webnovel

ELYANA

Ini tentang Elyana, atau biasa dipanggil Eli yang menyukai kakak tirinya sendiri yaitu William Martinez, dengan kenyataan bahwa pria itu sangat membencinya karena pernikahan orang tua mereka. Eli sadar, mau sampai kapanpun mungkin William akan membencinya dengan terbukti sikap kasar yang sering pria itu berikan kepadanya entah melalui tindakan verbal maupun non verbal. Tapi Eli bisa apa, hal itu bahkan tidak bisa menghapus perasaannya kepada kakak tirinya itu. Karena bagi Eli, William adalah potret sempurna dari tipikal pria idamannya selama ini. Mungkin kata Jane memang benar, sahabatnya itu suka sekali menyebut ia bodoh karena sudah jatuh cinta dengan pria yang bahkan tidak pernah memikirkan perasaannya. Lagi-lagi Eli bisa apa? Namun sepertinya, prinsipnya yang ia pegang teguh itu membuahkan hasil. Atau mungkin, memang sejak dulu William memang menyukainya, namun tidak pernah dia tunjukkan karena sebuah alasan. Ya, dan alasan itulah yang akhirnya mengungkap rahasia kelam yang selama ini Papa Eli tutupi mengenai kematian Mamanya dan juga rahasia-rahasia besar lainnya. Darisana Eli sadar, bahwa selain mendiang Mamanya, William yang selama ini secara terang-terangan membencinya justru menjadi orang kedua yang peduli padanya. Dan justru bukan Papanya yang selama ini ia banggakan, ataupun Mama tirinya yang Eli pikir benar-benar baik kepadanya.

Shawingeunbi · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
113 Chs

Chapter 24

Hari ini adalah peringatan tujuh tahun kematian Sica, Eli sudah terlihat rapi bersiap mengunjungi makam mendiang Mamanya itu.

Dan kebetulan disaat Eli akan pergi, William juga terlihat menuruni tangga dengan pakaian santainya. Hari ini dia pasti libur.

"Kau mau kemana?" tanyanya menyadari Eli sudah bersiap-siap akan pergi.

"Kebetulan sekali kak Wil sudah bangun. Aku mau izin mengunjungi makam Mama sebentar saja kak. Bolehkan?" ucap Eli meminta izin kepada William.

"Begitukah? Kalau begitu tunggu sebentar." jawab William kembali menaiki tangga menuju ke lantai dua meninggalkan Eli yang kebingungan dengan sikap pria itu.

"Kak Wil mau kemana sih? Aku boleh pergi atau tidak? Kalau tidak ya sudah." teriaknya dari lantai bawah.

"Tunggu aku dalam lima belas menit, aku mau bersiap untuk memgantarmu." jawab William dari lantai dua.

Eli yang mendengar pernyataan William pun dibuat terkejut. William mengatakan akan mengantarkannya ke makam Mamanya, ia pun tanpa sadar tersenyum mengingat sikap William barusan.

Ia mengecek jam lewat ponselnya, ah iya, dirinya lupa mengatakan kalau ia sudah punya ponsel setelah William menghadiahkan ini beberapa hari lalu yang katanya sebagai hadiahnya karena ia sudah merawat pria itu sewaktu sakit.

Sebenarnya Eli tidak berharap dibelikan atau diberikan reward seperti ini karena jujur saja ia tulus merawat William waktu itu.

Tapi yang membuat Eli tidak mengerti, mengapa William bisa tahu kalau ia tidak punya ponsel? Berbicara tentang ponsel, ia jadi ingat akan kejadian beberapa waktu lalu juga saat ia meminjam ponsel milik William untuk menghubungi dokter Min. Foto wallpaper yang dipajang di ponsel William lebih tepatnya.

Ia benar-benar tidak salah lihat kalau fotonya lah yang dijadikan foto wallpaper ponsel William. Eli tidak mengerti mengapa William memasang fotonya, bahkan foto itu diambil secara candid. Jadi, apakah selama ini William sering memotretnya diam-diam? Pipi Eli terasa panas hanya memikirkan itu. Ia tidak berani berpikir macam-macam, karena ia takut jika ia sudah meyakini sesuatu tapi pada kenyataannya tidak sesuai ekspektasi malah nantinya akan menyakitinya. Bisa saja William memasang fotonya karena iseng? Eli tahu ini sangat konyol. Tapi ia tidak punya pilihan untuk mengelak. Ia malu dengan dirinya sendiri.

"Ayo!" tiba-tiba William sudah muncul dan hal itu membuat Eli berjengit kaget karena orang yang sedang dipikirkannya sudah berdiri menjulang di sampingnya.

"Ada apa denganmu?" heran William.

Eli menggelengkan kepalanya sambil tersenyum canggung, "Ayo!" lalu pergi mendahului William.

Mereka pun masuk ke dalam mobil dan mobil itu pun pergi melaju meninggalkan pelataran rumah. Dalam perjalanan menuju makam, suasana mobil berjalan cukup kondusif, seperti biasa Eli dan William berusaha mengobrol hal-hal kecil untuk mengusir kecanggungan.

Obrolan mereka pun harus terhenti disaat William menghentikan mobilnya tepat dicdepan sebuah toko bunga. Eli langsung diam ketika menyadarinya.

