webnovel

Demam

Ketika Arya sampai di rumahnya hal yang pertama kali dia lihat adalah Ibunya yang sedang tersungkur di lantai.

Dia tidak tahu apa yang membuat Ibunya tergeletak tak berdaya, tapi dia tahu bahwa dia harus segera menolongnya. Arya segera menghampiri Ibunya dan memeriksa tubuhnya.

"Panas..."

Itulah yang dikatakan oleh Arya begitu dia menyetuh kening Ibunya. Dia sama sekali tidak sadar jika Ibunya mengalami demam yang tinggi. Padahal pagi ini Ibunya nampak baik-baik saja, tapi kenapa sekarang tubuh Ibunya menjadi sangat panas?

Karena merasa tidak ada gunanya mengeluh tentang dirinya yang tak dapat menyadari keadaan Ibunya, Arya memutuskan untuk segera mengangkut Ibunya ke kamar Ibunya, lalu membaringkannya di kasur.

Arya tidak begitu yakin apakah yang harus dia lakukan untuk menangani orang sakit, karena dia tidak begitu ahli dalam bidang medis. Di rumahnya tidak ada termometer yang bisa dia gunakan untuk mengukur suhu Ibunya, dia juga tak yakin apa yang harus dia lakukan.

Arya segera mencari smartphone milik Ibunya untuk mencari tahu apa yang harus dia lakukan untuk mengatasi demam Ibunya. Ibunya sangat jarang terkena sakit, bahkan sudah lama sekali Arya melihat Ibunya demam. Jadi ini adalah pengalaman pertamanya merawat Ibunya yang sedang sakit.

Setelah menemukan smartphone Ibunya, dia segera mengetikan cara menurunkan demam dan mencari artikel yang tepat untuk mengatasi demam Ibunya. Setelah membaca satu artikel, dia segera melakukan perintah yang paling mungkin dia lakukan saat ini, yaitu memberi Ibunya kompres.

Dia segera memanaskan air di atas kompor. Selagi menunggu air mendidih, dia menyiapkan obat dan air minum yang akan diminum Ibunya saat dia bangun nanti.

Artikel yang dia baca sebetulnya menyebutkan bahwa lebih baik mengenakan pakaian yang menyerap keringat saat sedang demam, tapi karena Arya tidak mungkin mengganti baju Ibunya, maka dia hanya akan mengingat hal itu untuk saat ini dan berencana untuk memberitahukannya kepada Ibunya saat dia bangun nanti.

Arya sempat melihat ke arah makan malam yang nampak belum disentuh sama sekali, tapi sudah dingin. Arya yakin bahwa Ibunya masih belum makan malam. Jadi dia segera mencari sesuatu di lemari es yang bisa dimakan oleh Ibunya, sebelum minum obat. Sesuatu yang ringan, tapi cukup mengenyangkan.

Arya hanya bisa menemukan beberapa sayuran dan telur di dalam lemari esnya. Tapi dia berhasil menemukan roti tawar yang disimpan oleh Ibunya di salah satu laci yang ada di dapur. Arya segera membersihkan beberapa sayuran dan memotongnya kecil ukurannya. Dia berencana memberikan Ibunya sandwich sayuran.

Setelah merasa bahwa air yang dia rebus sudah cukup panas, Arya segera menungkan air tersebut ke baskom kecil. Dia tak lupa mengambil handuk kecil, sebelum membawa air panas itu ke kamar Ibunya.

Dia merendam handuk kecil itu ke dalam air panas, lalu memerasnya, sebelum menaruhnya di atas dahi Ibunya. Arya memperhatikan ekspresi Ibunya untuk memastikan bahwa Ibunya masih baik-baik saja. Nafas Ibunya lebih stabil dari pada saat dia pertama kali menemukannya.

Setelah memastikan keadaan Ibunya, Arya segera kembali ke dapur untuk mengambil sandwich yang tadi dia buat, berserta obat dan air minumnya. Dia meletakan semua itu di atas meja kecil yang ada di samping tempat tidur Ibunya.

Setelah itu, dia membereskan makan malam yang telah disiapkan oleh Ibunya. Karena Arya sudah tidak dapat makan makanan yang tidak mengandung unsur hewani, maka dia tidak bisa menghabiskan makan malam Ibunya, jadi dia memutuskan untuk menyimpan makanan tersebut dengan plastik makanan, lalu menaruhnya di lemari es. Dia melakukan itu untuk berjaga-jaga kalau Ibunya ingin memakan makan malamnya.

Sayang sekali mereka tidak memiliki microwave, jadi dia tidak bisa menghangatkan makanan itu, tapi Arya merasa bahwa menyimpan makanan itu lebih baik dari pada membuangnya. Dia tidak bisa membuang makanan yang dimasak oleh Ibunya begitu saja.

Setelah menyelasaikan semua yang dia perlu lakukan, Arya segera kembali ke kamar Ibunya. Dia tak lupa membawa sebuah bangku kecil yang akan dia gunakan sebagai tempat duduk saat dirinya mengawasi Ibunya.

Arya juga membawa lap kecil yang dia gunakan untuk mengusap semua keringat yang bermunculan dari pori-pori Ibunya.

