webnovel

Chapter 2

Mansion sederhana miliknya ini dibangun dalam satu malam. Berdiri kokoh di tengah Hutan Terlarang dengan lokasi tidak jauh dari Danau Kehidupan. Sebuah danau kecil dengan airnya yang jernih sehingga orang-orang bisa melihat dasar danau dengan mata telanjang. Konon katanya, siapa pun yang menatap Danau Kehidupan ketika gerhana bulan muncul, maka seseorang tersebut bisa melihat jati dirinya yang sebenarnya. Keinginan terdalam dari seorang manusia. Danau Kehidupan mampu mencermikan apa yang sebenarnya manusia inginkan.

Winter mendapatkan mansion sederhana dua lantai ini dari Dewi Bulan. Ketika sang dewi menemuinya, dia dengan bahagianya memberikan sebuah mansion super mewah kepada Winter yang tentu saja tidak ia terima. Winter memilih untuk diberikan sebuah tempat tinggal sederhana namun terasa nyaman jika ditempati. Winter hanya tinggal seorang diri di Hutan Terlarang ini, dia tidak mau repot-repot mengeluarkan kekuatan sihirnya hanya untuk membersihkan sebuah mansion besar dan mewah, itu merepotkan.

Maka dari itu, dengan berat hati, Dewi Bulan mengabulkan keinginan Winter, dalam satu malam saja, Winter memiliki tempat tinggal di Hutan Terlarang ini. Sebuah hutan dengan luas yang tak terhitung. Hutan tersebut bagaikan tidak memiliki ujung. Di tengah-tengah hutan terdapat Pohon Merah Ajaib, yang seperti biasa bersinar begitu indah dengan dedaunannya berwarna merah.

Pemandangan ini setiap harinya Winter lihat ketika dia menikmati secangkir teh di balkon mansionnya yang cukup luas. Cahaya dari pohon besar tersebut entah kenapa berhasil membuat Winter merasa tenang. Setelah apa yang terjadi kepadanya. Dia merasa, bahwa dia butuh ketenangan.

Seperti yang dia lakukan sekarang, dia duduk dengan tenang sambil menyesap teh yang ia buat, memandang sinar kemerahan yang berasal dari Pohon Merah Ajaib. Suara desiran angin sepoi-sepoi terdengar seperti lullaby di pendengarannya. Beberapa kali dia juga mendengar suara burung hantu yang saling bersahutan membuat Winter menyerngitkan alisnya, bukankah malam belum menyambut hari? Kenapa burung-burung hantu itu sudah heboh saja saling bersahut-sahutan seperti itu?

[Sesuatu yang tidak biasa akan terjadi..]

Winter tertegun. Dia meletakkan cangkir teh nya dengan pelan di atas meja. Dia yakin bahwa dia mendengar sesuatu. Dia pun duduk dengan tenang di kursinya, berharap bahwa suara itu akan terdengar lagi. Tetapi, setelah sekian lama dia duduk dengan tenang di kursinya. Dia tidak kembali mendengar suara tersebut bersamaan dengan diamnya para burung hantu.

***

Dia adalah seorang pemuda yang tumbuh di sebuah panti asuhan. Dia tidak tahu siapa orang tua nya. Di sebuah desa yang sebagian besar penduduknya bukan penyihir. Ketika dia berusia 10 tahun, Rachel, selaku si pemilik panti asuhan menceritakan kepadanya bagaimana bisa dia berada di panti asuhan tersebut. Rachel adalah seorang wanita berusia 40 tahun, dia mempunyai rambut cokelat yang ia gelung rapi, wajahnya kecil dengan kedua manik matanya yang berwarna hitam kecokelatan, hidungnya mancung dan sedikit tinggi serta terdapat tahi lalat kecil di ujung hidungnya, bulu matanya lentik dengan bibir tipis yang akan sedikit menghilang jika dia tersenyum. Walaupun dia berusia 40 tahun, tetapi dia malah terlihat seperti wanita berusia 30 tahun.