"Sebelum ke makam Mamamu, kita harus beli bunga dulu."

William nampak mengernyit ketika mendapati Eli hanya diam saja, tidak memberinya respon sama sekali.

"El?"

Eli terlihat masih diam ditempatnya, melihat itu William seakan diingatkan oleh sesuatu.

"Ah, apa kau mendengarnya juga?" tanyanya.

"Memang berita ini sudah tersiar secara publik kalau pemilik toko ini meninggal karena dibunuh. Wah, aku tidak menyangka ternyata kau suka baca berita juga ya? Tapi sudahlah, jangan takut, sekarang toko ini diteruskan oleh anaknya." tambah William berpikir jika Eli sedang ketakutan karena insiden kelam toko ini.

"Anaknya?"

William mengangguk. "Ayo turun dan pilihkan bunga kesukaan mendiang Mamamu."

Apakah yang dikatakan William benar? jika toko ini diteruskan oleh anaknya, maka Logan lah yang meneruskannya. batinnya.

"El? Ayolah." tiba-tiba William sudah membukakan pintu mobilnya.

"O-oke."

Eli pun akhirnya keluar dari dalam mobil dan mengikuti William dari belakang, namun lagi-lagi langkahnya terhenti ketika ia melihat sebuah mobil terparkir di samping toko.

"Mobil inikan--"

"Astaga, ada apa denganmu hari ini? Berhentilah melamun!" William menggenggam tangan Eli dan menuntunnya masuk ke dalam toko.

"Selamat datang, adakah yang bisa saya bantu?"

Dugaan Eli benar, ternyata Logan yang meneruskan usaha ibunya sendiri, jadi dia sudah tidak bekerja dengan Dylan lagi?

Sementara itu Logan terlihat terkejut akan kedatangan Eli.

"No-nona?" panggilnya lirih namun masih didengar oleh William.

"Kalian saling mengenal?" tebak William, tak berapa lama satu orang lagi datang menyambung.

"Logan, sepertinya stok bunga mawar merahmu tinggal sedikit."

Kebetulan macam apa ini? mengapa disaat seperti ini, harus ada Dylan disini?

William yang menyadari keberadaan Dylan akhirnya mengambil kesimpulan sendiri akan sikap aneh Eli hari ini.

"Ah, sepertinya toko ini mengingatkan kenangan indah kalian berdua."

Kini semua mata tertuju ke arah William.

"Apa maksud kak Wil?" ujar Eli pelan.

William tersenyum sinis. "Bukankah kalian sepasah kekasih di masa lalu? Masa aku harus aku yang mengingatkannya. Tapi, itu hanya masa lalukan? Bukannya sebentar lagi Dylan juga akan menikah?"

Mata Dylan sontak melebar mempertanyakan darimana tahunya pria itu tentang persoalan pernikahannya. Seakan tahu isi pikiran Dylan, William pun melanjutkan kalimatnya.

"Kabar pernikahanmu dengan Sissy sudah tersiar ke seluruh penjuru negri, kau tidak tahu? Atau jangan-jangan, kau berusaha menyembunyikannya di depan gadis yang dulu kau tinggalkan ini?"

Eli menoleh menatap William, "Kak Wil, bisakah kau berhenti?"

"Kenapa? apa yang aku katakan benarkan? Pria ini sudah meninggalkanmu begitu saja dulu. Dan sekarang kau tahu El? Dia mau menikah." jelas William bak seorang informan andalan.

Eli nampak memijit dahinya, "Lalu kenapa? Maksudku, aku tahu kau memang suka sekali mencari tahu urusan orang lain, tapi bukankah kali ini kau sudah keterlaluan?"

"El?"

"Kak Wil, dengarkan kata-kataku, aku sudah tahu." tegas Eli.

"Maksudmu?" William terlihat kaget.

"Aku sudah tahu jika Dylan akan menikah, bahkan dia juga mengundangku untuk datang ke pernikahannya." jelas Eli dan membuat William terdiam.

"Tidak mungkin, bukankah ini kali pertama kalian bertemu sejak beberapa tahun lalu?"

Eli berdecak. "Kau ketinggalan banyak berita. Logan, bisakah kau menyiapkan satu bungkus bunga mawar untukku?"

"Siap nona, Eli!"

Dan tidak berapa lama, Eli pun menerima bunga pemberian dari Logan dan bergegas keluar dari toko bunga itu setelah berpamitan. Sementara itu William masih terpaku ditempatnya.

Dylan yang melihat itu kemudian terkekeh. "Hei bung, jika kau memang menyukainya, tolong jangan sekali-kali bersikap dungu d idepannya seperti barusan, hahaha." ejeknya.

William mengepalkan tangannya menahan emosi, "Setidaknya aku lebih baik darimu, dan kau! Jika kau tak bisa menjaga Sissy dengan baik, aku tidak akan segan mematahkan lehermu!" ancamnya kepada Dylan, kemudian pergi dari sana.

"Tuan, sepertinya pria itu benar-benar tahu banyak tentang anda." ujar Logan menebak-nebak.

Dylan mengibas-ngibaskan tangannya ke udara, "Aku tahu. Tapi yang lebih membuatku penasaran, ada hubungan apa antara Sissy dan pria itu?"