[NOVEL INI SUDAH PINDAH KE APLIKASI BAKISAH]
Aku menangis, benar-benar orang jahat. Mereka mengambil uang yang aku kumpulkan selama satu tahun, itu tidak mudah karena aku perlu mengirit uang sebanyak itu. Setiap hari aku mencoba mencari uang melalui tetangga yang meminta bantuan, bahkan sering kali aku tak mendapat upah. Tapi tak apa, aku ikhlas dengan semua itu.
Tapi kali ini bagaimana aku bisa ikhlas, uang 1 juta itu tidak mudah aku kumpulkan. Semuanya hilang dalam sekejap, suara tangisan putus asa itu sangat keras terdengar. Tanpa sadar aku menarik perhatian dari kakek dan juga beberapa saudara ayah, mereka melihat aku yang bersimpuh di lantai tak berdaya dengan kasur kapuk yang sudah terangkat.
"Naya, kenapa kamu nak? Ada apa?"
"Kamu kenapa Naya, kalau sakit bilang. Jangan nangis bikin khawatir!"
"Naya, coba ngomong jangan nangis begini!"
"Uang... uang Nayara hilang semua kakek. Tadinya ada disini, aku kumpulin, ada 1 juta tapi sekarang hilang semuaaa...."Aku langsung bangun memeluk kakek dengan rasa kesal dan marah.
Kenapa hal begini harus terjadi padaku yang sudah berusaha untuk bertahan hidup, bahkan semua ini seakan tak ada habisnya. Tidak lama suara langkah kaki terdengar bersama suara bertanya dengan nada kesal, itu adalah pamannya.
"Ada apa ini ribut-ribut?!!"Wahyu bertanya dengan nada jengkel yang tak bisa diubah.
Kemudian kakek mendongak, bicara dengan nada tinggi membalas."Kamu ini!! Anak lagi nangis malah marah-marah, coba jangan kayak anak kecil!!"
"Anak kecil gimana!! Bukannya yang ayah peluk itu anak kecil, kita gak akan begini kalau orang tuanya gak kabur kayak pengecut brengsek!!"
"Wahyu!!!"
Nayara menangis semakin kencang, sakit sekali mendengar kesalahan itu dilayangkan padanya. Dia juga ingin membantu, tapi uang itu lenyap dalam sekejap dari bawah kasur kapuknya. Kemana perginya, dia ingin dimaafkan dan diterima selama dia tinggal disini. Tpi uang yang dikumpulkan hilang, Nayara langsung bangun dan mendekat ke kaki Wahyu.
"Om maaf, maafin Nayara. Naya juga mau bantu, tapi uang yang Naya kumpulin dibawah kasur hilang semua. Ada yang curi uang Naya, om tolong cari malingnya...hikss..."
Wahyu memalingkan wajah melihat betapa menyedihkannya keponakannya ini, tetapi empatinya tak terasah dengan baik tak berbelas kasih pada anak dari kakaknya yang bejat itu.
"Uang itu saya ambil buat bayar hutang ke toko kelontong, mereka nagih sampe buat keributan!!"
"Hah?!! Itu hutang siapa? Ayah?"Nayara segera mendongak dengan terkejut.
"Bukan, itu hutang istriku. Tapi saya itung impas, karena hutang ayahmu saya yang bayarin. Jadi kamu gak ada hak untuk meminta kembali uang itu!!"
"Wahyu!! Udah gila kamu sama anak kecil!!"
Matanya yang memerah bersimbah air mata melotot dengan marah, bagaimana bisa. Bagaimana bisa pamannya begitu jahat mengambil uang itu, jerih payahnya harus lenyap karena hutang ayahnya lagi. kenapa semua kesalahan orangtua selalu dilimpahkan kepada anaknya yang bahkan tak tahu apapun tentang semua yang orang dewasa lakukan!
Nayara marah sekali, dia dengan segera bangun dan menampar wajah pamannya dan reflek pamannya langsung menendang tubuhnya lagi sampai jatuh ke lantai dengan keras dan seketika pingsan.
