webnovel

part 4.

pagi hari di kediaman tuan Aleoson terjadi kehebohan antara Risa dan sang kakak ipar. Karena tidak akur mereka memang sering berantem lantaran Hansen yang semalam tidak pulang.

"Kamu pasti sudah menghasutnya bukan. Tidak mungkin Hansen tega meninggalkan aku malam tadi." teriak Olive kesal.

"Kalaupun aku tidak suka dengan mu, tidak mungkin juga bagiku membuat kakak ku untuk tidak pulang. Kalau ngomong itu di jaga. bisa saja dia kesal denganmu karena kamu tidak juga kunjung hamil!" hardik Risa yang begitu emosi.

"jaga mulutmu ya anak kecil, jangan asal bicara." jawab Olive

Mendengar kegaduhan yang ada di bawah tuan Aleoson dan sang istri lantas turun. mereka berdua melihat anak mantunya yang sedang adu mulut. sebagai seorang ibu, Nyonya Ineke lantas turun melerai anak-anaknya.

"kalian ini apa-apaan sih. ini masih pagi!" ucap ibu Ineke.

"menantu mama tuh yang gak ada sopan sopan nya. udah tahu pagi, bisanya bikin gaduh aja." gerutu Risa.

"dasar anak kecil, kalau kamu enggak cari perkara gak mungkin aku marah-marah." balas olive.

"cukup!" kali ini tuan Aleoson yang berbicara.

"pa, dia dulu yang tiba-tiba menarik ku dari tempat tidur." tunjuk Risa pada Olive.

"Olive!" seru tuan Aleoson.

"kenapa? kalian engga terima?. ini semua gara-gara anak sialan itu, suami ku jad pergi dan enggak pulang dari semalam." ucap olive

"itu bukan salahku, itu kesalahan mu Sendiri." jawab Risa

"ya memang kami tadi malam berantem, tapi dia enggak akan pergi tanpa hasutan darimu yang tida pernah suka dengan ku." balas olive kesal.

"tunggu! kamu bilang Anakku pergi dari rumah karena di hasut oleh adiknya?" tanya tuan Aleoson.

"iya, apa papa tahu, anak perempuan kesayangan mu ini lah penyebab rumah tangga ku tak harmonis." hardik olive sembari menyeringai

"maksud kamu apa, Olive? kamu jangan sembarangan bicara." sahut ibu Ineke.

"Mama mau membela nya? ingat Ma, dia buka anak kandungmu. dia itu anak hasil perselingkuhan!" ucapnya dengan lantang.

plak

sebuah tamparan melayang ke pipi Olive dengan sangat keras. Olive bahkan sampai terjerambat jatuh ke lantai.

"Auh, kamu!" kata olive mengepalkan tangan.

"kenapa?"

"tega kamu, Mas." ucap olive yang kesakitan

"kamu yang lebih tega, ini masih pagi Olive. jangan kamu buat aku tambah emosi." hardik Hansen

"terus saja kamu bela wanita itu, Mas."

"dia adik ku, meskipun dia terlahir dari rahim berbeda. tapi kami satu ayah!" teriak Hansen dengan suara lantang.

"Hansen!" sela tuan Aleoson dan Ibu Ineke bersamaan

"kalian ingin membela wanita ini?" tanya Hansen yang beralih pada kedua orang tuanya.

"kak, sudah kak. kota bisa bicara baik-baik." ucap Risa melerai sang kakak.

"enggak butuh, kamu di depan Hansen pura-pura baik. cuihhh!"Olive meludah sembari berdiri

"kamu sungguh keterlaluan Olive!" teriak Hansen

Dengan raut wajah di selimuti emosi, Hansen menarik Olive keluar dari rumah orang tuanya. Hansen memasukan Olive kedalam mobil dan membawanya pulang ke rumah.

sesampainya di rumah, ia menarik Olive kembali dan melempar nya ke sofa yang ada di ruang tamu.

"auhh,... sakit Mas." rintih Olive.

"kamu sungguh keterlaluan. jadi ini sifat asli kamu!" ucap Hansen dengan nada tinggi.

"aku tida menyangka kamu Setega itu pada adikku." sambung Hansen lagi.

"sesekali memang adikmu itu harus di beri pelajar Hansen." Jawa Olive

"pelajaran apa yah kamu maksud, hah?" tanya Hansen

"kamu pikir adik ku itu murid yang baru lulus SD. kamu gila Olive."

"ya, aku memang gila. gila karena kamu selalu memprioritaskan adikmu itu, kamu selalu menomorduakan aku. padahal aku ini istri mu, sementara dia! dia hanya anak hasil perselingkuhan papamu!" teriak Olive Dengan sangat lantang.

"tutup mulutmu Olive! jaga cara bicaramu, sudah berapa kali aku katakan. dia itu tetap adikku." jawab Hansen yang begitu emosi.

"ya, selalu itu yang kau katakan. dia memang benar adikmu." jawab Olive lalu ia berlari menuju kamarnya.

sementara Hansen juga langsung pergi menuju ke rumahnya sendiri yang tidak di ketahui oleh Olive maupun keluarga lainnya, termasuk Risa.

di kediaman tuan Aleoson. kini Risa dan yang lainnya tengah duduk termenung di ruang tamu. berharap Hansen akan datang untuk menjelaskan semuanya.

"Ma, mungkin kah kak Hansen akan datang?" tanya Risa cemas.

"kita tunggu saja sayang." jawab Ineke.

