webnovel

Elotalia : Love is Strange

Tora Yaguchi, 17 tahun, adalah siswa SMA yang pendiam, introvert,Di balik sikapnya yang dingin, Tora memendam depresi yang membuatnya sulit membuka hati pada cinta. Namun, semuanya berubah saat seorang gadis misterius muncul dan menyelamatkannya dari insiden memalukan. Tiba-tiba, Tora merasakan percikan perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Suatu hari, Tora tanpa sengaja menemukan portal ajaib yang membawanya ke dunia fantasi Elotalia. Di dunia baru yang penuh warna ini, Tora terkejut saat bertemu dengan versi dirinya di masa depan. Tora masa depan, yang telah menjadi penguasa harem yang sukses, memperingatkan Tora muda tentang kesalahan yang akan ia buat. Tora muda harus belajar menghargai orang-orang yang peduli padanya, terutama gadis yang telah menyelamatkannya. Petualangan Tora di Elotalia membawanya bertemu dengan berbagai gadis cantik dan unik, masing-masing dengan daya tarik dan kepribadian yang berbeda. Tora mulai menyadari bahwa setiap gadis memiliki peran penting dalam hidupnya. Seiring berjalannya waktu, Tora belajar membuka hati dan mengatasi traumanya, dibantu oleh dukungan dan cinta dari para gadis yang mengelilinginya. Namun, kebahagiaan Tora terancam saat terungkap rahasia kelam di balik portal Elotalia. Tora harus membuat keputusan sulit yang akan menentukan nasibnya dan orang-orang yang dicintainya. Akankah Tora memilih untuk mengorbankan kebahagiaannya demi menyelamatkan orang lain?

AryaRamadhan · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
5 Chs

Kekuatan Cinta & Ratu

Malam mulai menyelimuti Hutan Terlarang, membawa serta hawa dingin yang menusuk tulang. Api unggun yang dinyalakan Tora hanya memberikan sedikit kehangatan di tengah kegelapan yang pekat. Geiso masih belum sadarkan diri, terbaring lemah di atas tumpukan daun kering.

Hana duduk di samping Geiso, menggenggam tangannya yang dingin. Air mata mengalir di pipinya, membasahi jubah Geiso. "Geiso, bangunlah," bisik Hana dengan suara lirih. "Kami membutuhkanmu."

Tora berdiri di dekat api unggun, menatap kosong ke arah kobaran api. Rasa putus asa mulai menggerogoti hatinya. Mereka telah menemukan Kristal Harapan, tapi mereka tidak tahu cara menggunakannya. Geiso, satu-satunya orang yang mungkin bisa membantu mereka, kini terbaring tak berdaya.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang, Hana?" tanya Tora dengan suara putus asa.

Hana menggelengkan kepalanya, air matanya semakin deras. "Aku tidak tahu, Tora. Aku takut."

Tiba-tiba, suara ranting patah terdengar dari kejauhan. Tora dan Hana langsung waspada, mata mereka menyapu kegelapan hutan. Mereka mendengar suara langkah kaki mendekat, semakin lama semakin jelas.

"Siapa di sana?" teriak Tora.

Tidak ada jawaban. Suara langkah kaki semakin mendekat, disertai dengan suara gemuruh yang menggetarkan tanah. Tora dan Hana saling berpandangan, ketakutan terlihat jelas di mata mereka.

Sebuah bayangan besar muncul dari balik pepohonan. Itu adalah Ratu Morwenna, wajahnya pucat dan matanya menyala dengan kemarahan. Ia dikelilingi oleh sekelompok penjaga istana, siap untuk menangkap Tora dan Hana.

"Akhirnya aku menemukan kalian!" teriak Ratu Morwenna dengan suara dingin. "Kalian tidak akan bisa lari lagi dariku!"

Tora dan Hana berdiri berdampingan, siap untuk melawan. Mereka tahu bahwa mereka tidak akan bisa mengalahkan Ratu Morwenna dan pasukannya, tapi mereka tidak akan menyerah tanpa perlawanan.

"Jangan sentuh mereka!" teriak Geiso tiba-tiba.

Ratu Morwenna dan para penjaga istananya terkejut melihat Geiso yang tiba-tiba bangun dari tidurnya. Geiso berdiri dengan tegak, tongkat sihirnya teracung.

"Geiso!" seru Tora dan Hana bersamaan, lega melihat Geiso telah sadar.

"Kalian berdua, larilah!" perintah Geiso. "Aku akan menahan mereka!"

Tora dan Hana ragu-ragu. Mereka tidak ingin meninggalkan Geiso sendirian, tapi mereka tahu bahwa Geiso benar. Mereka tidak akan bisa membantu Geiso jika mereka ikut bertarung.