Seperti biasa, Rachel bangun pagi-pagi sekali untuk pergi ke kebun. Rachel akan pergi ke kebun untuk mengambil beberapa sayur atau pun buah yang ia tanam disana. Berkat kebun itu juga Rachel bisa memenuhi semua kebutuhan dia dengan anak-anak yang hidup di panti asuhan.

Pagi itu, Rachel sedang duduk di teras sedang mengenakan sepatunya, dia yang terbangun tanpa sengaja melihat Rachel lalu memutuskan untuk mendekatinya, dia sudah kepalang penasaran karena hanya dia lah yang asal-usulnya tidak jelas. Rachel juga seperti menutupi semuanya ketika dia bertanya kenapa dia berada disini dan bagaimana bisa Rachel menemukannya lalu membawanya ke panti asuhan.

Dan hari itu, dia mendapatkan sebuah jawaban walaupun raut wajah Rachel terlihat tidak ingin menceritakan semua itu kepadanya.

"Saat itu salju turun dengan lebatnya, suasana begitu mencengkam, bagaikan hujan salju itu tidak akan pernah berhenti, jalanan mulai tidak terlihat karena tertutupi oleh putihnya salju. Namun, hari itu, aku mendengar suara ketukan yang terdengar terburu-buru, ketukan itu semakin keras ketika aku tidak kunjung membukanya. Tergesa-gesa, aku berjalan mendekati pintu lalu dengan ketakutan aku membuka pintu tersebut."

"Disaat itulah aku melihat sebuah keranjang yang berisikan bayi serta sebuah surat. Surat yang berisikan bahwa bayi tersebut bernama Near."

Penjelasan dari Rachel membuat dia, Near, berpikir. Kenapa selama ini Rachel terlihat enggan menceritakan mengenai dirinya kalau nyatanya Near ditemukan seperti anak-anak yang ada di panti asuhan ini? Mereka ditemukan di depan pintu panti, dibuang oleh orang tua mereka. Walaupun dia tidak merasa puas dengan penjelasan Rachel, tetapi dia tetap saja bersyukur karena Rachel ingin bercerita kepadanya tentang kenapa dia bisa berada di panti asuhan ini.

Bertahun-tahun telah berlalu dan sekarang dia berusia 14 tahun. Near kecil tumbuh menjadi remaja bertubuh tinggi dan kurus, dia mempunyai rambut berwarna cokelat keemasan, manik mata hazelnya yang seperti lelehan cokelat, serta wajahnya yang kecil. Bulu matanya panjang serta alis nya yang tidak terlalu tebal, hidung yang mancung, terdapat tahi lalat di dekat matanya yang bulat, bibir plump itu terlihat merah alami membuat anak perempuan iri ketika melihat warna bibir Near. Near tumbuh sebagai remaja yang suka menghabiskan waktunya di dalam perpustakaan untuk membaca.

Bertahun-tahun dia hidup bersama Rachel dengan anak-anak panti lainnya, Near merasa bahwa dia harus hidup mandiri. Maka dari itu, dia bertekad, ketika dia berusia 18 tahun, dia akan keluar dari panti asuhan, mencari pekerjaan, dan hidup mandiri. Dia tidak mau terus menyusahkan Rachel walaupun Rachel berkata jika dia tidak merasa direpotkan. Dia malah senang bisa merawat anak-anak tersebut termasuk merawat Near.

Karena ucapan Rachel, remaja 14 tahun itu semakin berketad untuk mencari pekerjaan dari sekarang. Dia berkeliling desa, menanyakan apakah ada pekerjaan untuk remaja 14 tahun sepertinya? Sampai pada akhirnya, dia mendapatkan sebuah pekerjaan di Perpustakaan Floradivia. Sebuah bangunan besar lima lantai yang dipenuhi oleh berjuta-juta buku dari zaman ke zaman. Near ditugaskan untuk menghitung jumlah buku yang ada di dalam perpustakaan dan menyusun buku-buku tersebut sehingga bisa diketahui apakah ada yang mencuri buku-buku tersebut atau tidak.

