webnovel

Devil's Fruit (21+)

"Aku tau aku ini hasil dari pembuahan terlarang yang tak bisa terelakkan. Bahkan aku tau kekuatanku yang sebenarnya dan aku sangat membenci itu. Aku berharap aku tak pernah ada jika hidupku selalu dalam teror seksualitas yang mati-matian aku hindari." Andrea merasa hidupnya jungkir balik saat mendekati usia 17 tahun, dimana dia akhirnya tau bahwa dia adalah keturunan salah satu raja iblis Incubus di Underworld. Cambion. Itulah sebutan baru bagi dirinya. Apakah dia nantinya akan memiliki tanduk? Apakah dia nanti akan berwajah seram? Berekor? Yang jelas, Andrea tidak menyukai kekuatan barunya. Kekuatan yang membuatnya menarik perhatian para lelaki. Kekuatan yang membuatnya harus terus lari dan dilindungi. Sedangkan Dante, seorang Nephilim yang berhasrat naik ke Surga, dia harus membunuh 100 keturunan Iblis agar bisa menjadi seorang Angel. Dan Andrea merupakan target buruan ke-99. Namun, ketika feromon gadis itu terlalu menggoda, Dante menghadapi dua pilihan: tetap membunuh Andrea? Atau justru memiliki Andrea untuk dirinya sendiri? WARNING: - HANYA UNTUK PEMBACA BERUSIA DI ATAS 17 TAHUN - ERO-FIC - TIDAK UNTUK MANUSIA SUCI & ANAK-ANAK - VULGAR & EKSPLISIT - BEBERAPA DIALOG MEMAKAI BAHASA GAUL & KASAR - TAK PERLU MEMBAWA SARA KE KOMENTAR KALIAN KARENA INI BUKAN NOVEL RELIGI!

Gauche_Diablo · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
1613 Chs

Bertemu Oma

Fruit 30: Bertemu Oma

"Andrea, kapan-kapan aku boleh, kan main ke rumahmu?" tanya Revka basa-basi.

Dijawab anggukan oleh Andrea. "Tentu aja boleh. Silahkan, kapanpun, asalkan aku gak lagi bepergian, yah! Hehe..."

"Memangnya kamu bakalan bepergian ke mana, sih Ndre?" sergah Shelly sambil berikan cubitan lembut ke pinggang Andrea. Tentu saja si manis lugu ini paham kalau Andrea pergi, pasti bersama dia.

"Hahaha, bebeb ih~ kan siapa aja ada yang ngajakin gue ke mana, gitu!" elak Andrea tak mau kalah.

"Weitss!" Tiba-tiba ada suara khas yang sangat dikenal Andrea. "Inget ama rumah juga, lo kampret?!"

Andrea langsung saja menoleh ke suara yang ia yakini itu untuk dirinya. "Caelah, bocah kucel Danang. Apa kabur, lo broh?! Udah mandi belom? Bau sesuanu, nih!" Senyum lebar segera dipamerkan sekaligus tangan yang dikibas-kibaskan laiknya kebauan sesuatu yang tak sedap.

"Aishh... anak setan, lo! Sialan!" Danang pun mendekat sambil tersenyum tak kalah lebar dengan Andrea, bermaksud ingin memeluk ala bro-hug. Namun belum juga niat tulus sucinya sukses dilaksanakan, Kenzo sudah sigap menghadang di depan Andrea dan mendorong defensif dada Danang.

Pria teman masa kecil Andrea itu karuan meradang. "Woi! Siapa lo? Sembarangan banget nyentuh-nyentuh gue?! Udah kirim lamaran ke Nyokap gue apa belom? Udah hafalin ijab kobul apa belom?!" Danang maju kembali dengan wajah dibuat segahar mungkin. Astaga kalimatnya... Andrea sampai bermuka masam mendengarnya. Sahabat masa kecilnya ini memang tak ada normal-normalnya jadi manusia.

Kontan saja Andrea lekas melerai. "Plis yah, ini nih di tengah jalan, bapak-bapak. Tolong kalian jangan kekanakan begitu. Jangan terlalu kentara kalo lagi ngerebutin gue, plis... gue kan bisa merona alay!" Tangan pun direntang lebar-lebar antara tubuh kedua lelaki muda itu agar Kenzo bisa dijauhkan dari Danang.

"Setan lo!" umpat Danang santai ke Andrea. "Najis tralala banget ngerebutin elo! Gue kan bukan hombreng!" Satu toyoran dihadiahkan ke dahi Andrea yang malah direspon oleh cengiran Sang Cambion.

