webnovel

Tak Ada yang Mengajarkan

Di kantor Jimmy.

'tok tok tok'

"Masuk!" titah Jimmy.

Seorang perempuan cantik masuk ke dalam. Ia memasang wajah cemberut melihat Jimmy.

"Ngapain kakak manggil aku?!"

"Ada tamu buat kamu!" Jimmy menunjuk ke arah sofa.

"Hi, Aunty Alice!" sapa Eryl ramah.

"Ngapain kamu kemari?!" tanya Alice sambil bersidekap.

"Daddy!" rengek Eryl sambil menunjuk Alice.

"Alice!"

"Cih!" Alice membuang mukanya dan dalam hitungan detik, ia berubah menjadi gadis baik. "Jadi, kamu mau apa, Eryl?"

"Aku mau belajar piano di tempat Aunty," ujarnya sambil mendekat. "Bolehkan?" Eryl meraih dan menggoyangkan tangan Alice. Memasang wajah memelas.

"Pangil aku kakak!"

"Kakak! Tolong ajarin Eryl piano!"

Alice langsung tersenyum. Ia segera menarik pelan Eryl. Membawa gadis itu keluar tanpa pamit pada Jimmy.

Jimmy geleng kepala melihat Alice. Adiknya itu entah kenapa suka sekali mengganggu Eryl. Terkadang suka mencubit pipi gadis kecil itu sampai menangis.

"Apa kamu istirahat dengan tenang sekarang?" Jimmy menatap salah satu figura foto di antara dua foto.

Satu foto, foto Jimmy, Eryl dan Mitha. Satu lagi istrinya dan anaknya yang masih bayi dalam gendongannya.

"Di hari terakhirmu. Kamu menyuruhku untuk bahagia. Aku menemukannya. Kebahagiaan. Jika putri kita masih hidup, mungkin akan secantik dan sepintar Eryl. Meski awalnya karena kasihan dan kehadiran mereka mengingatkan ku tentang kalian. Lama kelamaan, i love her so much. Jadi kamu tak perlu lagi mengunjungiku melalui mimpi dan menghawatirkanku lagi."

#-------#

Di tempat Alice. Tepatnya di ruang pelatihan musik. Eryl tengah memerhatikan adik Jimmy bermain piano.

"Coba!" titah Alice setelah selesai bermain.

"Tangan tante kecepatan! Eryl mana ingat!" oceh gadis kecil itu dengan kesal.

"Katanya minta diajarin. Malah ngajarin!"

"Emang ada yang ngajarin kayak tante! Eryl kan baru pertama kali!"

"Dasar bocah!" Alice menyentil kening Eryl. "Aku haus! Kamu main sendiri aja!"

Alice meninggalkan Eryl begitu saja. Gadis kecil itu memberengut kesal. Ia segera menekan asal dan mencoba mencari nada lagu kesukaannya.

"Eh?! Siapa yang ada di sini?"

Eryl langsung menoleh dan melihat Rachel ada di sana. Ia menatap tak suka. Kenapa perempuan itu ada di sini.

"Kamu sendiri di sini, mana mami kamu?"

"Mami bobok di rumah," jawab Eryl ketus.

"Oh! Ngomong-ngomong apa tak ada yang mengajarkan sopan santun padamu gadis kecil?" tanya Rachel. "Oh iya! Melihat mami kamu yang malas itu, pasti tak ada yang mengjarkan. Bukan begitu?"

"Mami bukan malas?!"

"Tapi jam segini belum bangun. Kalau tak ada. Tante sebagai teman mami akan mengajarkan sopan santun padamu." Rachel tersenyum licik. Membuat Eryl merinding takut.

"Siapa yang berani mengajari keponakanku?!" tanya Alice yang muncul dengan dua botol minuman.

"Oh! Bukan begitu. Aku hanya ingin membantu Mitha. Dia pasti kelelahan. Mengurus anak dan menjadi penulis."

"Itu bukan urusan kamu! Aku dan Daddy-nya sudah cukup membantu. Atau anda meragukan aku dan kak Jimmy?!"

"Bukan?! Bukan begitu!!"

"Sebaiknya kamu keluar dari ruangan ini atau keluar sekalian dari perusahaan?"

"A ... aku keluar dari ruangan ini." Rachel segera keluar dari sana dengan muka kesal.

Alice segera mendekati Eryl. Diperiksanya anak gadis itu dan menjatuhkan botol minum ke lantai begitu saja. Untung tak ada yang terbuka dan pecah.

"Nggak papa?" tanya Alice. Namun bukannya menjawab, Eryl malah menangis.

"Mami bukan pemalas!! Mami Eryl bukan pemalas!! Huwa!!"

Alice langsung memeluk Eryl. Diusapnya surai hitam gadis itu. "Ya! Mami Eryl orang hebat! Bukan pemalas!"

#--------#

Di penthouse. Mitha membuka matanya. Ia segera melihat jam dan bersiap untuk belanja.

Selesai membeli bahan mentah dan kebutuhan di supermarket terdekat. Mitha lekas kembali. Sembari masak perempuan itu membersihkan rumah dan mencuci baju.

Dan setelah siap semuanya. Mitha segera makan sambil menonton. Barulah ia kembali bekerja dan menulis di laptopnya.

Tiba-tiba terdengar bel pintu di rumahnya. Ia segera bangkit dan melihat intercom. Ternyata Jimmy mengantar Eryl yang tertidur dalam gendongannya.

"Belum terlalu sore.Tumben?" gumamnya sambil membuka pintu.

Mitha sangat terkejut begitu mendengar Eryl yang tertidur dalam keadaan sesenggukan. Ia segera merebut anaknya dari gendongan Jimmy. Menatap pria itu tajam.

