webnovel

Sebuah Peringatan

"Jangan lakukan itu, Lea," lirih Lord tanpa sadar, ia bisa merasakan tubuh yang berada di dekapannya itu pun menegang atas kalimat yang ia ucapkan.

"Lepaskan aku!"

Lalu tak lama gadis itu mendorong tubuh Lord dengan kasar tapi tenaga gadis itu tidak ada apa-apanya jika di bandingkan dengan Lord.

Lord menatap tajam Leanore, hal itu membuat Leanore diam tak berkutik. "Jangan lakukan hal bodoh seperti lagi," peringat Lord dengan penuh penekanan.

Memperingati Leanore dengan sungguh-sungguh.

"Tidak ada urusannya denganmu!" balas Leanore dengan tatapan sengit.

Lord memilih untuk tidak menjawab ucapan gadis itu, tapi tangannya yang tengah merengkuh pinggang Leanore, terkepal erat.

Lord melepaskan kungkungannya pada tubuh gadis itu. Leanore yang mendapat ruang untuk lepas pun segera menjauhkan tubuhnya dari tubuh Lord.

"Kau memang iblis, Lord!"

Setelah mengucapkan kalimat itu, Leanore pun berlalu pergi dari hadapan Lord.

Lord menatap kepergian gadis itu dengan tatapan datar, tanpa ekspresi.

***

"Apa yang terjadi dengan tanganmu!" tanya Adrian terkaget melihat tangan Lord yang kini berlumuran darah dan pisau yang tergeletak di lantai dengan ujung yang runcing terdapat bercak darah. Lord diam tak menjawab, ia hanya melirikan mata sejenak menatap Adrian dan mendudukan dirinya di tepi ranjang yang beberapa menit lalu menjadi tempat istirahat Leanore.

"Dimana Leanore?"

"Pergi."

"Bagaimana bisa?"

Lord tak menjawab lagi, tangan pria itu terulur mengambil beberapa lembar tisu yang terdapat di atas meja nakas untuk membersihkan darah yang terus-menerus mengalir dari telapak tangannya.

"Apa perlu aku panggilkan dokter, lagi?"

Lord memincing tajam menatap Adrian, seolah memberi peringatan agar pria itu mengatupkan mulut rapat-rapat.

Adrian yang mendapat tatapan mematikan itu pun bergidik ngeri dan memilih diam.

Adrian beralih menatap kaleng bir yang ada di tangannya. Pria itu mendekati Lord dan menyerahkan kaleng bir tersebut di atas meja nakas. Tanpa kata, Lord mengambilnya, membuka kaleng dan meneguk minuman tersebut hingga tandas.

"Untuk apa kau ke sini?" tukas Lord tanpa berbasa-basi. Ia tidak suka jika ada seseorang yang mengganggu ketenangannya untuk saat ini.

"Aku telah mendapatkan informasi dari Felix, bahwa besok Martinez akan menghadiri pesta bisnis perusahaan yang akan di adakan oleh kerabat dekatnya. Tapi kali ini Martinez akan melakukan penyamaran. Akan sangat sulit menemukannya. Tapi aku menemukan beberapa fakta bahwa Martinez sudah di rekrut menjadi ketua mafia Italy yang kemarin menyerang gudang persenjataan bagian selatan kita," jelas Adrian secara detail.

"Aku tidak yakin dengan kemampuannya." Lord terkekeh dengan ekspresi mengejek.

"Mungkin, dia memang tidak punya kemampuan menggunakan pistol seperti dirimu. Tapi di ingat, ia juga bisa lebih licik darimu. Bahkan kau sudah beberapa kali menangkapnya tapi ia tetap berhasil lolos, right?"

Lord menatap Adrian dengan tatapan memincing. Ia merasa saat ini Adrian tengah meremehkan kemampuannya.

"Aku pasti akan mendapatkannya, besok."

***

Lord berdiri gagah di depan anak buahnya dengan stelan jas berwarna navy lengkap yang membalut tubuh kekarnya dengan sebuah pistol yang bersarang di balik saku jasnya bagian dalam. Aroma citrus yang menguar dari tubuh Lord menambah daya tarik tersendiri baginya.

Lord menatap beberapa anak buahnya.

