webnovel

Chapter 6

Hal pertama yang ia lihat ketika dia membuka mata adalah sebuah pohon besar yang tidak memiliki daun, batangnya yang tua dan lapuk dengan kulitnya yang mengelupas lalu terbang tertiup angin. Hembusan angin tersebut membuat dia mengerjapkan matanya beberapa kali. Perlahan, dia membuka matanya dan menyadari bahwa dia berada di padang rumput yang luas.

Sebuah pemandangan yang selalu dia lihat di malam sebelum tanggal 29 Februari. Dia tahu, jika dia akan selalu bermimpi berada di padang rumput yang luas dengan langit sebiru samudera, berdiri tidak jauh dari pohon besar yang tidak mempunyai daun. Tetapi, yang berbeda dari mimpi ini adalah, hanya dia sendiri yang berdiri disana. Biasanya, dia akan berhadapan dengan seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan bahunya yang lebar, dia mengenakan pakaian yang bersinar, rambut keemasannya yang panjang senada dengan warna bola matanya. Untuk kali ini, dia hanya berdiri seorang diri.

Dia pun mendengus, tentu saja. Bukankah para dewa sedang menghukumnya? Dia tidak akan berpatisipasi dalam pemilihan tujuh manusia yang akan masuk ke dalam gerbang. Seharusnya dia mengerti jika dia hanya bermimpi berdiri seorang diri di padang rumput yang luas ini. Dia juga tidak tahu kapan dia harus terbangun karena berada di dalam mimpi yang bahkan tidak bisa dia kendalikan. Dia tahu dia sedang bermimpi, tetapi dia tidak bisa keluar dari mimpinya sendiri. Tidak, lebih tepatnya, mimpi ini bukan miliknya. Tetapi milik seorang dewa yang selama ini selalu membisikkan satu nama manusia pilihannya kepadanya.

Bukankah aneh jika dia malah berada di mimpi yang dimiliki oleh seorang dewa?

"…..Winter!..."

Dia memejamkan kedua matanya karena hembusan angin yang kencang tanpa sengaja menerbangkan rumput-rumput itu sehingga masuk ke dalam matanya. Dia mengaduh kesakitan sambil mengucek matanya yang kemasukan rumput. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali, jantungnya berdegup kencang karena dia tahu bahwa dia mendengar seseorang memanggil namanya, dia hendak berbalik hanya untuk melihat siapa seseorang yang memanggil namanya, tetapi dia hanya bisa tertegun ketika dia melihat sesosok lelaki bertubuh tinggi dengan bahu lebarnya. Mata keemasan itu menatapnya dengan sebuah senyuman tipis terukir di wajahnya.

Dia terperangah ketika melihat sosok yang selalu saja datang untuk membisikkan sebuah nama kepadanya itu malah berada dihadapannya. Bukankah, dia sedang dihukum? Lalu, kenapa dewa ini malah muncul disini? Kenapa dia berada di dalam mimpi yang diciptakan oleh seorang dewa?

"Kenapa-"

Dia mengatupkan kembali bibirnya ketika dia melihat sosok itu meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. Pertanda sosok itu meminta dia untuk tidak mengatakan apa pun. Dia hanya bisa terpaku di tempatnya berdiri. Terlebih ketika sosok itu mulai membuka mulutnya, dia tahu, sosok itu akan membisikkan sebuah nama untuknya.

("Winter…")

***

Kedua matanya terbuka, dia langsung bangun dari tidurnya dengan nafas terengah. Dia bisa melihat kedua tangannya yang terkepal erat itu bergetar. Mimpi yang aneh, sangat sangat aneh. Bagaimana bisa seseorang yang dihukum oleh dewa sepertinya malah mendapatkan sebuah mimpi? Bukankah seharusnya dia tidak bermimpi apa pun mengenai nama orang yang akan masuk ke dalam gerbang? Dia pun mengusap keringat yang mengalir di keningnya.

"Kenapa dia malah menyebut namaku?" bisiknya tidak percaya.

Dia melihat keluar jendela, sinar mentari telah menerobos masuk ke dalam kamarnya yang cukup luas. Pertanda bahwa sekarang adalah tanggal 29 Februari. Hari dimana Desiree Gate muncul. Setahu dia, gerbang besar tersebut akan muncul tepat di tengah malam ketika bulan purnama bersinar begitu terang.