Near melakukan pekerjaan tersebut bersama Charlotte, remaja berusia 16 tahun yang mempunyai rambut merah menyala dengan bintik-bintik kecokelatan di wajahnya, gadis itu mempunyai warna mata cokelat keemasan, sebuah warna yang membuat orang-orang berdecak kagum ketika memandang mata Charlotte, rambut merah menyalanya itu selalu ia kucir kuda dengan alasan dia tidak mau rambut panjangnya mengganggu pekerjaannya.

Charlotte merupakan anak yang periang dan suka berbicara, dia merasa aneh jika dia tidak mengatakan sesuatu sehingga Near selalu saja menjadi pendengar ketika Charlotte bercerita.

"Bisakah kau berhenti membacanya? Kau selalu saja membaca buku kuno ini" gerutu Charlotte, dia membawa satu kardus besar berisikan buku-buku yang akan di daur ulang.

Near yang sejak tadi duduk manis di dekat rak buku sambil membaca buku favoritnya hanya bisa mengedikkan bahunya sebagai jawaban. Sejak awal dia bekerja di perpustakaan ini, matanya tertuju pada sebuah buku yang mempunyai sampul berwarna hitam pekat bagaikan arang. Kertas-kertas buku tersebut telah menguning dan mempunyai bau menyengat. Dia terselip di antara buku-buku tua yang akan di daur ulang. Ketika Near menemukan buku tersebut, buku itu dipenuhi oleh debu, judul buku itu ditulis menggunakan tintas emas. Buku dengan judul Ivonna: Si Penyihir Cantik yang Bisa Menghidupkan Orang Mati.

"Buku ini menyenangkan untuk dibaca" jawab Near tanpa sekali pun mengalihkan pandangannya dari buku.

Charlotte mendengus, "Apa yang menyenangkan dari membaca cerita dongeng? Near, dia memang penyihir hebat, tetapi dia tidak bisa menghidupkan orang mati, dia bukan dewa" jelas Charlotte dengan suaranya yang terdengar jengkel.

"Lebih baik kau bantu aku membawa kardus-kardus itu ke tempat daur ulang dari pada membaca buku tidak jelas" ucap Charlotte lagi lalu dia berlalu pergi meninggalkan Near yang menghembuskan nafas jengkel. Dia heran sekali kenapa Charlotte selalu saja tidak suka dia membaca buku ini. Lebih tepatnya, dia tidak suka jika membahas tentang Ivonna. Si penyihir terkuat di Floradivia yang mati secara misterius.

Near meletakkan pembatas di halaman yang ia baca, lalu dia menyimpan buku tersebut dengan menyelipkannya di antara buku-buku lain. Cara itu dia lakukan supaya tidak ada orang lain yang membaca buku tersebut atau pun petugas lain yang akan membawa buku itu ke tempat daur ulang. Near dengan malas berjalan menuju tumpukan kardus yang memang letaknya tidak jauh dari tempat Near membaca buku. Dia baru saja hendak mengangkat salah satu kardus tetapi dia bisa merasakan hembusan angin yang cukup kuat menerpa wajahnya.

"Kenapa kau suka membacanya?"

Pertanyaan tersebut membuat Near menoleh ke asal suara. Tidak jauh dari tempat Near berdiri, dia melihat seorang gadis dengan rambut kelabunya, gadis itu mengenakan gaun berwarna hitam berenda. Dengan rambut kelabunya tersebut, tentu saja Near tahu siapa gerangan sosok yang berdiri di hadapannya.

"Nyonya Winter.." ucap Near menatap sosok penyihir kuat itu dengan tatapan tidak percaya.

Dia tidak percaya bahwa penyihir kuat Winter ada di perpustakaan, berdiri di hadapannya, terlebih, berbicara kepadanya.

