webnovel

Chapter 9

Winter tahu bahwa sedari tadi ada sepasang mata yang meliriknya tanpa henti semenjak mereka berdiri di bawah pohon yang dimaksud oleh si penjaga gerbang. Winter tidak tahu sudah berapa lama mereka menunggu disini, tetapi dia tahu sudah berapa kali sepasang mata tersebut berkali-kali mencuri pandang ke arahnya. Winter menghembuskan nafas jengkel, dia yang sedari tadi sibuk memperhatikan keadaan di sekelilingnya langsung membalikkan tubuhnya menghadap ke arah pemuda yang gelagapan ketika melihat Winter secara tiba-tiba berdiri mengarah kepadanya.

"Ada yang ingin kau bicarakan padaku?" tanya Winter dengan ketusnya, dia menatap si pemuda yang hanya menundukkan pandangan sambil memainkan jemarinya dengan gugup.

"T-tidak ada" jawab si pemuda yang melirik Winter lalu kembali menundukkan pandangannya membuat Winter menyipitkan mata karena jengkel.

"Aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu" ucap Winter sehingga pemuda di hadapannya mendongakkan kepalanya menatap Winter dengan terkejut.

Winter sendiri tidak peduli dengan ekspresi yang di lukiskan oleh pemuda di hadapannya, tatapan matanya menerawang memperhatikan tempat yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Keadaan di sekitarnya begitu sunyi dan hanya terdengar suara hembusan angin serta suara daun yang saling bergesekan satu sama lain. Tidak ada tanda-tanda kehidupan selain pepohonan yang tinggi serta tanaman lain yang tumbuh subur mengelilingi mereka. Dunia di mana dia berdiri sekarang bagaikan tidak mempunyai ujung.

"Nyonya Winter ingin menanyakan apa?"

Suara pelan dari si pemuda membuat perhatian Winter tertuju kepadanya. Baru kali ini Winter benar-benar memperhatikan pemuda yang merupakan petugas Perpustakaan Floradivia itu. Jika di bandingkan dengan Winter, pemuda tersebut lebih tinggi darinya, dia juga mempunyai wajah yang kecil dengan rambut cokelat keemasannya yang tebal, manik hazelnya begitu unik membuat Winter tanpa sadar menatap dalam manik mata tersebut. Dia jadi teringat akan seseorang ketika menatap dalam manik hazel si pemuda.

Tapi, siapa seseorang yang dia maksud, dia tidak tahu.

Aneh sekali.

Pemuda d ihadapannya ini terlihat akrab di pandangan matanya, bahkan di ingatannya pun terlukiskan satu sosok yang bahkan Winter tidak mengerti kenapa sosok tersebut tiba-tiba saja tercipta di ingatannya. Dia merasa bahwa dia mempunyai ingatan itu tetapi dia tidak mengerti kenapa dia memilikinya.

"Bagaimana kau bisa ada di dalam mimpiku?" tanya Winter pada akhirnya menatap si pemuda yang saat ini terlihat kebingungan. Pemuda itu terlihat bingung bagaimana cara dia menjawab pertanyaan Winter.

"Sepertinya kau tidak tahu kenapa kau bisa berada di sana" ucap Winter akhirnya, menyerah menggali informasi dari seorang pemuda yang bahkan tidak mempunyai kekuatan sihir. Manusia biasa tidak akan mengerti mengenai sihir karena mereka tidak mempelajarinya, mereka tidak wajib belajar mengenai sihir.

"Apakah seharusnya, saya tidak ada di sana, Nyonya Winter?" pertanyaan yang di ucapkan dengan hati-hati itu membuat Winter kembali menatap si pemuda yang menatapnya dengan penasaran.

"Iya, seharusnya kau tidak ada di sana, bahkan, kau tidak seharusnya berada di sini" jawab Winter setelah cukup lama dia terdiam.

"Aku juga penasaran sepertimu, kenapa dewa itu menyebutkan namaku bahkan namamu, itu benar-benar aneh" ucap Winter dengan suara berbisik pelan di kalimat akhir. Otaknya mulai memikirkan berbagai macam teori mengenai dewa yang selama ini selalu saja membisikkan nama manusia terpilih kepadanya.