Itu adalah terakhir kalinya dia mau berhadapan dengan keluarga ayahnya, Nayara menjadi pendiam dan menghormati pamannya jika ada kakeknya. Semua itu harus dia lalui seperti neraka selama dua tahun, sampai dia lulus SMA dan mendapatkan tawaran menjadi seorang teman minum di sebuah rumah prostitusi.
.....
Tok. Tok. Tok.
Aku terbangun dengan mata berat, mataku juga terasa begitu perih sekali rasanya. Dadaku terasa sesak saat bangun dengan keadaan terisak, ingatan masa lalu itu sangat menyakitkan. Menarik napas rakus, aku menatap ke arah pintu kamar kontrakan sempit dengan nanar.
"Siapa?"
"Saya Damar."
"Damar? Saya gak kenal dengan orang bernama Damar!!"
Aku tidak pernah mempunyai kenalan bernama Damar, meski itu kenalan di rumah prostitusi. Pelanggan tak ada yang memiliki nama itu, aku menatap ke arah jam di ponsel android lama milikku. Disana menunjukkan pukul dua siang, jadi dia baru saja tertidur sekitar setengah jam.
"Saya orang suruhan madam, datang kemari untuk menanyakan kabar."
"Oh, tunggu sebentar. Saya cuci muka lebih dulu."Balasku bangun dari karpet keras menuju ke kamar mandi.
Kamar kontrakan ini belum sempat aku bersihkan, karena badan terasa tidak enak dan Agha belum juga pulang dari sekolahnya. Jam pulang sudah lewat satu jam, seharusnya pukul setengah satu Agha sudah sampai dirumah tetapi sepertinya anak itu kembali melakukan sesuatu yang dilarang olehku.
Setelah selesai dan mengganti kaos tidur dengan yang lebih tertutup juga celana training pudar panjang, aku baru membuka pintu. Daerah ini adalah tempat tinggal preman, jadi aku harus selalu menjaga pakaian meski pekerjaanku berada di tempat mahal. Setidaknya madam selalu melindungi kami dari luar agar prodaknya tidak tergores sedikit pun, jadi tak ada yang berani menyentuhku.
Tetapi bukan berarti mereka tak berani merayu, bahkan menerobos masuk dengan tak sopan. Hidupku berada dalam kegelisahan tiap harinya, sudah sepantasnya seperti itu. Tak ada yang mengasihani, lagipula aku tak perlu hal itu.
Sosok pria tinggi berdiri di depan pintu kontrak milikku, pria itu tak tampan tapi perawakan tinggi dan rapi membuatnya terlihat sangat gagah. Aku cukup terkejut, tapi terbiasa di dalam lingkungan pria seperti ini maupun pria buruk. Aku bisa beradaptasi dengan cepat.
"Ada apa, ya?"
"Madam memberi perintah untuk melihat keadaan kamu, dan menanyakan satu hal. Apa kamu akan tetap bekerja disana, atau berhenti?"
Aku mengernyit, kenapa tiba-tiba madam bertanya seperti itu? Memangnya kapan aku meminta untuk berhenti.
"Aku tetap bekerja, kenapa madam menanyakan hal itu?"
"Baik, kalau begitu saya akan kembali dan mengatakan hal ini pada madam."Balasnya tanpa menjawab pertanyaan dariku.
"Oh, oke kalau gitu. Tolong katakan pada madam juga, kalau aku mungkin akan datang terlambat karena tidak enak badan. Dan jika ada pelanggan yang mencariku, tolong masukkan list tunggu."
"Baik, saya akan sampaikan."
"Terima kasih."Setidaknya dia masih bersikap sopan, Damar tidak seperti orang suruhan madam yang lain.
Mereka biasanya akan datang bertanya dengan nada mengejek dan memandang rendah, memang aku adalah perempuan yang tak pantas untuk dipandang baik sejak memasuki dunia itu. Aku hanya seorang perempuan penyedia jasa bagi para pria brengsek yang kadang tak tau caranya menghargai seorang perempuan, tapi itulah beratnya pekerjaan ini.
Aku tak pernah mengeluhkannya, hanya kadang kala rasa hampa dan kesedihan itu menyatu dalam diriku. Hanya saja harga diriku memang untuk dibeli oleh mereka yang mau datang untuk memesan, aku termasuk perempuan di bar milik madam yang cukup diminati banyak orang.