"Pergi!" teriak Geiso lagi. "Ini perintah!"

Tora dan Hana akhirnya mengangguk. Mereka berlari masuk ke dalam hutan, meninggalkan Geiso yang berdiri tegar di hadapan Ratu Morwenna dan pasukannya.

"Kau pikir kau bisa menghentikan kami, Geiso?" tanya Ratu Morwenna dengan nada mengejek.

"Aku akan melakukan apa pun untuk melindungi mereka," jawab Geiso dengan tegas.

"Kalau begitu, bersiaplah untuk mati!" teriak Ratu Morwenna sambil mengeluarkan sihirnya.

Geiso menutup matanya, siap menerima serangan Ratu Morwenna. Namun, serangan itu tidak kunjung datang. Geiso membuka mata dan melihat bahwa Ratu Morwenna dan pasukannya telah menghilang.

Tora dan Hana berlari sekuat tenaga, menerobos semak belukar dan melompati akar-akar pohon yang menghalangi jalan. Napas mereka terengah-engah, keringat membasahi tubuh mereka. Mereka tidak berani berhenti, takut Ratu Morwenna dan pasukannya akan segera menyusul.

"Tora, kita harus mencari tempat persembunyian!" seru Hana, suaranya bergetar karena kelelahan.

"Tapi di mana?" tanya Tora, matanya menyapu sekeliling dengan panik.

Tiba-tiba, Tora melihat sebuah celah sempit di antara dua batu besar. "Ke sana!" teriaknya, menarik tangan Hana.

Mereka berdua masuk ke celah itu, merangkak di antara batu-batu yang tajam. Celah itu semakin sempit, memaksa mereka untuk merayap dengan susah payah. Akhirnya, mereka sampai di sebuah ruangan kecil yang tersembunyi di balik batu-batu.

"Kita aman di sini," bisik Tora, napasnya memburu.

Hana mengangguk, lalu bersandar pada dinding gua, kelelahan. "Aku harap Geiso baik-baik saja," katanya dengan suara lirih.

Tora memeluk Hana, berusaha menenangkannya. "Aku yakin Geiso bisa mengurus dirinya sendiri. Dia penyihir yang kuat."

Namun, kata-kata Tora tidak bisa menghilangkan rasa khawatir Hana. Ia tahu bahwa Ratu Morwenna sangat kuat dan tidak akan mudah dikalahkan.

Sementara itu, di luar gua, Ratu Morwenna dan pasukannya telah tiba. Mereka berhenti di depan celah sempit, mata mereka menyapu sekeliling dengan waspada.

"Mereka pasti bersembunyi di suatu tempat di dekat sini," kata Ratu Morwenna dengan suara dingin. "Cari mereka!"

Para penjaga istana menyebar, mencari jejak Tora dan Hana. Ratu Morwenna berdiri di depan celah sempit, matanya menyipit. Ia merasakan kehadiran Tora dan Hana di dalam gua.

"Aku tahu kalian ada di dalam sana," kata Ratu Morwenna dengan suara mengancam. "Keluarlah sekarang juga, atau aku akan menghancurkan gua ini!"

Tora dan Hana saling berpandangan dengan cemas. Mereka tahu bahwa mereka tidak bisa bersembunyi selamanya. Cepat atau lambat, Ratu Morwenna akan menemukan mereka.

"Apa yang harus kita lakukan, Tora?" bisik Hana.

Tora menggigit bibirnya, berpikir keras. Tiba-tiba, ia teringat sesuatu.

"Hana, ingat artefak yang diberikan Geiso padamu?" tanya Tora.

Hana mengangguk. "Ya, aku ingat. Tapi apa hubungannya dengan situasi kita sekarang?"

"Mungkin artefak itu bisa membantu kita," kata Tora. "Ayo kita coba."

Mereka berdua mengeluarkan artefak yang diberikan Geiso. Hana mengeluarkan jubah tembus pandang, sepatu anti gravitasi, dan topi penerjemah bahasa hewan. Tora mengeluarkan peta Hutan Terlarang.

"Bagaimana cara kita menggunakan artefak ini?" tanya Hana.

Tora menatap peta Hutan Terlarang. Ia melihat sebuah tanda aneh di peta, tepat di lokasi mereka saat ini.

"Mungkin ini petunjuknya," kata Tora sambil menunjuk tanda aneh itu. "Ayo kita ikuti petunjuk ini."

Tora dan Hana menatap artefak-artefak di tangan mereka, kebingungan. Mereka tidak tahu bagaimana cara mengaktifkan benda-benda ajaib itu. Namun, rasa takut yang semakin mencekam membuat mereka bertindak impulsif.