Dia tidak mengerti kenapa dewa tersebut bahkan memasukkan seorang manusia biasa ke dalam mimpinya. Bagaimana dia bisa menyebutkan nama Winter yang padahal seorang penyihir. Bukankah gerbang ini tidak akan terbuka dan tidak bisa di masuki oleh seorang penyihir? Tetapi, kenapa dewa tersebut mempersilakan Winter masuk padahal dia terkena hukuman dari para dewa itu sendiri. Bahkan mereka mengutuknya. Semua hal yang terjadi saat ini membuatnya pusing, dia tidak bisa menemukan sebuah jawaban yang tepat mengenai pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di pikirannya.

Dia mempunyai firasat bahwa si penjaga gerbang adalah jawaban yang ia cari. Dia yakin jika si penjaga gerbang mengetahui jawaban tentang semua tanda tanya yang ada di dalam kepala Winter. Penyihir itu merasa, bahwa dewa dengan rambut keemasannya itu dengan si penjaga gerbang sedang bekerjasama.

Tetapi, mengenai apa?

"Huu…huuu.."

Suara burung hantu membuat Winter mencari asal suara. Dia melihat seekor burung hantu terbang mengarah kepada mereka lalu berhenti di batang pohon yang sedikit rendah dan dekat dengan Winter serta Near. Burung hantu tersebut mengepakkan sayapnya beberapa kali lalu menatap lekat Winter dan Near yang saat ini berdiri bersebalahan dengan mendongakkan sedikit kepala mereka memandangi si burung hantu.

Winter menyipitkan matanya ketika dia melihat sebuah gulungan kertas kecil di kaki si burung hantu membuat Winter mengulurkan tangannya ingin mengambil gulungan kertas tersebut, karena batang pohon tersebut cukup tinggi sehingga Winter tidak bisa meraihnya, Winter pun menggunakan sihirnya untuk mengambil gulungan kertas itu. Dia menggumamkan sebuah mantera yang menyebabkan angin-angin di sekitarnya saling berkumpul dan mengarah kepada gulungan kertas yang terikat di kaki burung hantu, gerakan dari angin-angin tersebut melepaskan ikatan yang ada di gulungan kertas lalu membawanya kepada Winter.

Near yang berdiri disebalah Winter hanya bisa terkagum-kagum melihat Winter menggunakan sihir dengan jarak sedekat ini. Dia tidak pernah melihat penyihir menggunakan kekuatan mereka secara langsung. Dia hanya mendengar kehebatan para penyihir dari Charlotte atau pun dari buku.

Winter membuka gulungan kertas tersebut dan mendapati kata-kata yang ada di gulungan kertas bergerak kesana kemari. Winter tahu itu merupakan mantera sihir untuk menyembunyikan pesan dari si pengirim surat. Penyihir biasanya menggunakan mantera tersebut untuk meminimalisir orang asing yang ingin mengetahui pesan rahasia yang mereka kirim. Cara untuk membuat kata-kata itu berhenti bergerak dan membentuk pesan yang ingin di sampaikan oleh pengirim adalah dengan mengusapnya sambil mengucapkan mantera pembuka pesan rahasia. Baru saja Winter hendak mengulurkan tangannya untuk menyentuh permukaan gulungan kertas itu, dia melihat tangan seseorang telah terlebih dahulu menyentuh gulungan kertas tersebut.

Dia tidak mengusapnya, dia hanya menunjuk kata-kata yang bergerak itu dan bahkan jari telunjuknya tidak menyentuh kertas, tetapi anehnya, kata-kata tersebut malah berhenti bergerak dan menyusun sebuah kalimat yang sesungguhnya dari si pengirim pesan.

"Wah, mereka berhenti bergerak?" ucap Near yang berdiri di samping Winter dengan nada suara terdengar terkejut.

Begitu pun dengan Winter yang tidak menyangka bahwa Near bisa melepaskan mantera pesan rahasia dari gulungan kertas tersebut. Dia menatap Near tidak percaya yang masih di selimuti oleh rasa terkejutnya.

