webnovel

Fanfic Omniscient Reader's Viewpoints

Ini adalah fanfic yang kubuat untuk menemukan epilog yang kuinginkan untuk MC. Sebaiknya jangan membaca fanfic ini jika belum membaca novel aslinya sampai tamat karena mengandung spoiler. *** Han Sooyoung sampai di depan pintu itu lalu perlahan membukanya dengan harapan putus asa. Bagaimana jika itu harapan palsu? Bagaimana jika hal yang lebih buruk terjadi? Bagaimana jika sekeras apapun mencoba berharap itu mungkin, itu tidak terjadi? Saat pintu itu terbuka, ruangan terang dengan jendela terbuka lebar dan tirai berkibar terlihat. Semua kertas-kertas yang telah dia tulisi bertebaran dimana-mana. Han Sooyoung menyeringai seperti orang idiot lalu melangkah masuk sambil menyaksikan kesimpulannya. [Cerita ini hanya untuk satu pembaca itu] ***

Miharu2Tachi · Autres
Pas assez d’évaluations
95 Chs

Epilog 13 : Penjelajah yang Tertinggal(2)

Perkemahan dibangun di tempat yang sama dengan piknik Perusahaan Kim Dokja di dunia skenario. Secretive Plotter yang menyarankan tempat itu tidak ikut dengan alasan ada sesuatu yang harus dia lakukan.

Hutan di bukit dengan air terjun, itu adalah musim semi di dunia ini, pendakian ke area yang tepat untuk mendirikan tenda dilakukan pada sore hari. Kim Dokja yang bersikeras untuk berjalan sendiri akhirnya merasa kelelahan dan digendong Uriel.

"Hyunsung-ssi yang akan membangun tendanya," Lee Jihye membagikan tugas dengan sewenang-wenang, tapi yang lain tidak protes.

Kim Namwoon disisi lain akan menuruti apapun yang diperintahkan Lee Jihye seperti anjing setia.

Sebenarnya, mereka tidak melakukan itu hanya untuk hiburan, ada alasan lain, tidak masuk akal bagi mereka untuk menikmati kedamaian yang sesat dan tampak tidak pada tempatnya.

Uriel menemani Kim Dokja yang bersandar di pohon, ekspresi Kim Dokja menunjukkan kecemasan. Entah apa itu, Uriel tak bisa menahan kekhawatirannya.

"Dokja, ada apa?"

Mata hitam Kim Dokja sedikit menyipit seolah menyiratkan itu terlalu merepotkan untuk menjawab. Uriel tercengang karena dia tidak seperti anak kecil dengan bulu domba.

'Apakah dia menyembunyikan jati dirinya?'

Serigala berbulu domba, dongeng klasik yang tentu saja Uriel mengetahuinya karena dia pernah merawat domba-domba di Eden. Mata hijau emeraldnya memantulkan bayangan anak kecil yang terlihat tidak bersalah.

—Tidak ada yang tidak bersalah, semua memiliki sejarah hitamnya sendiri.

Kalimat Archangel Jophiel terngiang di benaknya, Jophiel yang memiliki Kurungan Baik dan Jahat mengetahui esensi sebenarnya dari apa yang disebut kebaikan dan kejahatan absolut. Tak ada yang seperti itu, kebaikan relatif, dan kejahatan juga relatif. Itu tergantung dari apa yang dianggap dan diakui.

"Maaf."

Permintaan maaf tiba-tiba keluar dari bibir kecil Kim Dokja. Dia menunduk karena menyesal memasang ekspresi seperti itu dan membuat Uriel tercengang.

"AH, iya. Tidak apa-apa."

Itu jelas bohong, mereka menjadi canggung satu sama lain.

"Sebentar lagi matahari terbenam! Ayo mendaki ke Puncak!"

Untungnya Lee Jihye datang memecahkan kecanggungan.

Memang melihat matahari terbenam dari bukit dan pantai rasanya berbeda, tapi itu tetap meninggalkan kesan yang baik. Udara dingin mulai menelusup, jadi mereka segera kembali ke tenda yang sudah selesai didirikan oleh Lee Hyunsung.

"Kita seperti kembali ke zaman primitif," ucap Lee Jihye ketika menyalakan api unggun.

Kim Dokja menatap api itu dengan tajam, tangannya sedikit gemetaran entah karena kedinginan atau kecemasan.