"Tora," Hana berbisik, suaranya bergetar, "aku takut."

Tora menoleh, melihat wajah Hana yang pucat pasi. Ia merasakan ketakutan yang sama, namun ia tahu ia harus kuat untuk Hana. Tanpa berpikir panjang, Tora meraih wajah Hana dan menciumnya dengan lembut.

Pada saat bibir mereka bertemu, sebuah energi aneh mengalir di antara mereka. Artefak-artefak di tangan mereka mulai bersinar terang, memancarkan cahaya keemasan yang memenuhi ruangan sempit di dalam gua. Tora dan Hana merasakan kekuatan yang luar biasa mengalir ke dalam tubuh mereka, mengisi setiap sel dan jaringan.

Di luar gua, Ratu Morwenna dan para penjaga istananya merasakan perubahan energi yang drastis. Mereka berhenti sejenak, menatap gua dengan heran. Cahaya keemasan yang memancar dari dalam gua membuat mereka merasa tidak nyaman.

"Apa yang terjadi?" tanya salah satu penjaga istana dengan suara gemetar.

Ratu Morwenna menyipitkan mata, mencoba melihat ke dalam gua. Namun, cahaya yang menyilaukan membuatnya tidak bisa melihat apa pun. Ia merasakan kekuatan yang sangat besar dari dalam gua, kekuatan yang membuatnya merasa kecil dan tidak berdaya.

Tiba-tiba, Geiso muncul di belakang Ratu Morwenna dan para penjaga istananya. Ia menatap cahaya keemasan yang memancar dari gua dengan mata berbinar.

"Akhirnya," gumam Geiso dengan suara penuh kelegaan. "Mereka telah menemukan kekuatan sejati mereka."

Geiso tahu bahwa Tora dan Hana telah berhasil mengaktifkan artefak-artefak yang ia berikan. Ia tersenyum, mengetahui bahwa Elotalia kini memiliki harapan baru.

Di dalam gua, Tora dan Hana masih terpaku dalam ciuman mereka. Energi yang mengalir di antara mereka semakin kuat, mengubah tubuh mereka menjadi lebih kuat dan tahan banting. Jubah tembus pandang Hana menyatu dengan kulitnya, membuatnya tidak terlihat. Sepatu anti gravitasi Tora membuatnya bisa melayang di udara, menghindari serangan musuh. Topi penerjemah bahasa hewan Hana memungkinkan mereka untuk berkomunikasi dengan makhluk-makhluk hutan.

Tora dan Hana membuka mata mereka, terkejut dengan perubahan yang terjadi pada diri mereka. Mereka saling berpandangan, lalu tersenyum. Mereka tahu bahwa mereka siap menghadapi Ratu Morwenna dan pasukannya.

Tora dan Hana, dengan kekuatan baru yang mengalir dalam diri mereka, melangkah keluar dari gua dengan penuh percaya diri. Cahaya keemasan yang mengelilingi mereka membuat mereka terlihat seperti dewa-dewi yang turun dari langit.

Ratu Morwenna dan pasukannya tercengang melihat perubahan yang terjadi pada Tora dan Hana. Mereka tidak menyangka bahwa dua orang asing yang mereka anggap lemah ternyata memiliki kekuatan yang begitu besar.

"Mustahil!" teriak Ratu Morwenna dengan suara penuh amarah. "Bagaimana bisa mereka menjadi sekuat ini?"

Tanpa basa-basi, Ratu Morwenna melancarkan serangan sihirnya. Bola energi gelap melesat ke arah Tora dan Hana, namun Tora dengan mudah menangkisnya dengan perisai energi yang ia ciptakan. Hana, yang kini tak terlihat berkat jubah tembus pandangnya, menyerang dari belakang, menggunakan sepatu anti gravitasinya untuk melayang di udara dan menendang Ratu Morwenna hingga terpental.

Pertarungan sengit pun terjadi. Tora dan Hana menggunakan kekuatan baru mereka untuk melawan Ratu Morwenna dan pasukannya. Mereka bergerak dengan lincah, menghindari setiap serangan dengan mudah. Sihir Ratu Morwenna tidak mampu menembus perisai energi Tora, sementara serangan Hana yang tak terduga membuat pasukan istana kewalahan.

Di tengah pertempuran, Tora melihat Ratu Morwenna terpojok. Ia merasakan dorongan kuat untuk mengakhiri pertarungan ini. Tanpa ragu, ia meraih tangan Hana dan menariknya mendekat.

"Hana, aku mencintaimu," bisik Tora sebelum mencium Hana dengan penuh gairah.