"Kau penyihir?" bisik Winter dengan tatapan matanya tidak lepas memandang Near yang menggelengkan kepalanya dengan panik.

"S-saya bukan penyihir, Nyonya Winter, saya-"

"Lalu bagaimana kau bisa melepas sihir pesan rahasia hanya dengan menunjuknya?" potong Winter dengan tidak sabaran.

Near terlihat gugup sedangkan Winter memicingkan matanya dengan curiga, dia menggulung kembali kertas tersebut dan menatap pemuda di sampingnya itu dengan tajam.

"Siapa kau sebenarnya?" bisik Winter dengan dingin dan terdengar mengancam.

***

Winter tidak menyadari bahwa ucapan penuh ancamannya itu membuat Near ketakutan dan tubuhnya bergetar hebat. Dia sangat yakin bahwa dia adalah seorang manusia biasa. Dia tidak mempunyai kekuatan sihir atau apa pun itu. Dia sendiri kebingungan kenapa dia berada di situasi ini sejak awal. Berada di dalam mimpi Winter, terpilih memasuki gerbang, bahkan tanpa sadar, dia telah melepaskan sebuah mantera pesan rahasia tanpa menggumamkan mantera apa pun.

"S-saya Near" jawabnya dengan gugup dan menundukkan kepalanya karena tidak sanggup melihat mata kelabu itu menatapnya dengan menuntut.

"Kau sangat mengerti dengan maksud pertanyaanku, Tuan Near" ucap Winter penuh penekanan dan dengan nada suara semakin dingin.

Near hanya bisa terdiam. Lidahnya kelu. Dia tidak tahu bagaimana caranya menjelaskan semua keanehan ini kepada Winter. Dia sendiri bingung mengenai dirinya sendiri. Setiap hari, jika dia bertanya kepada Rachel apakah dia seorang manusia biasa atau seorang penyihir, wanita itu menatapnya dengan tatapan kosong lalu berusaha tersenyum dan mengatakan bahwa dia seorang manusia. Mendengar jawaban itu dari Rachel, maka Near membuat kesimpulan bahwa dia adalah seorang manusia biasa tanpa memiliki sihir sama sekali.

Tetapi, dengan semua keanehan ini, dia jadi ragu dengan dirinya sendiri.

Winter yang melihat betapa pucat dan paniknya wajah Near perlahan menghembuskan nafas untuk mengurangi rasa kesal dan kewaspadaannya kepada pemuda tersebut. Dia kembali teringat pada ucapan si penjaga gerbang untuk saling percaya dan saling melindungi ketika mereka masuk ke dalam gerbang.

"Lupakan saja, nanti juga akan ketahuan kau itu siapa" ucap Winter pelan lalu mengalihkan pandangannya pada gulungan kertas yang ada di tangannya. Dia membuka gulungan kertas tersebut dan mendapati beberapa kalimat di sana.

{Selamat datang para manusia terpilih…

Sebuah kehormatan bisa bertemu dengan kalian dan menerima kalian di Desiree, sebuah dunia di mana kau bisa mewujudkan keinginanmu..

Hanya satu keajaiban dan hanya satu orang yang bisa memilikinya.

Temukan dia di balik bukit yang terlihat di pelupuk matamu.

Setelah kau menemukannya, kau akan mendapatkan jawaban yang kau cari.}

Winter mengernyitkan alisnya membaca kalimat-kalimat bodoh itu. Dia mendengus, merasa bahwa para dewa sedang mempermainkannya. Dia meremukkan kertas itu lalu membuangnya begitu saja ke atas tanah. Pandangan matanya melihat sekeliling dan dia bahkan tidak melihat sebuah bukit di matanya. Hanya pepohonan tinggi serta burung hantu bodoh yang menatapnya. Dia pun menatap lekat si burung hantu yang sedari tadi hanya asyik memainkan sayapnya.

"Jelaskan semuanya kepadaku atau akan kupatahkan sayapmu" ucap Winter dingin.

Near menatap Winter takut lalu mengalihkan pandangannya kepada burung hantu yang masih bergeming di tempatnya berdiri.

