"Ampun, deh, Ngga, lain kali kalo mau jemput jangan pake mobil napah?" gerutu Asha saat sudah di dalam mobil Angga, dalam perjalanan ke sekolahnya.
"Memang bakal ada kali lain?" tanya Angga menggoda sambil menaikturunkan alisnya dan terkekeh.
"Ya, nggak juga, siy. Jangan jemput-jemput lagi, deh. Pokoknya kita jangan jalan bareng lagi."
"Lho, kok, gitu?"
"Ya, gitu! Fansmu tuh ganas-ganas tauk!" Asha menjawab sambil cemberut.
"Takut?" Angga tersenyum jahil.
"Cih! Gak level, ya! Gue, 'kan bentar lagi tes Dan 4. Fans lo mah gak ada apa-apanya!" jawab Asha sebal, yang disambut tawa Angga yang semakin keras.
"Lo tau?"
"Kagak!"
"Ya, iyalah. Gue, 'kan belum ngomong."
"Bodo!" Sambil melipat kedua tangannya di depan dada dan memalingkan muka, Asha melihat keluar jendela memandang jalanan yang makin lama mendekati sekolah mereka.
"Lo makin cantik, deh, kalo lagi ngambek, Sha! Itu yang bikin gue suka sama lo," ucap Angga lirih dengan nada serius, ekspresi wajahnya pun terlihat serius.
"Stop! Stop! Stop!" perintah Asha tiba-tiba, membuat Angga menghentikan laju kendaraannya tiba-tiba. Untung saja jalanan masih lengang.
"Aduh, Sha, jangan bikin kaget gua, dong!" bentak Angga seraya memejamkan mata menahan emosinya.
"—"
"Sorry, Sha. Bukan maksud gue bentak lo."
"Igh ge er. Gue minta berenti, karena gue mau turun di sini aja. Gue gak mau keliatan turun dari mobil lo, pas sampai parkiran sekolah," jelas Asha gemas.
"Gak bisa. Gue gak mau."
"Ya, udah gue loncat niy."
"Duh jangan dong, Sha! Oke, oke, lo turun, deh. Jangan loncat, nanti hati gue sedih."
"Igh, basi tau gak! Thanks, ya, Ngga tumpangannya. Gak ada lain kali lo ajak gue, ya."
Angga menahan tangan Asha, sebelum gadis itu membuka pintu. "Kasih gue alasan, kenapa lo nolak gue antar jemput."
Asha memejamkan matanya sejenak dan menghela nafas. "Gue gak mau kasih harapan buat lo, Ngga. Bukan karena gue takut ma fans lo. Tapi papaku galak. Gak akan ijinin gue deket sama anak cowok. Apalagi pacaran."
Angga terdiam tapi masih menggenggam tangan Asha. "Tapi gue boleh tau, 'kan perasaan lo ke gue gimana?"
"Biasa aja, Ngga. Lo temen gue. Kaya gue anggap lo Nia, sahabat gue," jawab Asha.
"Beneran?"
"Masa gue bohong."
"Dulu maupun sekarang?"
"Maksudnya?" Asha mengerutkan keningnya dan menatap mata Angga.
"Lo gak pernah suka sama gue? Sekalipun dari kelas 1?"
Asha tertawa. "Hadeh gini, niy, kalo jadi orang ngerasa kecakepan gegara banyak cewek yang naksir."
"Gue serius, Sha!"
"Gue juga serius!"
"Oh, oke!" Angga terdengar marah yang membuat Asha berhenti tertawa.
"Ok, hehe," jawab Asha, seraya membuka pintu cepat-cepat, saat Angga melonggarkan pegangan tangannya. Saat menutup pintu mobil, Asha tersenyum jahil dan berlari menjauh, membuat Angga makin gusar.
'Gagal lagi gue! Gila, niy, cewek jual mahal banget!' Angga membatin seraya menjambak rambutnya dengan kedua tangan. Lalu tak lama mobilnya pun melaju menuju parkiran sekolah.
Asha yang melihat Angga turun dari mobilnya hanya tersenyum, tanpa menyadari bahwa sahabatnya memperhatikan mereka berdua.
"Jadi???" tembak Nia, membuat Asha kaget.
"Ya, Tuhan, Niaaaaa!!!! Kalo gue jantungan gimana???" teriaknya, yang diteriaki malah berlari menghindar, membuat Asha mengejarnya.
Angga yang melihat Asha mengejar-ngejar Nia hanya diam mematung. Dan tiba-tiba Arman menepuk bahunya.
"Apa kabar Bro! Serius kali tatapan matamu itu."
"Bukan urusan lo!" ucap Angga kesal dan meninggakan Arman begitu saja menuju kelasnya.
***
Di kantin saat jam istirahat siang itu, Nia kembali mengorek-ngorek informasi dari sahabatnya yang tetap tidak mau bercerita tentang Angga.
"Udah, deh, Nia! Pusing gue, denger pertanyaan lo yang itu-itu aja!"