"Ma, Pa. aku minta maaf ya. gara-gara aku semua jadi begini." ucap Risa yang merasa bersalah.

"sayang, kamu enggak salah. ini sudah takdir kita." kata Ineke menyeka air mata Risa.

"seharusnya papa yang minta maaf, sayang." ucap tua Aleoson.

"sudah, jangan saling menyalahkan. meskipun kamu terlahir bukan dari rahim ku, tapi kami tetap anak dari suamiku. otomatis kamu itu tetap anakku." ibu Ineke membelai rambut Risa.

"sekarang kita tunggu kakakmu ke sini." sambung ibu Ineke kembali.

sekitar satu jam menunggu, Namum Hansen tak kunjung datang.

"Ma, Pa. biar Risa yang menghampiri kakak. Risa akan ajak kakak kemari dan menjelaskan kenapa si olive itu se marah ini sama aku." kata Risa saat mereka selesai sarapan

"tapi, Nak. Papa dan Mama takut kalau kamu dan Olive..."

"Tenang saja, Ma, Pa. Risa bakal baik-baik saja,. di sana kan ada kakak. Olive ga bakal berani nyakiti aku di depan kakak." sela Risa .

"Sudah, Ma. benar yang di katakan Risa. Hansen juga selama ini dekatnya dengan Risa bukan." sahut tuan Aleoson.

"yasudah, kamu hati-hati ya, Nak. kalau Olive menyakiti mu, kamu pukul saja." ucap ibu Ineke.

"Mama kok begitu sama menantu sendiri. gak baik loh." kata tuan Aleoson.

"habisnya, dia gak pernah nurut sih, Pa. kalau di minta tolong juga, jawabnya ini lah itulah. apalagi kalau di tanya perihal kehamilan, pasti dia marah-marah. bikin Mama naik darah saja." jelas ibu Ineke yang memang tidak pernah suka pada Olive.

"dulu juga Mama enggak setuju kalau Hansen itu menikah dengannya, tapi Hansen saja yang ngeyel. kejadian kan sekarang. padahal dulu Mama punya temen yang anaknya ma Mama jodohkan sama dia, tapi dia menolak gara-gara si Olive itu." sambungnya lagi.

"Ma, Semua sudah terjadi. ini sudah jodoh kakak." lerai Risa.

"yasudah, Risa kerumahnya kakak duku ya. assalamualaikum." ucap Risa berpamitan

"waalaikumsalam." jawab kedua nya.

Risa menuju mobilnya dan segera melajukan kendaraannya. ia membelah ramainya ibu kota. di tengah perjalanan ia menghubungi ziel, selaku sahabat dan sekertaris sang kakak.

"halo, Ris. ada apa?" tanya Ziel.

"kamu di mana?"

"aku ada Dirumah Hansen yang di pinggiran kota kenapa?"

"aku kesana sekarang." ucap Risa lalu ia matikan panggilan itu.

"siap?" tanya Hansen.

"biasa, adikmu!" jawab ziel meletakan ponselnya

"oh ya, Han. jadi nih aku menyuruh anak buah ku untuk menyelidiki istrimu?" tanya Ziel.

"yakin, El. kami suruh saja mereka, kalau bisa hari ini sudah mulai." titah Hansen yang tidak sabar.

"baiklah, aku akan mengusahakan nya."

Hansen merebahkan dirinya ke sofa sembari memejamkan matanya. ia merasa tela gagal menjadi seorang suami untuk mendidik istrinya.

"Sen. ngomong-ngomong nih, perempuan yang kamu bawa pulang kerumah ini siapa?" tanya Ziel penasaran.

"dia asisten baru di rumah ini, au menemukan nya di jalanan menuju ke rumah ini." jawab Hansen yang masih memejamkan matanya.

"cantik juga, Sen. Buat aku ya." pinta ziel.

"selera Lo dai dulu enggak berubah, El." ledek Hansen.

ceklek...

saat tengah berbincang-bincang, tiba saja Risa datang dan duduk di sebelah sang kakak.

"kak," panggil Risa.

"em.."

"Mama sama Papa nungguin kakak kerumah."

"buat apa? kakak lagi males bahas olive." jawab Hansen dingin.

"tapi Mama yang meminta kak." rengek Risa.

"sudahlah, Ris. kan kamu juga sudah tahu kenapa dia Samapi nekat begitu." jawab Hansen

"aku sama sekali engga tahu kak. makanya sekarang Kaka jelaskan!" pinta Risa.

"apa yang perlu kakak jelaskan, hanya saja tadi malam setelah acara tunangan mu dan Kim. Papa memanggil ku dan olive. Papa menanyakan seputar kehamilan pada kami. tapi kamu tahu sendiri kan kalau olive selalu menjawab kalau papa yang bertanya. dan sepulang dari rumah, kami bertengkar. kemudian aku pergi. aku memilih pulang kerumah ini ketimbang pulang kerumah itu. di sempat mengirim pesan, namun aku balas sedang menemani Kim karena dia ingin membelikan Risa cincin." jelas Hansen.

"ah, pantas saja dia semarah itu sama aku. rupanya kakak bohong." jawab Risa sembari mengangguk

"tapi kakak harus tetap pulang kerumah Mama." tegas Risa

"nanti saja, kalau kakak sudah tenang, kakak pasti pulang." jawab Hansen.

Risa menghela nafasnya, ia pun melirik ke arah dapur yang tak jauh dari ruang tamu itu.

dahinya mengerut saat melihat perempuan cantik, seumuran dengan Hansen.

"kak, dia...?