"Hehee... abisnya lo sok galak kayak anjing Pak RW, sih Nang!" keles Andrea tak mau kalah. Ingat anjing Pak RW, mereka berdua langsung teringat insiden beberapa minggu lalu. Insiden yang takkan dilupakan Danang seumur hidup, andai dia tidak terkena amnesia mendadak.

"Lah noh pacar lo belagunya sesempak demit! Gue belom juga hamilin elo, dia udah kayak macan aja lagaknya," sahut Danang sambil menuding ke arah Kenzo yang menatap tajam ke arahnya. "Noh, liat aja tuh muka dia dah mo malih rupa jadi anak panda!''

"Tolong sopan pada Tuan Puteri," tukas Kenzo tegas.

"Hah? Apa? Buhahaha!" Danang menyemburkan tawa. "Tuan Puteri?! Buhah! Tuan Puteri dari Kroya?!" Seperti biasa, Danang tetap setia mengusung gaya cablak ala kampung. "Woi Ndre, lo jadi Tuan Puteri kerajaan apa? Berbi apa Putri Salju? Bwahaha!"

"Tsk! Sialan deh, kalian malah bikin topeng monyet aja di tengah jalan," ketus Andrea yang kemudian menggamit kembali dua lengan sahabatnya, Revka dan Shelly. "Yuk dah kita kemon aja, kagak usah ngurusin badak tanpa cula ini!"

Andrea pun mulai melangkah kembali, ingin meneruskan perjalanannya ke barat. Tapi kali ini misinya buka untuk mencari kitab suci, melainkan mencari restu Opa dan Oma supaya tidak kena omel karena terlalu lama pergi ke tempat Shelly.

"Woi, Ndre! Kenalin dulu ama neng manis yang lo bawa, woi! Mereka masih single apa double? Bisa triple, kagak?" Danang sampai berteriak karena Andrea sudah menjauh. Ingin dikejar namun sayangnya Mama tercinta sudah memberinya sebuah amanat penting, yaitu beli Koyo Cabe di warung depan sana karena pusing dan pegalnya Beliau sudah menggila. Danang lah satu-satunya harapan.

"Mereka triple XXL! Bubai, jelek!" balas Andrea dengan teriakan pula. Danang hanya membalas dengan decihan saja. Ia takkan marah meski Andrea menyebutnya kutu selangkangan sekalipun. Toh itu hanya bercanda biasa ala mereka. Takkan dimasukkan ke hati. Langsung masuknya ke jamban, kok.

Karena begitulah mereka. Sedari kecil menjadi teman bermain. Di saat penduduk banyak yang merasa aneh dengan kemunculan Andrea dan Kakek-Neneknya di kampung tersebut, Danang malah cuek mengajak bermain Andrea. Bisa dikatakan... Danang adalah teman pertama Andrea.

Sebenarnya Danang sudah sering bertemu dengan Shelly, meski belum pernah berbincang langsung. Dia hanya tau Shelly sahabat dekat Andrea di sekolah dan Andrea sering menginap di rumah Shelly. Kalau bisa dikatakan, Shelly termasuk tipe idaman Danang. Wanita yang benar-benar tampak wanita, bukan jadi-jadian seperti yang ia ledekkan pada Andrea.

Namun, begitu melihat Revka yang jauh lebih fantastis dari Shelly, mau tak mau Danang goyah dan menetapkan Revka lah tipe idaman Danang yang ingin dia miliki. Tapi, memangnya orang seperti Revka sudi bersama Danang? Berbekal pemikiran itu, Danang pun menggeleng pesimis dan melanjutkan perjalanan dia ke warung demi ditunggu Mama.

"Opa! Oma! Cucu kalian yang super cakep pulaaang!" seru Andrea begitu kakinya sudah menginjak halaman depan rumah Opa. Sebuah rumah sederhana yang dibeli Opa menggunakan uang terakhirnya dari kekayaan yang ia punya di desa terdahulu. Dan akhirnya biaya hidup pun dicukupi dengan usaha Oma yang buka jasa jahit, serta Opa yang pergi bekerja serabutan di kebon orang, atau di tempat pelelangan ikan.

"Andrea!" Seorang wanita yang rambutnya sudah banyak yang memutih segera keluar menyambut. Senyum sumringahnya lebar terkembang penuh suka cita. "Cucu cantik Oma!"

