webnovel

Tamu Familier

Aku terbangun karena suara ayam berkokok. Masih mengantuk, tetapi aku harus segera bangun. Lagi pula tidak baik seorang perempuan bangun saat matahari telah terbit.

"Raden Ayu, baru saja saya mau bangunkan. Ternyata Raden Ayu sudah bangun," ucap Laksmi sambil menaruh sebuah mangkuk berwarna emas di sampingku.

Terlihat seperti air, tetapi saat kusentuh ternyata minyak. Aku tidak bertanya apapun karena Laksmi bergegas pergi keluar lagi. Entah apa yang sedang dia perbuat, Laksmi terlihat sibuk.

Beberapa saat setelah Laksmi keluar, Widuri masuk dengan membawa wadah yang cukup besar, seperti sebuah kendi tetapi berwarna emas. Aku rasa peralatan di zaman ini berwarna emas.

Widuri membawa wadah itu dengan hati-hati. Entah apa isinya, tetapi terlihat mengeluarkan asap.

"Apa yang kau bawa itu, Widuri?" tanyaku karena memang penasaran dengan asap yang keluar dari wadah yang dibawa Widuri.

"Ini untuk perawatan Raden Ayu. Agar Raden Ayu merasa segar dan kecantikan Raden Ayu makin bersinar." Widuri meletakan wadah itu di bawah dan di atasnya ditaruh sebuah kursi kecil yang tengahnya berlubang.

Untuk apa kursi seperti itu diletakan di bawah wadah yang berasap itu. Aku mencium gelagat aneh dari Widuri. Perasaanku juga tidak enak.

Laksmi kembali membawa mangkuk emas lain yang juga diletakan bersebelahan dengan minyak yang tadi ia bawa.

"Nah, ini apa lagi? Yang ini minyak, terus yang kau bawa itu apa, Laksmi?" tanyaku sambil menunjuk wadah yang baru dibawa Laksmi.

Laksmi tersenyum sambil memintaku menyentuh isi dalam wadah yang baru dia bawa. Teksturnya seperti masker yang biasa digunakan untuk perawatan wajah, hanya saja lebih kasar, warnanya pun putih pucat.

"Ini adalah bedak dingin beras kencur, Raden Ayu. Saya akan pakaikan di wajah Raden Ayu untuk merawat kulit wajah Raden Ayu," jelas Laksmi seraya menaruh mangkuk itu.

Laksmi mengambil mangkuk yang pertama ia bawa dan kembali memintaku menyentuhnya lagi. Namun, kali ini aku menolak karena sudah kusentuh tadi. Isi wadah itu adalah minyak, aku yakin itu.

"Ini cem-ceman, Raden Ayu. Ini untuk merawat rambut Raden Ayu." Laksmi kembali tersenyum sambil meletakan wadah tadi.

"Jadi ... ini semua untuk perawatanku?"

"Iya, Raden Ayu. Sekarang, kita lakukan yang pertama harus dilakukan." Laksmi menuntunku berdiri dan berjalan ke arah kursi yang dibawahnya ada wadah berasap tadi.

Firasatku tidak baik soal wadah itu. Aku jadi ragu melangkah mendekatinya.

"Laksmi ... apa yang akan kita lakukan?" tanyaku untuk memastikan firasat burukku tidak terjadi.

"Raden Ayu akan melakukan ratus. Raden Ayu sangat suka melakukannya dulu. Kami selalu diminta untuk menyiapkan bahan-bahannya dan Raden Ayu selalu melakukannya setiap pagi," jelas Laksmi seraya tersenyum.

Entah kenapa senyum Laksmi terasa aneh. Aku juga tidak tahu apa yang dimaksud dengan ratus. Walau sedikit ragu. Namun, aku tetap melangkah mendekati kursi yang berlubang itu.

"Tunggu ... apa itu ratus, Laksmi?" tanyaku untuk menghilangkan ketidaktahuan.

"Perawatan ini untuk merawat area kewanitaan Raden Ayu. Hanya perlu duduk di atas kursi yang berlubang itu dan biarkan asap dari air panas itu yang bekerja."

Seketika aku merasa terkejut dengan penjelasan Laksmi. Perawatan ini untuk menjaga ....

Tidak! Aku tidak mau. Walau itu baik bagi kesehatan, tetapi aku tidak mau melakukannya.

"Tidak! Singkirkan! Aku tidak mau melakukannya." Aku sedikit membentak agar Laksmi atau Widuri menjauhkan wadah yang berisi air itu.

"Tapi, Raden Ayu. Biasanya Raden Ayu suka melakukannya." Widuri memintaku untuk duduk dengan meraih tanganku.

"Itu dulu, mulai hari ini aku tidak suka. Jika kalian suka, kalian saja lakukan."

"Tidak apa-apa, Raden Ayu. Mari sini." Widuri dan Laksmi mendekat ke arahku seolah aku ini makanan empuk bagi mereka.

Aku berjalan mundur ke arah pintu kamar untuk melarikan diri dari dua pelayan itu. Namun apesnya diriku karena menabrak Kakang Manunggal saat berhasil lari keluar dari kamar.

"Kenapa berlari?" tanya Kakang Manunggal dengan keras.

"A-aku ... aku minta maaf, Kakang. Aku tidak sengaja."

Di belakangku muncul Laksmi dan Widuri yang terlihat terngah-engah padahal berlari hanya dalam beberapa detik saja.

