukkan dalam daftar vakum]

{{Kau mengambil resiko dengan menggantikan perannya, Juri kecil. Tower Of Nightmares tidak akan mentolerirnya. Kalian berdua akan musnah bersama}}

Kim Dokja menggeleng, mata hitamnya berkilau dalam kegelapan. Cahaya dari api hitam menyoroti wajahnya yang pucat. Kegelapan itu hanyalah latar belakang, semua makhluk di ruangan itu memiliki cahayanya sendiri, tergantung dari terang atau redup.

Bukan hanya Kim Dokja yang ada di ruangan itu, beberapa Juri juga hadir mendengarkan, termasuk Juri baru yang terpilih dengan nama Plotter.

[Itu tidak akan terjadi selama saya masih memegang emosinya, tidakkah Anda memiliki janji, Yang Mulia?]

Ruangan itu berguncang sejenak, mengekpresikan kemarahan pemiliknya. Api hitam berkobar-kobar, buku besar membuka halaman-halamannya dengan suara keras. Semua Juri selain Kim Dokja tersentak. Plotter mengepalkan tinjunya untuk menahan diri.

{{Sifatmu sama lancangnya dengan Reader, tapi keinginanmu bertentangan dengannya}}

Kali ini wajah tenang Kim Dokja berubah menjadi cemas, dia menunduk untuk menyembunyikan ekspresinya.

[Apa yang dia minta?]

Diiringi dengan huruf-huruf yang keluar dari tubuhnya, suara gemetar itu tersampaikan ke semua pendengar. Plotter melangkah maju tanpa rasa takut untuk menenangkannya.

{{... Semua generasi pertama telah dipanggil}}

Para Juri lain mendadak menghapus bentuk fisik mereka dan menjadi asap, seolah mereka takut pada kata 'dipanggil'.

Kim Dokja menggeretakkan giginya saat mendengar berita itu. Selain Plotter yang baru saja bergabung menjadi Juri, mereka semua sangat memahami apa artinya 'dipanggil'.

God Of Stories menunggu reaksi mereka selesai, lalu melanjutkan penjelasannya dengan media huruf yang mengambang di atas buku besar. Huruf-huruf itu membentuk suatu kata yang ingin diutarakannya tanpa harus mengeluarkan suara asli sejak menjadi God Of Stories.

{{Daftar vakum telah diumumkan ke semua generasi pertama, ada tiga yang tidak tercantum di dalamnya}}

Kim Dokja tahu siapa saja itu, justru itulah yang menyebabkan kecemasannya meningkat.

{{Ketiganya... akan mendapatkan ujian di Tower Of Nightmares...}}

Api di ruangan itu padam dan buku itu menutup, God Of Stories menyelesaikan tugasnya.

***

Laboratorium Pohon Ilusi, Kim Dokja sedang meramu sesuatu di tabung reaksi, dia sangat berkonsentrasi sampai tidak menyadari Plotter ada di belakangnya, mengamatinya.

Krak!

Clang!

Tiba-tiba, Kim Dokja menghancurkan tabung reaksi sehingga isinya keluar dan mengenai tangannya. Cairan korosif melelehkan tangan kanannya -

"Kim Dokja!"

Plotter sangat terkejut pada aksinya dan langsung menarik tangan yang sudah meleleh itu. Kim Dokja sama sekali tidak memunculkan ekspresi kesakitan.

"Hyung, aku selalu bisa mengganti tubuh fisik, kau tahu itu," ucap Kim Dokja sambil menarik tangannya.

Sayangnya, Plotter takkan tertipu olehnya lagi, apapun yang bisa melelehkan tubuh fisik seorang Juri adalah bagian dari obat pemusnah.

Setelah pertemuan dengan God Of Stories, Plotter mencaritahu tentang segala hal yang berkaitan dengan daftar vakum yang mengarah kepada pemusnahan, dan dia tidak pernah menyangka Kim Dokja memproduksi obat pemusnah.

"Kenapa kau melakukan ini?!"

Plotter marah dan membentak, kekhawatirannya membuat Kim Dokja terharu. Emosi yang dia ambil dari Reader turut bercampur. Dia bertanya-tanya apakah Reader baik-baik saja tanpa emosinya, dia berniat untuk melihatnya nanti.

"Hyung, bukankah lebih menyenangkan menjadi seseorang yang ditonton?"

Tangan yang meleleh itu mengeluarkan asap putih dan meninggalkan bekas hitam.

Plotter mengabaikan pertanyaannya saat melihat itu. Seorang Juri selalu bisa membentuk tubuh fisik terlepas dari apakah itu rusak, maka bisa diganti asalkan tak ada bekas hitam pada tubuh yang rusak.

"KENAPA?! KENAPA?! KENAPA?! Aku baru bertemu denganmu dan kau sudah.... "

Plotter meraung, ekspresinya menunjukkan rasa frustasi seolah dikhianati.

"Ini perlu dilakukan, Hyung. Apakah kau tidak penasaran kenapa namaku dan Reader memiliki arti yang sama?"

