webnovel

Chapter 18

Bangunan itu begitu besar dan megah. Sebuah istana yang diselimuti oleh emas, begitu bercahaya bagi siapa pun yang melihatnya, terdapat aliran sungai berada di dekat halaman depan istana, sungai tersebut mengalir dengan airnya yang jernih sehingga bisa terlihat rombongan ikan berenang di dalam sana. Halaman depan yang dihiasi oleh pohon-pohon tinggi serta labirin yang begitu rumit.

Di dalam istana terdapat sebuah ruangan yang hanya di isi oleh meja bundar panjang dengan deretan kursi berwarna putih gading. Terdapat sepuluh pilar tinggi mengelilingi ruangan tersebut dengan chandelier besar tergantung di tengah-tengah, di langit-langit ruangan itu tidak hanya tergantu chandelier saja, tetapi juga terdapat ukiran huruf-huruf kuno yang hanya orang-orang tertentu yang bisa membacanya.

Ruangan besar itu hanya dihuni oleh dua makhluk yang saat ini duduk berhadapan dengan posisi yang berbeda.

Salah satu dari dua orang tersebut mengenakan pakaian berwarna senada dengan warna meja dan kursi yang ada di sana. Sebuah gaun panjang dengan lengan panjangnya yang tranparan, dipenuhi dengan manik-manik yang berkerlip cantik ketika cahaya menyinarinya, bagaikan kerlap-kerlip bintang di langit. Mempunyai tubuh bak gitar spanyol, tinggi, dan langsing, leher jenjangnya dihiasi oleh kalung emas dengan berlian sebagai hiasannya, rambut pirang bergelombangnya ia biarkan tergurai menyentuh punggung, terdapat mahkota bunga di atas kepalanya. Wajahnya begitu cantik, dia memiliki warna mata yang berubah setiap detik, hidung bangirnya yang mancung, bibirnya yang merah dan penuh terlihat tidak mengukirkan apa-apa. Dia hanya duduk di sana, dengan punggungnya tidak tersentuh kursi, dia duduk dengan tegap dan terlihat anggun, kedua tangannya dengan rapi menyentuh pahanya. Pandangan matanya tertuju pada satu orang lagi yang saat ini memiliki posisi duduk yang berbanding terbalik dengannya.

Penampilannya juga urak-urakan, rambut panjangnya ia biarkan saja menyentuh pundak dan seperti tidak diurus. Jubah hitam panjangnya pun terlihat pudar, beberapa kali dia mencebik sebal dengan dia duduk bersandar di kursi dengan satu kaki terangkat ke atas kursi. Dia memandang malas sosok cantik yang ada di hadapannya, lalu berdecih ketika melihat ketenangan itu masih saja ada di wajahnya.

"Apa kau pikir, kau bisa mengalahkannya? Ingatlah, kau itu hanyalah si penjaga kebun!" ucap si jubah hitam terdengar begitu marah.

Si cantik dengan mahkota bunganya itu terlihat tidak terperanguh akan kemarahan si jubah hitam yang saat ini menggertakkan giginya karena merasa bahwa si cantik itu hanya bermain-main saja. Tidak serius dengan rencana yang telah disusun rapi oleh mereka.

Mereka, para dewa.

"Para monster dan siren itu melaksanakan tugas mereka dengan baik. Mereka tidak pernah terledor atau bahkan bermalas-malasan untuk mengerjakan tugas mereka. Mereka berbeda, dan tentunya, mereka bisa menghabisi dua manusia yang dipilih oleh pengkhianat itu" jelas si cantik, menatap si jubah hitam dengan senyuman penuh arti. Dia tersenyum se-manis mungkin tetapi sepertinya si jubah hitam tidak sekali pun tertarik atau pun luluh.

"Kalau rencanamu ini gagal, maka kau akan menanggung akibatnya, Rose" ucap si jubah hitam, dia pun berdiri dan menatap si cantik yang bernama Rose itu tajam.

"Jangan sampai nasibmu akan berakhir sama dengan Dewi Bulan sialan itu."

***

Tubuhnya terhempas begitu saja, mendarat dengan sempurna di permukaan air danau yang langsung berubah menjadi es ketika tubuhnya menghantam keras permukaan tersebut. Nafasnya terengah sambil menatap tajam monster yang sedari tadi tidak juga bisa ia kalahkan. Tidak biasanya dia kesulitan seperti ini ketika menghadapi monster.

Dia adalah salah satu penyihir terkuat di dunia.

Dia memiliki begitu banyak pengalaman menghadapi para penyihir jahat atau pun makhluk-makhluk mengerikan salah satunya seperti monster yang ia hadapi sekarang.

Dia dihadiahi sebuah pedang oleh Dewi Bulan ketika dia berhasil mengalahkan penyihir jahat di bagian timur.

Pedang tersebut bisa mengalahkan semua makhluk mengerikan yang ada di dunia ini, tetapi kenapa dia tidak bisa sekali pun membelah tubuh monster besar yang telah menghalangi langkahnya untuk menolong Near yang tidak kunjung juga terlihat setelah terjatuh ke dalam air.

Apakah jangan-jangan dia tidak bisa berenang?

Atau jangan-jangan para siren itu berhasil menariknya masuk ke dalam air?

Pikiran Winter begitu penuh sampai dia tidak menyadari bahwa monster tersebut telah menyerangnya dengan semburan cairan aneh yang keluar dari mulutnya.