Dia pun turun dari tempat tidurnya lalu membuka pintu kaca besar yang terhubung ke balkon mansionnya. Dia menyerngitkan alisnya ketika melihat daun-daun itu malah bersinar terang. Daun dari Pohon Merah Ajaib. Bukankah sekarang Desiree Gate sudah muncul? Tanda bahwa gerbang tersebut muncul adalah Pohon Merah Ajaib akan meredup, cahaya dari gerbang mengalahkan cahaya dari pohon itu sendiri. Tetapi, kenapa?

"Tidak, sekarang mari fokus dengan apa yang terjadi semalam. Bagaimana bisa aku berimimpi dan dewa sialan itu malah menyebut namaku?!" dia benar-benar kehilangan akal sehatnya ketika mengetahui bahwa dia merupakan manusia terpilih yang masuk ke dalam gerbang.

"Bukankah yang bisa masuk ke dalam adalah manusia biasa? Manusia yang tidak mempunyai sihir sama sekali? Tapi, kenapa dia menyebut namaku?" dia benar-benar kebingungan sekarang, otaknya berpikir keras kenapa terjadi suatu hal yang tidak terduga kepadanya.

Dia mengerjapkan matanya, "Tidak…sadarlah Winter, dia tidak hanya menyebut satu nama…"

"Winter!"

Dia, Winter, langsung terkesiap dan berjalan mendekat ke pembatas balkon hanya untuk melihat Fernandes sudah ada di pekarangan mansionnya dengan wajah pucat. Winter menyerngitkan alisnya terlebih ketika melihat ada kepanikan di wajah Fernandes.

"Gerbang itu tidak muncul Winter.."

Winter terdiam ketika mendengar apa yang dikatakan Fernandes.

"Desiree Gate tidak muncul.."

***

Pintu ruang pertemuan itu terbuka lebar, terlihat beberapa penyihir terkuat di Floradivia memasuki ruangan besar tersebut lalu duduk di bangku masing-masing, disusul oleh Ketua Asosiasi Sihir yang berdiri di depan dengan wajah pucat pasi. Dia melihat satu per satu para penyihir itu sampai kepanikan kembali terlukis di wajahnya.

"Dimana Fernandes?" tanyanya ketika dia sadar bahwa yang ada di dalam ruang pertemuan tersebut hanya ada lima penyihir.

"Kenapa kau masih bertanya juga Pak Ketua? Sudah jelas dia pergi kesana" jawab Grace acuh tak acuh.

Ketua menghembuskan nafasnya dan hendak membuka pembicaraan ketika tiba-tiba saja Fernandes masuk ke dalam ruang pertemuan bersamaan dengan Winter berjalan dibelakangnya. Semua mata tertuju kepada mereka, hanya saja Grace terlihat tidak senang dengan kehadiran Winter di dalam ruangan tersebut.

"Apa yang kau lakukan disini, Winter?" tanya Chloe bingung, dia yakin sekali bahwa Winter sedang dihukum.

"Iya, apa yang kau lakukan disini, Winter?" tanya Ketua kebingungan dan bercampur dengan kepanikan, akal sehatnya sedang tidak berjalan dengan baik karena kejadian tidak terduga hari ini.

"Bukankah lebih baik kalian fokus pada tidak kemunculan gerbang dari pada memikirkan kenapa aku ada disini?" ucap Winter dingin, dia juga tidak duduk di kursi kosong yang ada di sana, dia memilih berdiri sambil memperhatikan ketua yang berdehem, sepertinya dia juga tidak mau memperpanjang masalah mengenai Winter yang ada di ruang pertemuan.

"Seperti yang kalian ketahui, Desiree Gate tidak muncul hari ini, padahal saya sudah sangat yakin sekarang tanggal 29 Februari, entah apa yang salah dan apa yang sedang dilakukan para dewa. Tetapi, yang aku dengar, kalian semua tidak mendapatkan mimpi" ucap ketua menatap satu per satu para penyihir yang ada disana.

Hanya Winter yang tertegun di tempatnya berdiri. Dia menatap enam penyihir lainnya yang hanya bisa menundukkan kepala mereka.

Muncul sebuah pertanyaan di benak Winter, kenapa dia malah mendapatkan mimpi?

Terlebih, dewa itu tidak hanya menyebutkan satu nama.

"Apa yang akan kita lakukan dengan ini? Gerbang belum muncul, kita semua tidak mendapatkan mimpi, bukankah seharusnya sekarang manusia-manusia terpilih itu sudah memasuki gerbang?" ucap Fernandes kebingungan.

Hal ini adalah pertama kalinya mereka rasakan. Tidak biasanya para dewa bertindak gegabah seperti ini. Terlebih gerbang itu tidak kunjung muncul, mereka sudah menunggu selama beberapa jam tetapi tetap saja, tidak ada tanda-tanda bahwa Desiree Gate akan muncul di Hutan Terlarang.