Keduanya pun lantas saling berpelukan hangat bagai tak bertemu sekian tahun saja.

"Aiihh, Oma... jangan cantik, dong!" protes Andrea sembari mengerucutkan bibir, berlagak merajuk manja.

"Lalu?" Oma pura-pura tak paham.

"Ganteng, lah!'' Andrea tersenyum lebar hingga giginya terlihat. Segera dia berdiri dengan pose segagah mungkin.

Walhasil sebuah betotan di hidung mancung Andrea pun diberikan secara cuma-cuma oleh sang Oma. "Jangan mulai ngaco!'' Lantas, pandangan Oma beralih pada ketiga remaja lainnya yang senyam-senyum di belakang Andrea. "Tumben bawa banyak teman, sayank? Biasanya cuma Shelly. Mereka teman Shelly, yah?" Tangan keriput Oma menunjuk ke arah Kenzo dan Revka dengan sikap sopan.

"Ihh... Oma malah mem-bully Cucu sendiri. Dipikirnya Drea kuper gak punya temen, pa?" sungut Andrea pura-pura manyun. Oma hanya tergelak dengan tingkah Cucunya.

"Halo, Oma. Lama nggak jumpa..." Shelly maju dan memeluk Oma, kemudian mengecup singkat pipi kana dan kiri Beliau. "Maaf kalo Andrea sering ke rumah aku, bikin Oma kuatir..."

"Halo, sayank... ah, Oma justru yang harus minta maaf ke Shelly karena bikin repot Shelly ama Mama kamu dengan adanya Andrea. Pasti di sana Andrea makannya banyak, kan? Hahaha. Apa kabar? Semua sehat? Mama dan Papa?" balas Oma ramah. Oma tidak menggubris tatapan kesal Andrea karena dikata makan banyak di rumah orang, walau pun itu sebenarnya kenyataan.

"Syukurlah kami semua sehat, kok Oma." Shelly pun tersenyum manis seperti biasa. "Oya, mereka ini teman baru Andrea, loh Oma. Yang ini Kenzo, dan si cantik ini... Revka." Shelly memperkenalkan Kenzo dan Revka

"Halo Oma... salam kenal, saya Kenzo." Kenzo maju dan menjabat ramah tangan Oma penuh rasa santun. Tak lupa senyum simpatik juga ia tebar ke Oma agar semakin mengentalkan aura anak baik di mata Oma.

"Halo, Kenzo. Duh nama kamu unik. Dari luar negeri?" sahut Oma tak kalah ramah menjawab kesantunan Kenzo.

"Haha, hanya dari dekat-dekat sini saja, kok Oma," jawab Kenzo diplomatis seakan enggan membuka latar belakangnya. Oma pun tidak keberatan dan tidak berusaha mengorek lebih dalam karena itu tidak pantas.

"Oma, aku Revka. Salam kenal, ya Oma cantik." Untuk Revka, dia juga memeluk Nenek agar sama seperti Shelly. Ditambah ciuman pada pipi kanan dan kiri ke Oma pula untuk memberikan kesan baik.

"Ahaha... Oma cantik, yah?" Oma langsung memegang pipinya sendiri seolah tersipu.

"Oma memang cantik, kok." Revka masih saja memberikan kalimat surgawi. "Aku yakin, dulu waktu muda pasti Oma sangat cantik. Lihat saja, garis kecantikan Oma masih jelas kelihatan, tuh!" Tatapan Revka tampak tulus ke Oma. Benar-benar pelakon drama handal.

"Ah, kalian ini memang anak-anak baik." Oma menepuk lembut pipi Revka sambil berikan senyum ke Shelly dan Kenzo.

"Woiya, dong Oma." Andrea kembali bersuara. "Temen-temen Drea sudah pasti anak baek!"

"Iya, iya..." sahut Oma. "Ya sudah, kalau begitu ayo masuk ke dalam. Oma kebetulan bikin singkong goreng bumbu, nih! Enak, kok! Nggak kalah sama pizza!" ajak Oma pada semuanya. "Tapi jangan heran kalau rumah Oma berantakan, yah. Hehe... Oma belum sempat beres-beres."

"Nggak apa, Oma," Shelly sudah menggamit Oma. "Oma kan pekerja keras, jadi tak masalah kalau sampai rumah nggak sempat dibereskan. Nanti Shelly bantuin beresin, yah!"

"Duh, kalian memang anak baik! Oma bersyukur Andrea punya teman seperti kalian..." Oma menatap haru ke teman-teman Andrea.