webnovel

Enemy to be Love

Kisah ini dimulai dari sepasang kekasih yang saling mencintai, yaitu Viana dan Marshall. Hingga pada suatu hari, Marshall mendatangi Viana dalam kondisi yang menyedihkan. Seluruh tubuhnya berlumuran darah, dan dipenuhi bekas luka. Hal itu membuat semua orang merasa sangat terkejut. Mereka lalu membawa Marshall ke rumah sakit, tetapi nyawanya sudah tak tertolong. Viana merasa sangat berduka dengan kejadian itu. Namun, dia ingat bahwa Marshall pernah mengatakan satu hal kepadanya. Apabila Viana ingin mengetahui penyebab kematiannya, maka dia harus mencari teman sekampusnya yang bernama Reyhand. Viana lalu memutuskan untuk pergi dari rumahnya demi bisa menemukan Reyhand. Ternyata Reyhand adalah sepupu jauh dari Viana sendiri. Berkat bantuan Reyhand, akhirnya Viana bisa menemukan sosok yang berada dibalik kematian Marshall. Dia adalah seorang pemuda tampan bernama Vico, yang ternyata adalah musuh lama dari Marshall. Ternyata Marshall adalah seorang ketua mafia yang mempunyai banyak musuh. Viana merasakan dunianya hancur ketika mengetahui kenyataan tersebut, karena selama ini dia tak pernah mengetahui tentang profesi kekasihnya itu. Dia hanya mengetahui bahwa Marshall adalah seorang senior di kampusnya yang sangat disegani oleh para mahasiswa. Namun, karena rasa cintanya yang terlalu besar kepada Marshall, akhirnya Viana pun bertekad untuk membalaskan dendam terhadap Vico. Viana mendapatkan bukti bahwa Vico-lah yang telah melakukan penganiayaan terhadap Marshall. Viana lalu berusaha untuk mendekati Vico. Dia berniat untuk menjadikan Vico sebagai kekasihnya, supaya rencana balas dendamnya bisa berjalan dengan lancar. Viana menggunakan berbagai macam cara supaya pemuda itu bisa masuk ke dalam perangkapnya. Akhirnya rencana Viana pun berhasil. Pemuda itu mulai menaruh hati kepada Viana. Dia pun meminta Viana untuk menjadi kekasihnya. Tentu saja kesempatan itu tak akan disia-siakan oleh Viana. Dia segera menerima permintaan Vico, dan akhirnya mereka pun menjadi sepasang kekasih. Selama berpacaran dengan Vico, Viana terus saja berbuat hal-hal nekat yang nyaris membuat nyawa pemuda itu melayang. Merasa heran dengan perbuatan Viana yang seolah-olah ingin melenyapkannya, akhirnya Vico pun mencoba mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya. Lelah karena kegagalannya yang terus-menerus, akhirnya Viana pun menceritakan semuanya kepada Vico, dan rencananya untuk membalaskan dendam. Vico merasa sangat terkejut dengan penjelasan yang disampaikan oleh Viana. Dia pun lalu menjelaskan kepada kekasihnya itu, bahwa dirinya bukanlah yang telah melenyapkan Marshall. Justru Vico berniat untuk menolong Marshall yang saat itu sedang dikepung oleh geng anak-anak jalanan. Viana tak terima dengan penjelasannya itu. Dia pun akhirnya pergi meninggalkan Vico dengan berurai air mata. Dia terus berlari hingga sebuah truk datang dan menabrak tubuhnya. Namun, bukannya dia yang terluka. Justru kekasihnya-lah yang datang dan menyelamatkannya. Disana, Viana melihat ketulusan cinta yang terpancar di mata Vico. Viana pun akhirnya mulai menyadari kesalahannya, dan berusaha untuk melupakan dendamnya terhadap Vico. Namun, keluarga Viana datang dan memaksanya untuk pergi dari kehidupan Vico. Viana merasa sangat berat untuk berpisah dari Vico. Dia mulai merasa bahwa hatinya telah terpaut kepada pemuda tampan itu. Begitu pula dengan Vico. Dia terus berusaha untuk merengkuh cinta Viana kembali. Berbagai macam cara dilakukan oleh keduanya, supaya bisa bersatu kembali. Hingga akhirnya, kekuatan cinta mengalahkan segalanya. Setelah berjuang begitu keras, Viana dan Vico akhirnya bisa bersatu kembali.

Heny_Fitriany · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
311 Chs

Kabur dari Rumah Sakit

Sebuah teriakan terdengar memanggil nama Viana. Ia tersentak karena merasa begitu terkejut.

Refleks Viana pun segera menoleh ke arah suara yang memanggilnya.

