Minggu depan ujian semester, maka hari ini Lusi berniat membeli perbekalan buat camilan jaga jaga kalo laper di malam hari saat harus begadang, biasa sistem kejar semalam, maklum akhir akhir ini dia banyak ambil job ngerjain skripsi atau tugas akhir kakak tingkatnya, untuk tambahan uang disaku yang kadang, bukan kadang tapi sering menipis karna kiriman dari negeri seberang terlambat diterima.
Lusi masuk ke minimarket, di kawasan rumah sakit Nasional Diponegoro Tembalang yang masih selokasi dengan kampusnya, lumayan jauh sih dari tempat kostan, cuma tadi sambil sekalian ke apotik beli obat mag penyakit yang biasa diderita anak kostan, yang ngirit, tapi berdampak rumit.
'kayaknya udah lengkap deh kebutuhan inti ku, apa lagi yang, takutnya dah jauh jauh ada yang belum lagi' monolog lusi.
"kamu dah selesai belanjaanmu rien"
"udah gan" jawab cewek yang ditanya.
suara yang sepertinya familier bagi lusi, reflek lusi menoleh kesamping kiri tempat antrian kasir. Tanpa sadar lusi menatap dua orang yang tampak akrap di matanya. Hati lusi jadi gak tenang, bukankan itu Kak Janggan sama Riena kakak tingkat lusi di FE, kenapa aku mesti ketemu mereka sih, jadi gak enak ati nih, mana mau ujian lagi.
Siapa juga yang suruh ke ge er an sama kak janggan, terima deh akibatnya, orang dia dak ada urusannya sama dirimu, gimana sih lus kok jadi galau sendiri.
Cepat cepat lusi membayar di kasir setelah semua barang selesai di hitung, dan segera meninggalkan tempat ini, tapi tidak apa mau dikata, Tuhan berkehendak lain. Mata Lusi justru bertemu dengan pemilik manik mata hitam yang ingin dijauhi, kenapa sih jadi canggung akhirnya lusi menyapa juga.
"Hai kak Janggan, mbak Riena, duluan ya" namun Janggan masih tetap menatap Lusi tanpa beralih sedetik pun.
"Ok Lus, hati hati ya" jawab Riena yang gak tahu gimana detak jantung janggan sahabatnya, yang masih ngelamun di sebelahnya.
"ehem ... segitunya ya" tegur Riena sambil menarik tangan laki laki sahabatnya itu, hingga sadar dari lamunannya, dan baru nyadar kalo Lusi udah dak ada lagi di tempat itu.
"apaan sih rien, oh ya kamu kenal ? dia kan satu fak sama kamu, di FE" ngeles janggam nutupin kegugupannya, takut jadi bahan gunjingan sahabatnya.
"iya sih, cuma beda jurusan aku di akunting nya, dia manajemen kayaknya" jelas Riena.
Gimana gak nyebar nantinya orang riena itu temen dia sejak kecil, dan dengan tiga kurcaci lainnya, ardan, yoyok dan hanafi, bisa jadi bulying nanti.
Dan yang perlu jadi catatan gaes, Riena itu dah lama naksir alias penuh harap sama si Janggan, sejak di Sekolah Menengah Pertama, kebayang gak gimana perasaan riena saat ini.
Resah dan gelisah sudah pasti, takut Janggan gak lagi bisa deket dia, seperti saat ini, Janggan hampir dak nolak tiap kali riena minta dianterin kemana pun, sekalian numpang mobilnya juga sih, seperti dijelaskan di awal kalo Janggan ini gak tegaan.
Sama hal nya dengan yang dialami Lusi, gelisah so pasti, super galau, ternyata gebetannya dah ada yang punya, pupus sudah harapan jadi kekasihnya seperti yang ada dalam mimpi gadis ini.
Aku harus bisa fokus ke kuliahku, dak ada lagi waktu untuk yang lain, bukankah itu tujuanku ke Semarang.
Dia jadi rindu dengan ibu, yang jauh di sana, rindu pelukannya, untuk menghilangkan kegalauannya.