webnovel

Berita Mengejutkan

Firda menoleh ke arah kanan dan kiri ketika keluar dari kerumunan orang-orang yang ingin melihat nilai. Mencari kedua sahabatnya, namun tak kunjung menemukan mereka. Akhirnya Firda keluar gedung, berniat untuk menunggu di sana.

Firda : Dimana gengs? Gue tunggu di luar yak. Rame banget, pala inces pening.

Klik.

Di sana Firda menyadarkan punggung di tembok, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana, dan melamun menatap kaki yang ia gerak-gerakkan karena bosan.

"Nyari apa? Uang koin?"

Suara bariton itu sangat Firda kenal tiba-tiba terdengar menggodanya.

Firda mengangkat kapalanya. Matanya sayu mendapati Willi berdiri di sebelahnya. Willi juga ikut menempelkan bahunya di tembok, berdiri menghadapnya.

"Nyari kamu. Kali aja kamu berubah jadi Ant Man makanya dari kemarin nggak ada kabar berita," jawab Firda asal.

Willi berdecak seraya menyadarkan punggungnya di tembok. Membuat Firda dan Willi sama-sama menghadap ke depan.

"Kenapa nggak telpon, ya?" ucap Willi enteng.

'Huh! Dasar maunya ditelpon terus,' gerutu Firda, membatin.

"Nggak punya pulsa." Firda menjawab semakin asal karena tak terpikirkan alasan lain. Maklum saja, Firda jarang berbohong. Ya sekali berbohong kurang kreatif.

"Perasaan kamu pake abodemen."

Tuh, kan! Saking nggak kreatifnya jadi tolol sendiri. Jelas-jelas Firda pake pasca bayar.

"Limitnya udah habis," balasnya masih kukuh pada alasan awal.

"Bukannya telpon pake WA gunain internet? Di rumah kan ada WiFi?"

Ya, Tuhan.

Firda mendengus. Dia jadi kesal sendiri.

"Emang nggak mau nelpon kali?" Willi berkata sinis.

Ketahuan banget, ya?

"Iya. Males." Singkat, padat, jelas, Firda mengatakan hal ini sambil tetap fokus ke kakinya.

"Karena udah ada yang sering nelpon?" tanya Willi. Suaranya datar namun ketara sekali dia cemburu. Meski nada suaranya datar.

Firda tertekun sesaat sebelum akhirnya menoleh ke arah Willi. Melihat dirinya yang berusaha menatap ke arah lain untuk menghindari tatapannya.

Willi lagi cemburu? Seriusan?

Ingin sekali Firda tertawa terbahak-bahak melihat arca setengah manusia kesal sendiri seperti sekarang ini.

"Kamu dikerjain Diva. Nggak ada yang suka nelpon aku," tutur Firda jujur. Tapi ampuh juga ternyata, ya? Rupanya langsung nyamperin Firda setelah merasa terancam.

Willi mendengus.

"Fir!" panggil Diva dari kejauhan.

Refleks Firda menoleh ke arah suara itu. Ternyata Diva telah bersama Okta di ujung koridor. Firda lalu melambaikan tangan kepada mereka mengisyarakan, tunggu sebentar.

Mereka memahaminya dikarenakan mereka melihat Firda bersama Willi. Diva memberikan jempolnya, berbicara dengan Okta sambil menunjuk ke arah dirinya dan Willi.

Kembali Firda menoleh ke Willi. "Besok aku ada interview."

"Interview apa?" tanya Willi tanpa mengangkat kepalanya. Tatapannya kini fokus memandangi Adidas putih yang ia pakai.

"Magang. Aku mau magang selama libur tiga bulan," beritahunya. "Kamu ada rencana apa?"

Willi terdiam. Tidak menjawab.

Lagi-lagi Firda menghela napas panjang. Ia pasrah. Memang sebegitu susahnya berbincang dengan Willi. Firda layaknya wartawan, bahkan terkadang narasumbernya juga ogah-ogahan jawabnya. Ngeselin, kan?

"Aku pergi dulu lah kalau gitu." Karena sudah putus asa Firda memilih mengakhiri obrolan kaku ini.

Namun tiba-tiba Willi berkata, "Aku mau ke Inggris."

Pernyataan yang sangat tiba-tiba itu sukses menghentikan langkahnya.

Kening Firda berkerut-kerut. Begitu juga mimik wajahnya begitu terkejut mendengar penuturan Willi untuk kesekian kalianya. Dan ini paling mengejutkan untuknya.

Kepala lelaki itu mengangguk pelan. Mengonfirmasi bahwa perkataan barusan dia ucapkan benar adanya.