"Kenapa kau suka membaca buku itu? Jangan buat aku mengulang kembali apa yang aku tanyakan kepadamu" ucap penyihir itu dengan dingin.

Near membuka dan menutup mulutnya beberapa kali. Dia begitu gugup karena tidak menyangka bisa berbicara dengan salah satu penyihir terkuat di Floradivia. Near berdehem untuk menghilangkan perasaan gugup yang menggerogoti tubuhnya. Dia bisa merasakan telapak tangannya berkeringat dingin. Tatapan matanya ia alihkan kesana kemari, dia tidak mau menatap manik kelabu itu karena dia terlalu gugup.

"K-karena bukunya menyenangkan untuk dibaca" ucap Near pelan, dia merasa bahwa suaranya terdengar seperti cicitan burung. Dia benar-benar tidak bisa mengontrol suaranya sendiri. Terlebih dia merasa gelisah karena si penyihir itu tidak kunjung membuka suaranya setelah Near menjawab pertanyaannya.

"Menurutmu, apakah seorang manusia bisa menghidupkan orang mati?"

Near tertegun ketika mendengar pertanyaan Winter, setelah sibuk melihat kesana kemari, manik hazel miliknya itu akhirnya bertemu dengan manik kelabu milik Winter. Walaupun Winter terlihat dingin dan kejam, tidak bisa dipungkiri bahwa Winter mempunyai paras yang luar biasa. Terlebih ketika manik kelabu itu menusuknya. Near tanpa sadar menundukkan kepalanya, dia merasa lancang telah menatap langsung manik kelabu tersebut.

"Tentu saja tidak ada manusia yang bisa menghidupkan orang mati. Penyihir pun juga tidak bisa, bukan?"

Gumaman kecil dari Winter itu membuat Near tidak berani membuka suaranya untuk mengatakan sesuatu. Bahkan untuk mengatakan kepada Winter bahwa dia harus pergi membawa kardus tersebut ke ruang daur ulang saja dia tidak bisa. Near merasa terdapat paku yang begitu kuat menancap di dekat kakinya sehingga dia tidak bisa bergerak kemanapun. Lidahnya kelu dengan keringat dingin mengalir di kedua pelipisnya. Dia berharap Winter tidak menyadari betapa gugupnya dia saat ini.

"Menurutmu, Penyihir Ivonna benar-benar sudah mati?"

'Kenapa Nyonya Winter terus bertanya seperti ini kepadaku?'

Near gelisah. Dia benar-benar ingin pergi dari sini. Pergi dari hadapan Winter demi menghindari pertanyaan-pertanyaan anehnya.

"Tertulis di buku bahwa Nyonya Ivonna sudah mati, Nyonya Winter. Dan…kalau boleh, saya permisi karena harus membawa kardus-kardus itu ke ruang daur ulang" setelah mengatakannya dengan keberanian luar biasa, Near langsung mengangkat satu kardus dan bergegas pergi meninggalkan Winter yang berdiri terpaku di tempatnya berdiri.

"Iya kan? Dia sudah mati…" gumam gadis penyihir itu lalu dia berjalan pelan menuju rak dimana Near menyembunyikan buku yang ia baca.

Tidak sulit bagi Winter menemukan buku kuno yang cukup tebal tersebut.

"Dari dulu, dia memang penyihir yang aneh."

'Rambut hitam kecokelatan yang terurai indah.'

'Senyuman yang hangat mengalahkan hangatnya matahari.'

'Manik hitam yang terkesan murni dan bersih.'

Iya, Winter tidak salah lihat. Dia yakin sekali, jika sosok itulah yang ia lihat ketika dia membuka matanya setelah tertidur selama sepuluh tahun.

Sosok itulah yang telah membuatnya terbangun.

Siapa lagi kalau bukan Penyihir Ivonna?

Penyihir hebat yang dikabarkan bisa membangkitkan orang mati.

Dan…

Bisa melepas kutukan dari dewa.

Bersambung