Firasatnya buruk, dia mungkin tak memiliki bakat dalam hal apapun selain membaca buku, tapi dia bisa merasakan suasana ganjil di sekitarnya.

"Hei, nak. Kami ingin bertanya sesuatu," oceh Kim Namwoon.

'Sudah kuduga.'

Yakin dengan apa yang dia prediksi, dia menatap pria yang tampak seperti Iblis itu.

Suasana damai berubah menjadi serius, ini adalah alasan mereka bersikap begitu baik padanya, tak ada kebaikan tanpa alasan. Apakah mereka akan bertanya siapa penulis Ways Of Survival dan memaksanya menjawab? Itu mungkin salah satunya. Lalu pertanyaan lainnya adalah sesuatu yang lebih spesifik.

"Tidak peduli bagaimana aku memikirkannya, kau terlalu tenang untuk seorang anak kecil, meskipun umurmu setara siswa SMP. Itu tak mungkin untuk anak seumuranmu, benar-benar tenang dan sangat pandai berbohong. Jadi, siapa kau?"

Lee Hyunsung yang terlihat sebagai orang baik dan toleran secara mengejutkan melemparkan bom pertama.

Kim Dokja  menjawab sambil menatap ke langit yang gelap tanpa bintang dengan ekspresi kesepian.

"Itu akan segera datang," jawabnya.

Krak!

Kayu bakar mengeluarkan suara berderak dan hewan malam mulai berkicau.

Mereka membeku pada jawabannya, tepatnya apa maksudnya?

"Aku tak bisa memberitahu lebih dari ini."

Sikap kekanak-kanakkan dari hari sebelumnya tampak seperti kepura-puraan. Jawabannya meninggalkan mereka dalam renungan yang dalam.

"Hyung sudah mengetahuinya."

Lee Jihye tersentak kaget. Yang lainnya tahu siapa orang yang dipanggil 'Hyung' oleh Kim Dokja.

"M-master sudah tahu?"

"Plotter menyembunyikan jawabannya dari kita?!"

Wajah Uriel berkerut karena marah. Sementara, Kim Namwoon bermain-main dengan perbannya.

"Nak, kenapa kau tidak bisa memberitahu kami?"

Kim Dokja menggeleng dan menutup mulutnya dengan tangan.

Itu adalah ketegangan, mereka menelan ludah pada responnya.

Awan hitam yang seperti Aula Besar itu mulai menjatuhkan tetesan-tetesan air.

"Ah, hujan? Bukankah ramalan cuaca mengatakan malam ini takkan hujan?"

Lee Jihye yang pertama menyadarinya.

"Tampaknya akan ada badai, Kenapa tiba-tiba begini?!"

Lee Jihye menyeret yang lain memasuki tenda.

Hujannya semakin deras dan angin kencang membuat mereka gelisah.

Rambut emas Uriel memancarkan aura seolah dia mendapatkan kekuatannya kembali di dunia tanpa skenario. Bukan hanya dia, perban Kim Namwoon mengeluarkan asap hitam.

Deg!

Mereka berdua saling menatap sebelum keluar dari tenda mengabaikan ocehan Lee Jihye.

Lee Hyunsung yang mengerti situasinya ikut dengan mereka.

Di luar tenda, kegelapan pekat menelan, sisa bara api sudah padam dan hilang, itu bukan badai biasa.

"Eh, kalian kenapa?"

Lee Jihye akhirnya meninggalkan Kim Dokja sendirian di tenda. Yang terakhir memeluk lututnya erat-erat.

Gemuruh guntur dan petir bersahutan dengan keras dan cepat, siluet cahaya kilat membakar pohon-pohon di sekitar mereka.

"Itu..... "

Mata mereka membelalak saat awan hitam mulai berputar, itu Aula Besar yang merupakan ciri datangnya Dewa Luar di dunia itu. Namun, ini adalah dunia tanpa skenario, bagaimana mungkin makhluk semacam itu ada di sini?

"Kalian jaga Kim Dokja, aku akan menemukan Plotter."

Uriel yang mendapatkan kembali kekuatannya membentangkan sayap malaikatnya yang indah. Dengan sentakan ujung jari kakinya, dia terbang menembus badai dengan kecepatan yang tak bisa diikuti mata.

"Kim Dokja!"

Lee Jihye terengah-engah dengan ketakutan. Dia tak ada di sana.

***