"Ini tuh maksudnya kamu lagi ngasih tau kalo kamu punya cita-cita jalan-jalan ke Inggris atau ngasih tau benaran mau berangkat ke Inggris sih?"

Sungguh, Firda tak mengerti pada Willi. Setiap kata keluar dari mulutnya selalu penuh kejutan. Alih-alih membuat Firda senang, dia justru menambah beban baginya.

Diam. Willi diam dalam bisu. Ingin mengatakan tegas dia tak berbohong. "Mau berangkat benaran."

Demi apa? Firda tidak salah dengar, kan? Ah! Sejujurnya Firda tak ingin percaya.

"Liburan?"

Willi mengangkat bahu. "Sort of."

"Maksudnya?"

Terdiam. Butuh waktu lama bagi Willi mengendalikan keadaan sekarang. Terlebih ia takut bila Firda marah.

"Wil, kamu lagi gak sariawan, kan?" tanya Firda ragu-ragu. "Kalau kamu nggak mau nelpon duluan terus diajak ngomong cuma pake bahasa isyarat gini, aku berasa pacatan sama boneka dufan tau nggak?"

Bukannya menjawab Willi justru diam. Masih di posisinya, bersandar ke tembok, sedang kepalanya menunduk dengan mata yang tak hilang fokus menatap ujung sepatunya.

"Will?" panggil Firda lagi.

Firda berjongkok agar ia mendapatkan perhatian Willi. Sebab lelaki itu terus saja melihat ke bawah.

"Aku harus secaper ini ya kalau ngobrol sama kamu?" Terpaksa Firda menengadah untuk menatap Willi. Jika tidak, maka dia dianggap gila karena terus berbicara tanpa direspon lebih oleh Willi.

Silly things I have done because of Willi .... Ugh.

Hingga akhirnya Willi mengangkat juga kepalanya dan Firda hanya bisa mendesah sambil berdiri kembali.

Willi menatap Firda datar. Terlihat dari manik mata hazel itu lurus menusuk meski tak terlalu tajam. Firda tahu ada sesuatu di dalam mata indah milik Willi. Hanya saja Firda tak bisa menebaknya. Ia tahu Willi ingin bicara, tapi sulit mengatakannya karena Willi bukan orang yang mudah berkata-kata.

"Aku diajak Mama cari sekolah di sana," lirih Willi pelan. Menjatuhkan bom tepat di jantungnya. Sukses membuat Firda ternganga.

"Aku bajal di sana selama 2 bulan ke depan. Ditemenin Mama," sambung Willi kemudian.

Detik ini Firda tidak dapat menahan betapa kagetnya ia mendengar berita menyebalkan ini. Mungkin jika Firda hantu, mulutnya sudah menganga hingga jatuh ke lantai.

Cari sekolah? Sejak kapan Willi ada rencana lanjut sekolah di Inggris? Kok Firda nggak tahu sama sekali? Narasumbernya ini ternyata nggak sejujur itu ya kalau menjawab pertanyaan-pertanyaan darinya? Apa karena Firda nggak pernah nanya, "Hai, apakah kamu ada rencana meninggalkan aku tanpa pesan?"

Kemudian Firda tertawa miris disertai kepala menggeleng. Tidak! Ia tidak percaya dengan sikap Willi yang segini tak acuhnya.

"Terus baru bilang sekarang?" Polosnya Firda menanyakan itu. Tak enaknya ia tertawa getir. "Go to hell aja deh kamu, Wil."

Perlahan Firda berbalik, berniat meninggalkan Willi. Firda sudah kehabisan kata-kata saat ini. Ia yakin Willi juga paham kalau dirinya marah. Firda benci diamnya Willi menurutnya kelewat batas.

"Fir!"

Willi berusaha memanggilnya tapi sayang Firda tak peduli. Sebab matanya mendadak panas, dan mungkin akan mengeluarkan air mata dalam hitungan menit.

Dari semua ketidakpedulian diberikan oleh Willi kepadanya selama hampir dua tahun ini, Firda merasa ini paling keterlaluan.

Lelaki itu sama sekali tidak ingin berbagi apa pu pada Firda. Termasuk rencana masa depannya. Hal ini pula menjadikan otak Firda berpikir jika ia tak ada artinya di dalam hidup Willi.

Dadanya terasa sesak. Jutaan desiran hangat itu menyeruak nyaris membuat bindeng hidungnya akibat mati-matian menahan tangis.

Firda jadi bertanya-tanya, jika Willi sedang membayangkan masa depannya, adakah ia di sana walupun hanya sebagai figuran?

To Be Continued.