"Kali ini kita akan kembali menangkap Martinez. Kalian akan menjaga di luar. Awasi setiap pergerakan yang mencurigakan," pungkas Lord dengan mengambil pistol yang ada di balik saku jas dan kembali mengisi amunisi hingga penuh.

"Baik, Bos," ucap anak buahnya secara bersamaan.

Setelahnya, Lord keluar dari markas Righnero dan memasuki mobil hitam miliknya. Lord memutar setir mobil dan melajukan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata, membelah jalanan yang dipadati pengendara, di ikuti oleh mobil Adrian dan Felix yang berjarak tiga meter dari belakang.

Drrt ... drrt ... drrt.

Panggilan masuk pada ponsel, dari Adrian, mengundang atensi Lord. Pria itu melirik ponselnya sebelum benar-benar mengangkat panggilan dari Adrian, dengan satu tangan yang memegang setir kemudi Lord menggunakan sebelah tangannya untuk mengangkat panggilan dari Adrian dan menggunakan earpic di telinganya.

"Kau sudah mendapat ide untuk mendapat Martinez?" tanya Adrian dari seberang telepon.

"Jangan banyak bertanya. Kau tinggal tunggu hasilnya saja," terang Lord dan kembali mematikan ponselnya.

Lord mengalihkan pandangan pada jalanan yang ada di hadapannya. Ia melirik jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangan kiri sebelum benar-benar menatap kembali ke arah jalanan yang sangat macet.

***

Leanore mengoleskan lipstik berwarna nude di bibir tipisnya sebagai polesan terakhir. Malam ini, ia akan menghadiri sebuah acara di hotel Zuaro's. Tadi pagi, ia tidak menyangka mendapatkan sebuah undangan yang di beritahu oleh managernya sendiri.

Sebenarnya, ia tidak ingin pergi. Ia masih ingin terus beristirahat karena terlalu lelah berjalan kaki dari ruang sakit menuju mansion. Tapi mau bagaimana lagi, ia sudah terlanjur di undang, dan demi kariernya, Leanore terpaksa menghadiri acara itu.

Bibir Leanore tersungging manis menatap dirinya yang berdiri dengan sangat elegan di depan cermin. Ah! Semoga nanti di saat ia berada di pesta, ia akan mendapatkan jodohnya.

Setelah puas menata penampilan, Leanore mulai mengambil dompet yang berwarna navy yang senada dengan pakaiannya malam ini. Sepertinya ia akan menjadi bintang malam ini.

Leanore melangkahkan kaki jenjang yang berbalut stiletto setinggi lima belas senti menuju garasi untuk mengambil salah satu koleksi mobilnya. Ia bahkan sudah merelakan mobilnya yang di tinggalnya kemarin.

Leanore menatap beberapa koleksi mobil di garasi, ingin memilih mobil apa yang akan di kenakannya malam ini. Ia memutar pandang sejenak, menatap tiga mobil yang berjejer rapi di ujung garasi. Mobil itu adalah milik daddy, mommy, dan abangnya - Sion.

Leanore tersenyum kecil melihat itu, kembali gadis itu mulai memutar pandangannya. Matanya terhenti tatkala menatap sebuah mobil berwarna merah terang, mobil yang berkilau di antara semua mobil.

Kembali, bibir Leanore yang terpoles lipstik berwarna nude menerbitkan lengkungan tipis. Ia berjalan dengan perlahan mendekati mobil itu. Tangannya terulur memasuki mobil yang kuncinya sudah tersedia sendiri di atas dashboard karena akan terlalu sulit jika Leanore menyimpan semua kunci mobilnya secara bersamaan.

Mobil Leanore kini berjalan dengan perlahan meninggalkan garasi dan mansion keluarganya. Leanore membelokkan mobil ke arah jalan yang banyak pengendara. Ia tidak ingin hal seperti kemarin kembali terulang karena dirinya yang ingin cepat-cepat sampai ke rumah, sampai-sampai berani membelokan mobilnya di jalan pintas yang sangat sepi pengendara.

Leanore melihat sebuah mobil berwarna hitam metalik yang berjalan ugal-ugalan di depannya, menyalip beberapa pengendara, bahkan melewati lampu merah.