Jika ada hal bagus dari tubuh barunya adalah dirinya yang tidak merasa lelah, meskipun malam sudah cukup larut. Dia masih bisa tidur saat dia mencoba untuk tidur, tapi meskipun dia tidak tidur, Arya tetap merasa baik-baik saja. Untuk sekali ini, dia bersyukur memiliki tubuh barunya.

Setelah beberapa puluh menit dirinya mengawasi Ibunya, akhirnya Ibunya menunjukan tanda-tanda akan membuka matanya. Arya segera mendekatkan tubuhnya ke arah Ibunya secara refleks, begitu dia merasakan pergerakan dari Ibunya.

"Ibu, apakah kau baik-baik saja?"

"Arya... kau sudah pulang..."

Arya bertanya pada Ibunya yang sudah membuka matanya. Ibunya masih nampak pucat, tapi Arya merasa bersyukur karena Ibunya masih bisa membuka matanya. Dia tidak tahu harus berbuat apa kalau Ibunya tak kunjung-kunjung membuka matanya.

"Jam berapa sekarang?"

Ibunya menanyakan jam pada Arya. Di kamar Ibunya tidak terdapat jam, jadi Arya menghidupkan smartphone Ibunya untuk melihat jam berapa sekarang. 22:03. Ternyata waktu saat ini sudah cukup larut.

"Jam 10 malam, bu!"

"Gawat! Apakah kau sudah makan Arya?! Bagaimana bisa aku tertidur-"

"Tenanglah Ibu!"

Ibu Arya nampak panik saat mengetahui pukul berapa sekarang, jadi Arya mencoba menenangkannya. Dia segera membuat Ibunya membaringkan diri kembali ke tempat tidur, sebelum Ibunya dapat beranjak dari tempat tidurnya.

"Arya sudah makan di tempat Arya berkerja! Yang lebih penting saat ini adalah kondisi Ibu! Lebih baik Ibu beristirahat dulu!"

"Tapi, Arya..."

"Tidak ada kata tapi! Ibu demam cukup tinggi, jadi Ibu harus berisitirahat dengan tenang!"

Arya kemudian membawakan sandwich yang dia buat, begitu juga dengan obat dan air minumnya, ke hadapan Ibunya.

"Sekarang lebih baik Ibu makan dulu! Ibu belum makan malam, kan? Arya sudah membuatkan sandwich yang mudah Ibu cerna dan sehat untuk tubuh Ibu, setelah itu Ibu harus meminum obatnya!"

Arya kemudian menyerahkan sandwich yang berada di tangannya ke Ibunya. Ibunya kemudian mengangkat sedikit tubuhnya agar dirinya bisa memakan sandwich buatan Arya. Meskipun dirinya tidak memiliki nafsu makan saat ini, tapi karena anaknya telah susah-susah membuatkannya makanan, jadi adalah tugas seorang Ibu untuk menghabiskannya.

Setelah memastikan Ibunya memakan semua sandwich buatannya, Arya segera menyerahkan obat penurun panas pada Ibunya. Ibunya segera menelan obat tersebut dengan bantuan ari minum yang sudah disediakan oleh Arya.

Setelah meminum obatnya, Ibunya kembali membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Arya tersenyum kecil saat melihat Ibunya telah kembali tertidur. Karena Ibunya telah meminum obatnya, maka sudah tidak ada yang bisa Arya lakukan lagi.

Sebetulnya dia ingin menyuruh Ibunya untuk berganti baju dulu, sebelum kembali tertidur, tapi melihat betapa lelah Ibunya saat ini, Arya memutuskan untuk tidak mengganggu tidur Ibunya. Dia hanya merapikan selimut Ibunya agar menyelimuti seluruh tubuh Ibunya, kecuali kepalanya, sebelum akhirnya meninggalkan tempat tidur Ibunya.

"Maaf, Arya..."

Arya dapat mendengar suara Ibunya yang meminta maaf saat dia akan meninggalkan kamar tersebut. Arya mengalihkan kembali kepalanya ke arah Ibunya, tapi dirinya hanya melihat Ibunya yang tengah tertidur lelap.

Sekarang dia memiliki kemampuan pendengaran super, jadi Arya yakin bahwa dia tidak salah dengar. Ibunya benar-benar meminta maaf padanya, meskipun dia tengah tertidur. Sepertinya Ibunya merasa bersalah, karena telah merepotkan anaknya.

"Justru Akulah yang seharusnya meminta maaf..."

Arya berkata pelan, sebelum akhirnya menutup pintu kamar Ibunya. Meskipun Arya tidak yakin apa yang menyebabkan Ibunya tiba-tiba jatuh sakit, tapi Arya menyadari bahwa ada kemungkinan bahwa tingkah aneh Arya yang dimuali dari kemarinlah yang menyebabkan kesehatan Ibunya menurun. Ibunya pasti sangat mengkhawatirkan perubahan mendadak pada tingkah laku Arya sampai dia tidak memperhatikan kesehatannya. Arya merasa bersalah pada Ibunya saat memikirkan kemungkinan tersebut.