Plotter tidak mendengarkan dan masih terus berusaha menyembuhkan luka hitam itu dengan segala cara yang dia tahu. Namun, itu adalah luka dari obat pemusnah, jika saja dia tahu apa yang dikerjakan Kim Dokja sebelumnya, dia pasti menghentikannya.

Plotter tidak ingin kehilangan dia yang menjadi tujuan hidupnya, pencariannya sangat lama, dan nyaris tidak berhasil. Niat untuk membunuhnya menghilang setelah mengetahui kebenaran tentang siapa Kim Dokja sebenarnya. Jadi, dia ingin menjaganya selamanya di sampingnya. Namun, pihak terkait menghancurkan keinginannya.

"Hyung!!"

Plotter tiba-tiba menggendongnya dan membawanya ke perpustakaan Reader. Namun, dia dihentikan oleh Dinding Keempat, Master Of Abyss.

"Minggir!! Biarkan kami masuk!"

Master Of Abyss melihat kepanikan pada ekspresinya lalu memperhatikan penyebabnya, dia terperanjat. Plotter mendengus saat pria tua itu menyingkir untuk memberinya jalan.

"-Yang Hebat, apa yang terjadi?"

"Sembuhkan dia, kau pasti bisa, kan? Kau menyembuhkan dua orang sekarat itu, jadi kau pasti bisa menyembuhkan tangannya!"

Plotter memiliki keyakinan bahwa itu akan bisa sembuh jika Master Of Abyss mengobatinya, ditambah ruang perpustakaan berisi sesuatu yang dapat menyembuhkan luka. Namun, dia salah, Master Of Abyss menatap dengan prihatin.

"Maafkan aku, tuanku akan dalam bahaya jika aku menyembuhkan luka itu."

Murid-murid mata Plotter bergetar, pertanyaan kenapa bisa begitu? Terngiang-ngiang di benaknya.

Kim Dokja yang menahan diri karena melihat betapa paniknya dia, mulai bicara.

"Hyung, kau harus mendengarkanku."

Plotter menggigit bibirnya lalu menutup matanya, menghentikan kegilaannya.

Master Of Abyss menyingkir, seolah memahami bahwa akan ada rahasia besar yang akan diutarakan Yang Hebat, dia tidak berhak tahu atau mungkin dia sudah mengetahuinya.

Ruang perpustakaan sedikit bergemuruh, rak-rak menutup membentuk ruang persegi tanpa jalan keluar setelah Master Of Abyss pergi.

"Apa? Cepat katakan!"

Plotter kehabisan kesabaran, luka hitam itu masih mengeluarkan asap. Kim Dokja yang berada dalam gendongannya memeluknya.

"Maafkan aku, Hyung. Ujian Tower Of Nightmares adalah saling membinasakan," bisik Kim Dokja lalu dia melanjutkan dengan suara tertahan.

"Dan aku adalah salah satu pesertanya, aku dan Reader.... Aku tidak mungkin melawannya.... Apakah kau memikirkan pertanyaanku tadi? Kenapa menurutmu namaku dan Reader memiliki arti yang sama?"

Plotter merasa hatinya hancur saat ini dan dia memahami pertanyaan itu. Namun, dia tidak sanggup menjawab.

Kim Dokja memeluknya lebih erat, mata hitamnya memancarkan tekad.

"Aku harus mengambil emosi Reader sehingga dia tidak menjadi bagian dalam daftar vakum. Namun, tentu saja, Tower Of Nightmares terlalu kejam padanya."

Plotter memiliki satu keraguan pada pernyataan itu, dan dia langsung mengungkapkannya.

"Kenapa kau begitu peduli padanya? Dia bahkan takkan tahu apa yang kau lakukan!!"

Kim Dokja tertawa.

"Tidak, dia sebenarnya mengetahuinya, tapi dia tidak mau mengakuinya. Kami akan musnah bersama jika salah satu dari kami tidak mengambil peran sebagai pembawa emosi."

Ngiiiiiing!!!!

Dengungan keras menggetarkan rak-rak buku, dan buku-buku berjatuhan.

Suatu kertas yang terselip di sebuah buku terbang keluar dan Plotter menangkapnya.

<Kim Dokja=Reader : Terpisah>

Mata Plotter mengecil, tangannya gemetar sehingga kertas itu terjatuh.

Dia hanya membaca bagian awalnya, masih ada kata-kata tersisa.

Dia menunduk berharap yang dia baca tadi adalah kesalahan. Namun, harapannya hancur.

Cahaya ruangan tiba-tiba disesuaikan seolah memaksanya membaca tulisan di kertas itu, suara berdenging terus berlanjut.

"Hyung!!! Kau harus membacanya!"

Suara Kim Dokja terdengar panik, jadi Plotter perlahan melirik tulisan yang ditampilkan kertas itu.

<Kami adalah satu>

<Penjara mengerikan itu memisahkan kami>

***