Saat bibir mereka bertemu, energi keemasan yang mengelilingi mereka meledak, menciptakan gelombang kejut yang dahsyat. Ratu Morwenna dan pasukannya terpental ke belakang, terhempas ke tanah.

Ketika debu mereda, Ratu Morwenna terbaring lemah di tanah, cahaya merah di matanya mulai memudar. Ia menatap Tora dan Hana dengan tatapan bingung.

"Apa... apa yang terjadi?" tanya Ratu Morwenna dengan suara lemah.

Tora dan Hana mendekati Ratu Morwenna. Mereka melihat bahwa mata Ratu Morwenna telah kembali ke warna hijau aslinya, dan aura kegelapan yang menyelimuti dirinya telah menghilang.

"Ratu Elysia?" tanya Hana dengan ragu.

Ratu Morwenna mengerutkan keningnya. "Elysia? Siapa itu?"

Geiso, yang sedari tadi mengamati pertarungan dari kejauhan, mendekati mereka. "Dia adalah dirimu yang sebenarnya, Yang Mulia," kata Geiso. "Bayangan Kegelapan telah hilang dari dirimu."

Ratu Elysia menatap Geiso dengan tatapan kosong. Ia tidak ingat apa pun yang terjadi selama ia dirasuki oleh Bayangan Kegelapan.

Dengan Ratu Elysia yang masih linglung, Tora dan Hana membantunya berdiri. Geiso, yang telah menyaksikan semuanya dengan rasa lega, mendekati mereka.

"Yang Mulia," Geiso membungkuk hormat, "saya akan mencari kakak saya, Geito. Saya percayakan Ratu pada kalian berdua."

Tora dan Hana mengangguk, menerima tanggung jawab untuk membawa Ratu Elysia kembali ke istana. Mereka berjalan berdampingan dengan Ratu Elysia di tengah, menyusuri jalan setapak yang sama yang mereka lewati sebelumnya.

Ratu Elysia, yang masih belum sepenuhnya pulih dari pengaruh Bayangan Kegelapan, berjalan dengan langkah gontai, sesekali menatap Tora dengan tatapan bingung.

"Tora..." gumam Ratu Elysia tiba-tiba, membuat Tora dan Hana terkejut.

"Ada apa, Yang Mulia?" tanya Hana dengan hati-hati.

Ratu Elysia berhenti berjalan, menatap Tora dengan mata berbinar. "Tora... aku menyukaimu," katanya dengan suara pelan namun tegas.

Tora terbelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Hana juga terkejut, rahangnya menganga lebar.

"Apa maksud Anda, Yang Mulia?" tanya Tora dengan gugup.

Ratu Elysia tersenyum malu-malu. "Sebelum aku pingsan tadi, aku bermimpi tentangmu, Tora. Kita... kita berciuman."

Wajah Tora memerah padam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia melirik Hana, yang menatapnya dengan tatapan penuh arti.

"Yang Mulia, mungkin Anda hanya salah paham," kata Hana berusaha mencairkan suasana. "Mungkin mimpi itu hanya efek samping dari sihir yang Anda alami."

Ratu Elysia menggelengkan kepalanya. "Tidak, Hana. Aku yakin itu bukan hanya mimpi. Aku merasakan sesuatu yang istimewa saat aku bersama Tora."

Tora semakin bingung. Ia tidak tahu bagaimana harus menanggapi pengakuan Ratu Elysia. Ia melirik Hana lagi, berharap Hana bisa membantunya keluar dari situasi canggung ini.

Hana menghela napas panjang. "Yang Mulia, saya pikir kita harus melanjutkan perjalanan kita ke istana. Ada banyak hal yang harus Anda selesaikan di sana."

Ratu Elysia mengangguk, lalu mereka bertiga melanjutkan perjalanan. Suasana menjadi hening, hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar. Tora merasa canggung, sementara Hana berusaha keras untuk menyembunyikan rasa cemburunya.

Ketika mereka tiba di istana, para pelayan dan penjaga istana terkejut melihat Ratu Elysia kembali dengan selamat. Mereka menyambut Ratu Elysia dengan sorak-sorai gembira.

Ratu Elysia, yang masih belum sepenuhnya pulih, tersenyum lemah pada rakyatnya. Ia kemudian menoleh ke arah Tora dan Hana.

"Terima kasih telah membawaku pulang," kata Ratu Elysia dengan tulus. "Aku berhutang budi pada kalian berdua."

Tora dan Hana membungkuk hormat. Mereka merasa lega karena Ratu Elysia telah kembali dengan selamat. Namun, mereka juga merasa penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Akankah Ratu Elysia mengingat kembali perasaannya pada Tora? Bagaimana reaksi Hana jika Ratu Elysia benar-benar jatuh cinta pada Tora?