Betapa terkejutnya dia, saat melihat Ryan tengah berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam yang menakutkan.

"Ry .... Ryan," gumamnya lirih.

Ryan segera berjalan mendekatinya. Dia terus memandang Viana tak berkedip. Ekspresinya ini benar-benar membuat Viana merasa ketakutan.

Viana berjalan mundur ke belakang, dan berniat untuk menghindari Ryan. Secepat mungkin dibukanya pintu rumah sakit tersebut, dan Viana pun berlari keluar dengan langkah tertatih-tatih.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Ryan berjalan menyusulnya. Langkah kaki Viana itu tidaklah lebih cepat dari langkah kakinya.

Gadis 22 tahun itu terus berjalan dengan langkahnya yang terseok-seok. Berulang kali dia terus menoleh ke belakang, memastikan bahwa saudara sepupunya itu tidak sedang mengejarnya.

Setelah merasa yakin bahwa Ryan tidak membuntutinya, Viana pun segera berhenti di tepi jalan raya.

Suasana jalan begitu sunyi dikarenakan hari yang sudah larut malam. Hanya terdapat beberapa kendaraan yang melalui jalan raya tersebut.

Viana kemudian menyandarkan kepalanya pada sebuah pohon palm. Dia benar-benar merasa kelelahan karena telah berjalan cukup jauh dari rumah sakit.

"Huft, aku capek banget, tapi aku nggak boleh menyerah. Aku harus tetap berusaha agar bisa menemukan dia," tekad Viana dalam hati.

"Siapa yang kamu cari?"

Tiba-tiba sebuah suara yang terdengar tepat di sebelah telinganya.

"Hah!"

Viana menjerit karena merasa sangat terkejut. Ia melihat Ryan yang sudah duduk di sampingnya sambil terkekeh.

"Hehe, maaf ya. Aku udah buat kamu terkejut," celetuk Ryan tiba-tiba.

"Ke.... kenapa kamu ada disini?" Viana bertanya dengan gugup.

"Aku tadi ngikutin kamu, Vi." Ryan berkata sambil tersenyum manis.

"Kenapa kamu ngikutin aku?" tanya Viana heran.

"Ya jelas lah aku ngikutin kamu. Tentu saja aku nggak akan membiarkan kamu berjalan seorang diri dalam kondisi seperti ini," ucap Ryan dengan penuh perhatian.

Viana mengernyitkan keningnya dengan penuh keheranan.

"Memangnya kenapa kalau aku sendirian? Sejak kapan kamu peduli sama aku?" tanya Viana keheranan.

"Sejak dulu, Vi," jawab Ryan dengan bersungguh-sungguh.

Viana terperangah mendengar jawaban Ryan tersebut. Dia menatap kedua mata sepupunya itu dengan ragu-ragu. Ya, dia benar-benar meragukan perkataan Ryan.

Sejak kecil, Ryan sudah menjadi seorang anak yatim piatu. Sepupunya itu kemudian diadopsi oleh kedua orang tua Viana dengan penuh kasih sayang.

Akan tetapi, ketika Ryan sudah beranjak dewasa, ia memilih untuk membeli rumah yang tak jauh dari tempat tinggal Viana. Akhirnya Ryan pun tinggal seorang diri di rumah mewahnya tersebut.

Viana juga sudah mengenal Ryan sejak kecil. Dari dulu ia memang tak pernah menyukai sepupunya itu, karena menganggap bahwa Ryan sudah merebut kasih sayang dari kedua orang tuanya.

"Aku nggak percaya sama semua kebohongan kamu," ucap Viana sambil memalingkan wajah.

"Terserah kamu mau bilang apa, Vi. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya, kalau aku memang peduli sama kamu," sahut Ryan meyakinkan.

Viana termenung sejenak, dan memikirkan perkataan sepupunya itu dengan penuh keraguan. Dia pun menoleh dan segera ditatapnya mata Ryan yang tampak sayu.

Kedua mata mereka saling beradu. Namun, Viana merasa sangat kebingungan dengan apa yang dilihat dan dirasakannya.

Dia tidak melihat kebohongan di mata Ryan. Justru sebuah kejujuran dan kesungguhanlah yang terpancar di mata sepupunya itu.

Apakah Ryan serius? Apa dia benar-benar peduli kepada Viana? Ataukah dia mempunyai tujuan lain di balik perkataannya barusan?

Entahlah. Hanya Tuhan dan Ryan saja yang tahu.

"Ah, sudahlah, Yan. Aku belum bisa percaya sama perkataan kamu." Viana berucap sambil menggeser duduknya untuk menjauhi sepupunya itu.

"Kenapa kamu nggak bisa percaya sama perkataanku, Vi?" tanya Ryan sambil duduk mendekati Viana.