"Kau pasti tahu sesuatu kan, Winter? Itulah kenapa kau datang kesini sekarang."

Suara dingin milik Grace membuat Winter langsung saja menatap gadis bermata hijau itu. Dia hanya bisa mendengus ketika mendengar apa yang dibicarakan oleh Grace, terlebih ketika semua mata sekarang tertuju kepadanya. Dia hanya bersidekap dan menatap satu per satu orang yang saat ini terlihat termakan dengan apa yang Grace katakan.

"Apa yang diketahui oleh seseorang yang terkena hukuman sepertiku, Nyonya Bangsawan Grace yang terhormat? Aku rasa, para dewa tidak sebodoh itu memberitahu suatu hal yang penting kepada seseorang yang mereka beri hukuman" ucap Winter dengan sinisnya, tidak lepas memandang Grace yang mendengus.

"Aku tahu kau membenciku, Grace, tapi cara seperti ini, benar-benar kekanakan, apa kau tidak sadar itu? Bertingkahlah sesuai umurmu, jangan coreng nama keluargamu karena kelakuanmu ini" ucapnya lagi dan merasa puas ketika melihat kulit putih susu itu memerah karena marah.

"Baiklah, hentikan obrolan tidak penting kalian, kita harus segera mencaritahu penyebab gerbang tidak muncul dan kenapa para dewa belum memberitahu siapa saja yang masuk ke dalam gerbang" ucap Percy, dia mulai membuka suara karena melihat muncul urat-urat kemarahan di pelipis Viona.

Ketua Asosiasi Sihir tidak tahu harus berbicara apa karena dia sendiri juga tidak tahu kenapa gerbang belum muncul dan kenapa para dewa belum juga menyebut nama-nama pilihan mereka. Apakah tahun ini adalah tahun dimana Desiree Gate tidak muncul? Atau jangan-jangan gerbang besar tersebut malah muncul di tempat lain? Tetapi, bukankah itu suatu hal yang tidak mungkin?

Mereka semua sibuk dengan pemikiran masing-masing membuat Winter menghembuskan nafas jengah, dia memutuskan untuk pergi saja dari ruang pertemuan itu karena dia tidak akan mendapatkan jawaban mengenai hal aneh ini. Lagian, mereka semua juga tidak perduli jika Winter pergi dari sana karena sejak awal Winter juga tidak diperlukan untuk sementara waktu karena hukuman yang ia terima. Dia yakin pendapatnya pun tidak akan di dengar.

Dia melangkahkan kakinya keluar dari menara sihir, mengabaikan tatapan mata yang tertuju kepadanya. Dia juga mengabaikan bagaimana orang-orang di dalam menara terlihat panik karena Desiree Gate yang belum juga muncul. Winter tidak peduli dengan semua itu karena dia juga tidak dilibatkan untuk tahun ini. Memang, lebih baik dia kembali ke mansion, lalu menyeruput teh kesukaannya tanpa harus memusingkan masalah aneh yang muncul di hari ini.

Winter menggunkana sihir teleportasi untuk kembali ke mansion. Dia berada tepat di depan pekarangan mansionnya dan hanya bisa tertegun ketika dia melihat seseorang yang tidak asing sudah berdiri tepat di depan pintu, seperti sedang menunggunya.

***

Dia tentu tidak lupa dengan sosok yang mengenakan jubah hitam, rambut peraknya yang panjang, manik mata semerah buah delima, serta tongkat panjang dimana seekor burung hantu bertengger disana. Sosok yang merupakan penjaga gerbang.

Dia lah yang selalu menuntun para manusia terpilih menuju Desiree Gate.

Setahu Winter, sosok itu tidak akan muncul jika gerbang belum muncul.

"Kenapa kau terlihat bingung seperti itu, Winter?" ucap si penjaga gerbang sambil terkekeh pelan, dia berjalan mendekati Winter yang terpaku di tempatnya berdiri.

"Bukankah…, bukankah kau hanya muncul ketika gerbang muncul?" tanya Winter dengan raut kebingungan terlukis jelas di wajahnya.

Si penjaga gerbang kembali terkekeh, "Iya, itu memang benar."

Winter semakin menyerngitkan alisnya ketika melihat si penjaga gerbang malah mengulum senyum. Winter membulatkan matanya, dia nampak terkejut. Sangat terkejut.

"Gerbangnya…muncul..?"

Sekarang si penjaga itu malah tertawa terbahak-bahak membuat Winter yang awalnya kebingungan menjadi kesal. Dia merasa dipermainkan.