"Nyonya Winter" panggil Near, dia merasa mereka tidak akan mendapatkan apa-apa dari seekor burung.

"Hei, kau benar-benar ingin bermain denganku? Aku yakin, tujuanmu memanggilku ke sini adalah untuk membantumu melancarkan rencana bodohmu itu bukan?" Winter kembali bersuara dan dia menggumamkan sebuah mantera yang memunculkan sebuah tombak es di tangan kanannya.

Near bergidik ngeri ketika melihat Winter tidak main-main dengan ucapannya, sepertinya dia benar-benar menuntut sebuah penjelasan dari burung hantu dan hendak mematahkan sayapnya jika burung hantu itu tidak menjawab pertanyaannya. Dia hendak menghentikan Winter sampai dia melihat burung hantu tersebut perlahan bercahaya dan berubah menjadi manusia.

Near mengerjapkan matanya ketika melihat burung hantu itu telah menjelma menjadi wanita cantik dengan tubuh tinggi dan langsing. Dia mengenakan sebuah gaun putih dengan lengan panjang, dia mempunyai rambut pirang yang panjang dan bergelombang, wajahnya sedikit tirus dengan manik amber yang memikat, bulu matanya panjang dan lentik, dia mempunyai bibir merah berbentuk hati dan terlihat cantik ketika tersenyum, wanita itu berkulit putih bersih dan terlihat bercahaya membuat Near tidak bisa memalingkan pandangannya dari wanita yang saat ini tersenyum masam kepada Winter.

"Bagaimana bisa Dewi Bulan sangat menyukaimu? Kau hanyalah seorang gadis brengsek yang tidak tahu tata krama" ucap wanita tersebut lalu mengalihkan pandangannya kepada Near, dia bisa melihat bagaimana wanita tersebut tersenyum lembut dan menatapnya penuh kehangatan. Near bahkan bisa merasakan bahwa dia pernah melihat senyuman itu sebelumnya.

"Senang bisa bertemu denganmu" ucap wanita tersebut dengan suaranya yang lembut kepada Near, berbeda dengan nada bicaranya kepada Winter sehingga penyihir itu mendengus.

Near mengernyitkan alisnya bingung tetapi si wanita tidak mengatakan apa-apa, dia kembali menatap Winter dengan tatapan jengkel.

"Bagaimana bisa kau berniat mematahkan sayap cantikku hanya karena kau tidak bisa menerka teka-teki dari para dewa?" ucap si wanita menatap Winter tidak percaya.

Winter hanya mengedikkan bahunya, "Cepat jelaskan kepadaku apa yang kau tahu, Dewi Cahaya atau aku benar-benar akan menusukkan tombak ini kepadamu" ucap Winter membuat sang wanita yang merupakan Dewi Cahaya itu berdecak.

Near menatap kagum wanita yang ada di hadapannya. Dia benar-benar berhadapan dengan seorang dewa, lebih tepatnya Dewi Cahaya. Dia pernah mendengar cerita dari Charlotte bahwa Dewi Cahaya selalu ada ketika matahari bersinar terang, dia di wujudkan sebagai sosok yang cantik dengan sifatnya yang lembut.

"Benar-benar anak ini" gerutu Dewi Cahaya lalu dia berdehem.

"Aku tidak mengerti kenapa laki-laki bodoh itu mengundangmu kesini. Tetapi akan aku jelaskan apa yang akan kau lakukan di dalam gerbang ini, namun sisanya, biarkan laki-laki bodoh itu mengatakannya kepadamu" ucap Dewi Cahaya lalu menatap Winter dan Near secara bergantian.

"Setiap empat tahun sekali, tepatnya pada tanggal 29 Februari, akan tumbuh sebuah bunga yang sangat cantik dan indah, bunga tersebut hanya tumbuh di Bukit Desiree, dia tumbuh di puncak bukit dan hanya satu orang yang bisa memetik bunga tersebut" Dewi Cahaya menghembuskan nafasnya secara perlahan lalu kembali membuka mulutnya.