Tanpa mempedulikan hal itu, Leanore kini terus menjalankan mobil dan memberhentikan kendaraannya tepat di depan lampu merah.

Tidak menunggu hampir satu jam, kini mobil yang di kendarai Leanore memasuki pekarangan hotel Zuaro's. Gadis itu memarkirkan mobil di tempat parkiran mobil yang sudah di sediakan di sana. Matanya sedikit kaget menatap mobil hitam metalik yang tadinya berjalan ugal-ugalan kini terparkir rapi di sebelah mobilnya.

Setelah memarkirkan mobil, Leanore masih beranjak dari balik kemudi, ia masih belum ingin keluar. Ia tidak ingin keluar tanpa seorang teman yang menemaninya karena Leanore cukup pemalu jika berada di kerumunan orang-orang banyak. Leanore mengambil ponsel dari dalam dompet navy miliknya. Gadis itu ingin menghubungi Moa - sang manager.

"Halo," ucap Moa dari arah seberang dengan sedikit panik.

"Kau di mana? Aku sudah menunggumu di parkiran."

"Kau jangan masuk dulu! Tunggu aku. Aku masih menghias wajahku. Aku terlambat!" tutur Moa dengan nada panik.

"Kau masih belum siap?!" tanya Leanore dengan nada terlihat kesal.

"Sebentar lagi aku selesai. Pokoknya, tunggu aku di parkiran. Jangan masuk dulu!"

"Tap--"

Tut ... tut ... tut.

Leanore menatap panggilan yang langsung diputuskan oleh Moa bahkan sebelum dia menyelesaikan ucapannya. Leanore kembali memasukan ponselnya dengan asal di dalam dompetnya seraya berdecak kesal. Moa memang menyebalkan!

Leanore melipat kedua tangan di depan dada, sambil menunggu Lea datang. Leanore mengalihkan pandangan ke arah beberapa mobil yang baru datang. Untung saja, kaca mobil Leanore hitam dan tebal, jadi tidak akan kelihatan dari luar.

Kening Leanore mengerut menatap beberapa pria kini sedang berkerumun dan berbicara. Leanore menajamkan indra pendengaran sedikit penasaran. Namun, sayangnya tidak terdengar karena jarak mereka yang cukup jauh.

Mata Leanore memincing menatap para pria itu memakai sebuah gelang berwarna merah maroon dan menyembunyikan benda tersebut di balik lengan jasnya.

Terdapat satu gelang berwarna perak yang di gunakan oleh satu orang. Mata Leanore terus memincing, menarap satu objek, yaitu orang yang memiliki gelang perak itu.

Leanore menggaruk pelipis ketika merasa familiar dengan wajah orang yang menggunakan gelang perak yang di sembunyikan di balik lengan jas itu.

"Siapa ya?" gumam Leanore sambil menggaruk ujung alisnya terlihat bingung. Ia terus mengikuti pergerakan mereka. Beberapa orang yang menggunakan gelang merah maroon berjalan memasuki gedung. Sedangkan satu orang yang seperti familiar dengan Leanore berjalan dengan santai, memasuki ballroom hotel. Leanore menggendikkan bahu ketika orang-orang itu semua bubar. Ia tidak terlalu peduli.

Mata Leanore kembali beralih menatap seluruh parkiran, Leanore kembali berdecak ketika tidak melihat tanda-tanda jika Moa akan datang.

Dasar gadis itu! Leanore bahkan sudah menunggu hampir setengah jam, tapi gadis itu tidak kunjung datang juga. Bahkan saat pertama kali Leanore terlambat di hari pertamanya bekerja di perusahaan George Company, Leanore tak pernah seterlambat Moa.

Tin ... tin ... tin.

Bunyi klakson yang menggema di parkiran yang hening mengundang atensi Leanore. Gadis itu bernapas lega ketika akhirnya menemukan Moa yang ternyata baru keluar dari mobil, mata sipitnya menatap ke seluruh penjuru, mencari-cari keberadaan Leanore.

Leanore menggeleng-gelengkan kepala ketika melihat bentuk rambut Moa yang di buat curly, sangat berbeda dengan rambut Moa yang biasa, lurus.

Pantas saja gadis itu lama! Ia ternyata sibuk berdandan.

***

Bersambung.