"Ohh, jangan menatapku seperti itu, Penyihir Winter. Gerbang itu baru saja muncul, aku yakin sekarang, para penyihir itu sedang pergi menemui manusia pilihan para dewa" jelas si penjaga gerbang disahuti oleh suara burung hantu bersayap putih yang bertengger di atas tongkat panjangnya.

"Lalu, kenapa kau kesini? Bukankah seharusnya kau sudah berdiri di dekat pintu masuk Hutan Terlarang? Tugasmu adalah menuntun mereka menuju gerbang" ucap Winter jengkel, semua keanehan ini entah kenapa membuatnya marah. Dia rasanya ingin sekali masuk ke dalam mansion dan menikmati waktu sendirinya di dalam sambil menikmati secangkir teh.

Si penjaga gerbang tersenyum kepada Winter yang menatapnya kebingungan, "Kenapa kau tersenyum seperti itu?" dengus Winter.

"Seperti yang kau katakan Winter, tugasku adalah menuntun mereka yang terpilih menuju gerbang" ucap si penjaga dengan senyuman misteriusnya.

Jantung Winter berdegup kencang, dia menatap lekat si penjaga yang masih saja setia dengan senyumannya.

"Yeah, kita masih banyak waktu sebelum aku menjemput enam manusia yang sedang diundang oleh penyihir-penyihir itu" ucap si penjaga lagi lalu tersenyum manis pada burung hantu yang ada di atas tongkatnya.

Winter masih berdiri kaku di tempatnya berdiri, dia masih mencerna apa yang dikatakan oleh si penjaga gerbang ini kepadanya. Dia menelan ludahnya tanpa sadar, jari telunjuknya menunjuk dirinya sendiri dengan raut wajah tidak percaya.

"Aku…kau menjemputku?" tanya Winter membuat si penjaga gerbang itu tersenyum penuh arti.

"Bukankah dewa itu membisikkan nama pilihannya kepadamu?" tanya si penjaga gerbang dengan suaranya yang tenang.

Winter membuka dan menutup mulutnya berkali-kali. Dia tentu ingat mimpinya. Dia bermimpi tentang se-sosok pria bertubuh tinggi dengan bahu lebarnya, lelaki dengan mata keemasannya itu memang membisikkan nama kepadanya. Tetapi…

"Bukankah aku sedang dihukum?!" Winter tidak bisa menahan rasa kebingungannya, dia benar-benar butuh jawaban sekarang. Dia tidak mengerti kenapa dewa itu malah membisikkan nama kepadanya ketika dia sedang dihukum, terlebih, malah enam penyihir lainnya yang tidak mendapatkan mimpi apa-apa semalam. Ini terlalu membingungkan untuknya.

Suara burung hantu bersayap putih itu membuat perhatian mereka tertuju kepadanya. Suaranya begitu kencang dan tidak mau berhenti membuat Winter menyerngitkan alisnya, hanya si penjaga gerbang yang malah tersenyum senang dengan tatapan matanya menuju ke satu arah dan itu membuat Winter ikut melihat kemana si penjaga itu melihat. Burung hantu itu masih tidak bisa diam, jika Winter perhatikan, burung hantu tersebut terlihat sedang menyambut seseorang.

"Bukankah, dewa itu membisikkan dua nama kepadamu?"

Bisikan pelan dari si penjaga gerbang membuat Winter menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Iya, jika dia ingat, memang dewa itu tidak hanya membisikkan namanya, tetapi dia juga membisikkan nama lain..

"Ah, akhirnya kau datang juga…"

Winter tidak bisa menahan rasa terkejutnya. Kembali teringat bahwa sosok yang ada di dalam mimpinya itu tidak hanya menyebutkan nama Winter saja.

["Winter….dan…"]

"M-maaf, saya datang terlambat" ucap seseorang itu sambil mengatur nafasnya yang terengah.

"Tidak apa, sayang, kau malah datang tepat waktu" ucap si penjaga gerbang dengan senyumannya yang hangat.

"Near…" bisik Winter, kembali teringat satu nama yang dewa bisikkan kepadanya.

"Jadi, namamu Near, kau adalah bocah yang bekerja di perpustakaan" ucap Winter menatap sosok tersebut dengan tatapan tidak percaya.

Si penjaga gerbang tersenyum penuh arti kepada sosok pemuda yang saat ini terlihat kikuk sambil sesekali melirik Winter. Bibirnya terbuka untuk mengatakan satu kalimat yang dulu pernah ia ucapkan ketika bertemu dengan pemuda itu.

"Hai, nak. Senang sekali bisa bertemu denganmu disini."

Bersambung