"Abisan, lo gak mau ngaku, klo lo jadian ma Ang—" belum selesai Nia mengucapkan mulutnya sudah dibekap oleh Asha.
"Bisa gak, lo gak sebut namanya? Ntar ada yang denger. Gue yang pusing."
"—"
"Gue lepas tangan gue, tapi lo diem, yah. Kalo nggak, awas, nih," ancam Asha sambil mengarahkan kepalan tangan satunya yang bebas.
Nia hanya mengangguk pasrah.
"Gak ada apa-apa. Titik. Oke? Jangan nanya lagi" tukas Asha sebelum sempat Nia membuka mulutnya.
"Siang, Sha ...," tegur seseorang dari belakang Asha. Yang ditegur diam tak bergeming. Bahkan menoleh pun tidak.
Nia yang terlihat heboh, sengaja diinjak kakinya, agar tidak bersuara dan langsung terdiam saat Asha melotot padanya. Nia kemudian menundukkan pandangannya.
"Lo gak jawab sapaan gue siy, Sha," ujarnya seraya mendudukan bokongnya di kursi, tepat di hadapan Asha. Nia hanya terbelalak melihatnya.
"Angga, please. Gue laper, jangan ganggu gue, oke!" jawab Asha tegas.
"Oke. Tapi gue tunggu pulang sekolah, ya. Dan gue gak terima penolakan!" ketus Angga, seraya beranjak dari kursinya dan meninggalkan Asha yang sibuk dengan makanannya, sementara Nia makin membelalakan matanya.
Merasa ditatap Asha berujar, "Dah jelas, 'kan, Nia?"
"Lo baru jadian, trus berantem?" tanyanya bingung.
Asha yang sudah selesai makan, menepuk jidatnya sendiri. "Ampun, deh, niy, anak. Gue udah bilang, gak ada apa-apa Nia!"
"Tapi—"
"Gak ada tapi!"
"Kalo gitu, lo rela, kalo Angga gue deketin?"
Asha yang sedang meneguk minumannya, tersedak, kemudian terbatuk-batuk. Matanya berair dan hidungnya meler.
Nia yang panik, langsung menyodorkan tisu. "Lo gak apa-apa, 'kan, Sha?" tanyanya khawatir.
"Bilang apa lo barusan?" tanya Asha tidak percaya.
"Gue suka Angga, udah lama, siy, tapi gue takut, Sha. Makanya gue diem-diem aja."
"Sejak kapan?"
"Semenjak awal daftar sekolah." Nia menunduk malu.
"Ya ampun Niaaaaa—" triak Asha gemas, yang langsung dikode Nia, untuk menurunkan volume suaranya. Kantin mulai ramai didatangi para siswa yang ingin mengisi perut mereka.
Menyadari situasinya, Asha lalu menurunkan suaranya hingga menyerupai bisikan, "Lo serius, mau deketin Angga?"
Nia mengangguk mantab, kemudian menggeleng pelan.
"Jangan plin plan, dong, ah. Mau apa nggak?" Asha menegaskan.
"Gue takut ditolak, Sha. Pan dia sukanya ma lo. Trus fansnya juga gila, 'kan." Nia tertunduk lesu.
"Iya, siy. Dan gue juga gak bisa bantu. Tapi, gue rela, gue ikhlas, kok, kalo lo jadian sama Angga."
"Serius?"
"Masa gue becanda"—Asha menjeda ucapannya seraya meneguk habis minumannya—"setidaknya kalo misi lo berhasil, gue bebas dari kejaran Angga." Asha tersenyum jahil.
"Dasar lo, Sha!" Seraya melempar tisu bekas ke arah Asha.
***
"Maaf, gue gak bisa nerima lo," ujar seseorang, kepada gadis di hadapannya, yang tertunduk lesu, seraya memainkan jemarinya untuk mengatasi kegugupannya.
"—"
"Lo, 'kan tau, gue lagi pe de ka te sama siapa." Nia mendongakan kepalanya dan menatap kedua mata Angga tajam.
"Tapi, dia, 'kan udah nolak lo."
"Bukan urusan lo."
"Apa kurangnya gue dibanding Asha?"
"Gak ada. Tapi bukan itu intinya."
"Maksud lo?"
"Pertama, gue gak suka cewek yang agresif. Kedua, gue gak ada rasa sama lo. Ketiga,—"
"Ketiga apa?"
"Lo bukan Asha."
"Oke. Gue terima alasan lo. Tapi gue masih bisa, 'kan jadi temen lo?"
"Gue rasa, gak ada yang namanya pertemanan, antara cewek dan cowok," jawab Angga sambil berlalu meninggalkan Nia, terdiam mematung.
Angga masih kesal dengan kejadian hari itu. Bagaimana tidak, saat istirahat dia sudah bilang menunggu Asha saat pulang sekolah. Namun ternyata yang menantinya di parkiran dekat mobilnya adalah Nia, sahabat Asha. Sedangkan Asha sendiri, sudah pulang lebih dulu saat jam pelajaran ketiga baru saja dimulai.
***