"Bunga itu diberi nama Bunga Harapan. Dia mempunyai kelopak berjumlah empat dengan warna putihnya yang bersih tak bernoda. Bunga tersebut memiliki cahayanya sendiri sehingga mudah untuk menemukannya. Seperti namanya, bunga tersebut bisa mengabulkan semua harapanmu bagi siapa pun yang menyentuhnya. Memang, dia hanya bisa di petik oleh satu orang, tetapi semua orang bisa menyebutkan harapan mereka jika menyentuh bunganya" jelas Dewi Cahaya memperhatikan bagaimana Winter dan Near mendengarkan penjelasannya dengan tenang.

"Bunga tersebut tumbuh begitu lama, tetapi dia akan mati dengan cepat. Dia hanya bisa hidup selama satu menit saja. Dia juga hanya mekar selama satu hari. Jika kau tidak segera memetiknya, maka bunga itu akan layu lalu mati dan tidak akan pernah tumbuh lagi, selamanya."

Winter entah kenapa mulai mengerti ke mana arah pembicaraan ini, tetapi dia lebih memilih untuk mendengar Dewi Cahaya menjelaskan semuanya sampai selesai.

"Mungkin orang-orang bertanya kenapa bunga seindah itu tidak di petik saja oleh para dewa, ini dunia mereka, mereka kan kuat, tidak butuh waktu lama mereka bisa mendaki Bukit Desiree dan memetiknya, begitu pula dengan penyihir, mereka dengan mudah bisa mendapatkan bunga tersebut tanpa harus melewati tantangan yang berat. Jawabannya hanya satu. Hanya manusia tanpa kekuatan sihir yang bisa memetiknya."

Desauan angin menerbangkan beberapa dedaunan yang terlepas dari batang pohon. Winter dan Near terdiam di tempat mereka berdiri sedangkan Dewi Cahaya hanya bisa memandang kejauhan langit biru tak berawan. Dia tidak tahu haruskah dia menjelaskan semuanya kepada dua manusia terpilih di hadapannya ini? Atau membiarkan mereka menemukan jawabannya sendiri? Dia pun memandangi Winter yang sibuk dengan pemikirannya sendiri dan Near yang terpaku di tempatnya berdiri. Mungkin, ini terlalu sulit untuk mereka terima. Informasi yang tidak akan pernah di beritahukan kepada siapa pun bahkan kepada manusia terpilih. Tetapi, dia harus mengatakannya, karena ini sebuah permintaan dari seorang teman.

"Jadi, kenapa aku dan dia ada disini?" tanya Winter menatap Dewi Cahaya dengan tatapan yang membuat wanita cantik tersebut tersenyum tipis.

"Sudah aku katakan bukan? Sisanya biarkan laki-laki bodoh itu yang menjelaskannya kepadamu" ucap Dewi Cahaya dengan lembut.

Tatapan matanya tertuju pada Near yang masih di selimuti oleh kebingungan, "Tentu saja dia juga akan menjelaskan kenapa kau ada di sini, Near" ucapnya membuat Near menatap Dewi Cahaya yang tersenyum penuh arti.

"Aneh sekali, kau terlihat seperti mengenal bocah ini. Asal kau tahu? Dia ini aneh" ucap Winter menatap Dewi Cahaya dengan curiga.

Dewi Cahaya hanya tersenyum mendengar ucapan Winter, "Baiklah, sudah saatnya kalian bergegas pergi ke Bukit Desiree, waktu kalian tidak banyak" ucapnya.

"Winter" panggil Dewi Cahaya sehingga Winter menatapnya.

"Dia merindukanmu, dan dia baik-baik saja" ucap sang dewi membuat Winter tertegun.

Dewi Cahaya tersenyum lembut lalu perlahan dia berubah menjadi burung hantu lalu terbang tinggi meninggalkan Winter yang mengepalkan kedua tangannya sambil menunduk dalam.

Lega rasanya ketika dia mendapatkan sebuah kabar yang sangat ingin ia dengar.

Bersambung

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

Creation is hard, cheer me up!

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Like it ? Add to library!

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Celandine_Parkcreators' thoughts