"Iya aku nggak akan pernah percaya sama apa yang kamu katakan, Yan. Kamu itu udah terlalu sering berbohong." Viana berkata dengan mimik wajah kesal.

Tiba-tiba saja Ryan meraih tangan Viana dan menggenggamnya dengan erat.

"Kamu lihat aku sekarang dan tatap mataku. Apakah menurut kamu ada kebohongan di mataku ini?" Ryan bertanya dengan penuh keseriusan.

Tentu saja Viana merasa sangat terkejut saat Ryan memperlakukannya seperti itu. Dia merasa risih dengan perbuatan sepupunya itu.

"Lepaskan tanganku, Yan," tepis Viana sambil menarik tangannya.

"Jangan pernah menggangguku lagi. Dulu kamu sudah merenggut kasih sayang dari kedua orang tua aku. Lalu sekarang, kehidupan ini juga telah merenggut kekasihku. Penderitaanku sudah lengkap, Yan. Tolong jangan pernah menambah penderitaanku dengan terus menggangguku. Aku benar-benar lelah. Apa aku masih kurang menderita?" Viana berucap panjang lebar.

"Sssttt! Apa yang kamu katakan?"

Ryan bertanya sambil menempelken jari telunjuknya di bibir Viana, pertanda bahwa dia tidak ingin sepupunya mengatakan hal seperti itu lagi.

"Jangan berkata seperti itu lagi, Vi. Aku nggak pernah merebut Om Wijaya dan Tante Mariana dari kamu. Aku bahkan siap membantu kamu jika memang dibutuhkan." Ryan berkata sambil menatap dalam mata sepupunya itu.

Viana membalas tatapan Ryan dengan penuh keraguan. Dia justru merasa aneh dengan sikap dan perilaku sepupunya tersebut.

Namun, tiba-tiba saja Viana menyunggingkan seulas senyuman kepada Ryan. Dia mendekati Ryan lalu mengacungkan jari kelingkingnya.

"Apa kamu yakin, bahwa kamu tidak akan merebut kedua orang tuaku lagi?" tanya Viana mendelik.

"Iya, Vi. Aku berjanji."

"Apa kamu janji, kalau kamu akan selalu membantu aku?" tanya Viana penuh penekanan.

"Iya. Aku berjanji, bahwa aku akan selalu membantu kamu dalam situasi dan kondisi apa pun," jawab Ryan mantap.

"Yakin?" Viana bertanya sambil mendekatkan jari kelingkingnya ke wajah Ryan.

"Iya, Sepupuku sayang. Aku berjanji." Ryan tersenyum sambil menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Viana.

Mereka pun segera tersenyum lepas. Rasanya, ini barulah sebuah keluarga. Dari dulu, mereka berdua tak pernah terlihat akrab seperti ini. Mereka terlihat sangat bahagia.

Ryan melihat sepupunya yang tengah tersenyum bahagia. Dalam hati, dia pun turut merasa bahagia karena akhirnya dia bisa melihat senyuman dari Viana.

Sepupunya itu selalu bermuram durja semenjak kepergian Marshall. Jadi, ini adalah tugasnya untuk bisa membuat sepupunya itu kembali tersenyum.

Mereka saling tersenyum sambil bertautan jari selama beberapa saat, sebelum akhirnya ....

Drrtt, drrtt, drrtt,

Tiba-tiba saja ponsel Ryan bergetar. Mereka berdua tersentak kaget karena getaran dari ponsel tersebut. Namun, tak lama kemudian justru mereka berdua tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha, aku kirain apaan. Ternyata cuma bunyi ponsel," kekeh Ryan.

"Haha, iya aku juga kaget. Coba gih kamu lihat, siapa yang telepon," titah Viana kepada sepupunya.

"Siap, Bos," balas Ryan sambil bergurau.

Ia pun segera mengambil ponselnya untuk melihat siapakah yang menghubunginya.

"Hah, Om Wijaya?" Ryan berkata dengan keheranan.

Viana pun spontan menoleh ke arah Ryan dengan perasaan gelisah.

"Papa?" tanya Viana untuk meyakinkan.

"Iya, Vi. Gimana? Aku angkat nggak?" tanya Ryan.

"Iya kamu angkat aja, Yan. Siapa tahu penting," sahut Viana.

"Oke, Bosku," jawab Ryan asal.

Klek,

"Halo, Om," jawab Ryan.

"Halo, Yan. Kamu dimana? Kenapa tiba-tiba menghilang?" tanya Wijaya dengan nada panik.

"Aku.... aku...."

Huh, entahlah. Ryan bingung harus memberikan alasan apa kepada omnya itu.