"Laksmi, Widuri, kenapa dengan Raden Ayu kalian? Kenapa dia sampai berlarian seperti ini?" tanya Kakang Manunggal lagi tapi kali ini tidak sekeras tadi.

"Ini Raden, kami menyiapkan semua untuk melakukan ra-"

"Ssst! Laksmi, Widuri. Kembali, tidak perlu menjelaskan apapun." Aku memerintahkan keduanya kembali ke kamar agar mereka tidak keceplosan membicarakan tentang ratus. Bisa malu aku jika Kakang Manunggal tahu aku akan melakukan hal itu.

Kali ini Kakang Manunggal menatapku dengan tatapan yang tidak biasa. Laki-laki itu melihatku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Entah apa yang ia perhatikan dari diriku.

Setelah memerhatikanku, Kakang Manunggal berlalu dengan tersenyum seraya menggelengkan kepalanya. Apa artinya semua itu? Senyumnya itu membuatku bertanya-tanya apa yang sedang dipikirkan oleh suamiku itu.

Apa jangan-jangan ... dia tahu tentang ratus? Oh, betapa malunya aku jika dia tahu tentang itu.

***

Aku merasa sangat segar setelah Laksmi memakaikan bedak dingin beras kencur tadi. Rasanya sejuk saat adonan yang mirip dengan masker modern itu menempel di wajahku. Terasa sangat segar setelah mencuci muka.

"Apa aku benar-benar suka melakukan ratus?" tanyaku pada Widuri yang sibuk menyisir rambutku.

"Iya, apa Raden Ayu tidak ingat?"

"Bukan, bukan tidak ingat, aku hanya lupa."

"Semua perawatan yang kami lakukan untuk Raden Ayu adalah perawatan yang dilakukan oleh Yang Mulia Ratu Ken Dedes," ujar Laksmi menambahkan.

"Yang Mulia Ratu Ken Dedes?"

"Benar, semuanya turun temurun dan kami tahu soal ini setelah Nyai Darsih--ibu Raden Ayu yang menjelaskan manfaat semua itu," imbuh Widuri.

Selama mendalami peran sebagai Ken Dedes, aku tidak pernah tahu soal ini dan inilah pertama kali aku mengetahui Ken Dedes melakukan semua perawatan ini. Pantas saja Ken Arok bisa jatuh cinta padanya.

"Raden Ayu, Raden Ayu ditunggu Raden Arya Manunggal di depan," ucap seseorang dari luar. Suaranya terdengar seperti suara Gendhis. Aku rasa gadis pelayan itu yang memanggilku.

Aku segera keluar untuk memastikannya. Namun, saat keluar yang kutemui bukanlah Gedhis melainkan Kakang Manunggal yang terlihat sangat tampan dengan pakaian berwarna coklat.

"Banyak tamu yang ingin menemuimu," ucapnya sambil meraih tanganku. "Ayo ikut," ajaknya.

"Tidak, Kakang. Aku belum bersiap. Lihat rambutku saja masih berantakan. Widuri belum selesai menyisirnya."

Kakang Manunggal melepaskanku sambil tersenyum. "Baiklah, lanjutkan lagi, tapi setelah selesai segeralah pergi ke depan. Banyak orang yang menunggu," ucapnya seraya berlalu pergi.

Entah siapa yang ingin menemuiku. Siapapun itu, aku harus terlihat baik dan rapi di depannya, apalagi Kakang mengatakan banyak orang. Itu artinya lebih dari satu.

Laksmi dan Widuri kembali merapikan penampilanku. Keduanya ulet melakukan hal itu. Aku hanya bisa diam bak boneka yang sedang didandani.

"Sudah, Raden Ayu," ucap Laksmi seraya tersenyum padaku.

Aku beranjak untuk menemui Kakang Manunggal dan para tamu. Sepertinya para tamu penting yang akan aku temui hingga tadi Kakang Manunggal sendiri yang menjemputku di depan kamar.

Beberapa laki-laki tengah berkumpul di ruangan depan. Mereka semua tampak akrab dengan Kakang Manunggal. Siapa mereka?

"Laksmi, Widuri, apa kalian kenal mereka?" tanyaku seraya menunjuk kumpulan laki-laki yang tengah duduk bersama dengan Kakang Manunggal.

"Kami hanya kenal beberapa saja, Raden Ayu," jawab Widuri.

"Siapa saja yang kalian kenal?"

"Yang duduk di sebelah kanan Raden Arya Manunggal ada Patih Raganata, Rakryan Mantri Arya Wiraraja, Mpu Wirakreti, Patih Kebo Anengah dan Patih Panji Angragani."

"Yang duduk disebelah kiri Raden Arya Manunggal, ada Rakryan Mahamantri Dyah Adwayabrahma, Rakryan Sirikan Dyah Sugatabrahma, Payaman Hyang Dipangkaradasa dan yang terakhir ada Rakryan Demung Mpu Wira," ucap Laksmi menambahkan.

"Yang lain? Masih ada empat orang."

"Kami tidak kenal, Raden Ayu," jawab Laksmi dan Widuri bersamaan.

Nama-nama yang Laksmi dan Widuri jelaskan terdengar familier. Namun, siapa sebenarnya mereka semua? Lalu, kenapa mereka ingin bertemu denganku?