"Apa yang kamu lakuin pada Eryl?!"

"Maaf. Aku tak tau kalau ada Rachel di perusahaan Alice."

"Maksudmu dia yang melukai putriku?!"

"Mami! Hiks!"

"Mami di sini, Sayang! Mami di sini! " Mitha memeluk erat putrinya. Hatinya teriris perih melihat Eryl begitu.

#-------#

Di depan rumah Andika. Mitha berdiri di luar pagar.

"Nyonya! Nyonya kembali?!" tanya pak satpam sambil membukakan pagar.

"Apa Rachel ada di dalam?"

"Ada, Nya!"

Mitha langsung masuk ke dalam dan mendapati mereka berkumpul di ruang tamu. Ada Rachel, Andika, Andrew, Wisnu dan Mai. Mereka semua langsung berdiri.

"Mitha!" panggil Andika sambil mendekat.

Mitha benar-benar tak bisa berpikiran jernih saat ini. Ia segera mendekati Rachel dan menampar perempuan itu.

"Mitha?!" teriak mereka.

"Apa maksud lo, Mith?!"

"Apa maksud gua?! Seharusnya gua yang nanya!! Apa maksud lo nyakitin Eryl?!" Mitha langsung menjambak rambut Rachel.

"Tante! Tolong lepasin mama! Mama!" Andrew berteriak dan menangis.

"Mith! Lepasin Rachel!" bentak Andika.

Mitha langsung melepasnya. Ia tertunduk dan tertawa. Tawa sumbang.

"Lu masih belain dia setelah perempuan gila itu nyakitin anak gua?!" Mitha menatap nyalang.

Wisnu, Mai, Rachel dan Andika terkejut. Setelah sekian tahun Mitha pergi tanpa kabar. Gadis itu sudah berubah drastis.

"Hah! Gua lupa! Dia keluarga lu sekarang." Mitha segera melangkah keluar, tapi dicekal oleh Andika.

"Mith!"

"Maaf! Nya ada tamu di luar. Nyari Nyonya," ucap seorang satpam yang berdiri di ambang pintu. "Namanya pak Jimmy dan gadis kecil bernama Eryl."

Mitha langsung menghempaskan tangan Andika. Perasaannya sangat kacau saat ini. Hatinya lebam melihat Eryl menangis sambil memeluknya tadi.

"Mami!" Eryl berlari dan memeluk Mitha.

Mitha segera berjongkok, "kamu ngapain di sini?"

"Eryl takut mami marah. Aunty Alice sudah menghukum penyihir jahatnya. Jadi mami jangan begini. Eryl takut." Eryl memeluk Mitha erat.

"Maaf, aku nggak bisa nahan Eryl." Jimmy yang berdiri di belakang Eryl melihat ke arah ibu dan anak itu.

"Nggak papa."

"Ekhm! Saya rasa peringatan Mitha sudah lebih dari cukup. Sekali lagi! Siapa yang berani mencelakai keluarga saya, akan berhadapan dengan saya." Jimmy menatap tajam ke arah Rachel. Lalu matanya kembali melembut ketika melihat Mitha dan Eryl. "Ayo kita pulang!"

"Ayo, Mi! Kita pulang sama Daddy!" ajak Eryl.

Mitha mengangguk. "Kami permisi!"

Ketiga orang itu pergi begitu saja. Meninggalkan Rachel yang geram. Andika yang sedih. Wisnu dan Mai yang masih terkejut. Lalu, Andrew yang ketakutan sambil memeluk ibunya.

"Nyonya!" panggil salah satu asisten rumah tangga. Di sana sudah ada satpam dan beberapa asisten.

"Iya?"

"Nyonya mau pergi?"

"Em. Oh iya! Kenalin ini Eryl, putriku dan Jimmy, Daddy-nya."

Semua yang ada di sana berdecak kagum. Mereka tampak senang dan juga kecewa dengan kabar itu. Apalagi mereka tau lika-liku rumah tangga nyonya dan tuannya. Ditambah kondisi tuan rumah yang memburuk.

#----------#

Masih di ruang tamu yang sama. Hanya saja sudah mulai malam. Mereka kembali berkumpul, kecuali Andrew yang sudah tidur di kamarnya.

"Aku bersumpah, aku sama sekali tak ada menyakiti Eryl! Kami hanya mengobrol."

"Katakan apa yang kamu katakan padanya?!" Wisnu berkacak pinggang.

"A ... ku ...."

"Sudah, Wis!" ucap Andika. "Aku percaya padanya. Ini pasti salah paham."

Wisnu berhenti dan memutar mata malas. Ia tak percaya Andika masih membelanya.

"Coba lu pikirkan sekali lagi. Apa Mitha akan bertindak sejauh itu, jika ini cuma salah paham?!" tanya Mai. "Sudahlah, Wis! Mending kita pulang!"

Wisnu mengangguk. Mereka segera pergi. Andika juga ikut menyusul.

"Dik! Kamu mau ke mana?"

"Aku lelah. Aku mau kembali ke apartemen."

"Apartemen? Kenapa nggak di sini?"

"Rachel?! Kita bukan siapa-siapa! Tak ada ikatan diantara kita. Jika bukan demi Andrew! Aku tak mau berpura-pura begini!" Andika segera pergi keluar rumah.

Rachel yang melihat Andika sudah pergi. Ia segera melempar semua yang ada. Tanpa sadar, Andrew menguping di kamarnya yang berada dekat ruang tamu. Tepatnya di kamar tamu.

Asisten rumah tangga dan pekerja lainnya segera sembunyi. Takut bila menjadi sasaran. Mereka baru keluar setelah Rachel naik ke kamar Andika dan tidur di sana. Itu pun untuk membersihkan kekacauan.