Winter berusaha sekeras mungkin menghindari cairan yang berhasil memberikan begitu banyak luka di tubuhnya. Luka-luka tersebut memang tidak akan terasa sakit olehnya, itu semua berkat Dewi Bulan yang dulu pernah memberikannya buah aneh yang tidak Winter ketahui namanya, tetapi setelah Winter memakan buah tersebut, tubuhnya kebal akan rasa sakit. Dan dalam waktu dekat, luka-luka tubuhnya akan sembuh dan menutup dengan sendirinya. Tetapi sekarang, yang ia harus lakukan adalah mencari Near yang tidak kunjung nampak di pelupuk matanya. Dia bahkan tidak peduli lagi dengan pulau yang sekarang entah berada di mana.

Winter memasang kuda-kuda lalu dengan cepat dia mengarahkan pedang besarnya ke mata si monster, menancapnya dengan kuat di sana sehingga monster itu mengeluarkan suara kesakitan yang sangat nyaring, Winter bisa merasakan bahwa gendang telinganya terasa sakit karena suara itu, tetapi Winter tidak menyerah begitu saja, dia pun menggenggam pedangnya dengan kedua tangan lalu menarik pedang tersebut ke arah bawah.

Dia ingin merobek mata monster itu.

Tubuh monster itu menggeliat dengan suara kesakitannya yang kian keras. Monster itu seperti berusaha melepaskan pedang Winter yang masih saja menancap di tubuh si monster dengan Winter yang membabi-buta terus saja merobek tubuh monster itu sampai gerakan si monster membuat tubuh Winter terpental dan pedangnya yang terlepas begitu saja.

Winter dengan sigap mendarat begitu sempurna di atas permukaan air danau, seketika pijakannya di air tersebut berubah menjadi es. Manik kelabunya terus memperhatikan bagaimana si monster masih kesakitan dengan tatapan matanya mengarah kepada Winter, terlihat marah dan penuh dengan dendam.

Winter mengeratkan pegangan di pedang besarnya, dia telah mengambil ancang-ancang untuk menancapkan mata pedangnya ini di mata si monster yang satu lagi tetapi tiba-tiba saja, terdapat getaran yang cukup kuat berasal dari bawah danau.

Winter memperhatikan permukaan air danau yang bergelombang karena getaran tersebut. Lama-kelamaan, Winter melihat terdapat pusaran air yang begitu besar berada di dekat mereka, se-segera mungkin Winter menajuh dari pusaran itu dan membiarkan monster tersebut perlahan tersedot ke dalam pusaran air.

Tubuh monster itu menggeliat ingin lepas dari putaran air yang membuatnya tidak bisa melakukan apa-apa. Winter mengernyitkan alisnya ketika melihat air yang ada di dalam pusaran air itu berubah warna menjadi merah. Monster besar itu menggeliat dengan suara teriakannya yang memekakkan telinga.

Pusaran air itu bagaikan mesin penggiling yang akan menghancurkan apa pun yang masuk ke dalamnya. Winter menahan nafas tanpa sadar ketika melihat tubuh monster itu tercincang sehingga tubuhnya terurai begitu saja berputar di dalam pusaran air tersebut.

"Near!" gumam Winter ketika dia sadar bahwa dia harus menyelamatkan Near.

Walaupun Winter tidak yakin jika Near masih hidup.

Winter begitu lama melawan monster yang saat ini telah menemui ajalnya. Dia tidak peduli lagi dari mana asal pusaran air itu, dia juga tidak peduli apakah dia berhasil menemukan Near atau tidak tetapi dia harus menyelam ke dalam danau ini untuk menemukan Near.

Namun, ketika dia hendak masuk ke dalam danau untuk mencari Near. Penyihir hebat itu mulai berpikir, apa untungnya jika dia mencari Near jika pada akhirnya dia menemukan laki-laki itu dalam keadaan tidak bernyawa? Dan juga, bukankah dia akan semakin cepat menyelesaikan misi jika tidak ada Near di sampingnya?

Walaupun begitu, dia harus kembali ingat, bahwa dia di undang ke sini karena dia harus menjaga Near bukan? Dan misinya akan berakhir detik ini juga jika dia tidak bisa menyelamatkan Near.

Winter berdecak lalu dia pun melompat masuk ke dalam danau yang dingin itu. Dia menyelam dan berusaha mencari keberadaan Near dan tidak sekali pun dia melihat keberadaan Near, yang ada di pandangan matanya hanyalah kegelapan, sebuah jurang yang begitu dalam tanpa adanya tanda-tanda kehidupan. Winter tidak menyerah dan terus mencari keberadaan Near, dia sampai menggunakan sihir supaya dia bisa menyelam lebih lama di dalam danau yang dingin ini, tetapi dia tidak menemukan apa pun. Bahkan, dia juga tidak menemukan keberadaan siren yang pasti langsung menyerangnya ketika dia masuk ke dalam danau bukan?

Winter pun kembali berenang ke permukaan, nafasnya terengah dengan pandangannya terus saja berkeliling melihat keadaan disekitarnya. Pusaran air itu telah menghilang, monster itu juga telah lenyap, hanya ada perahu miliknya dan Near dalam keadaan terbalik.

Melihat keadaan yang begitu sepi disekitarnya entah kenapa membuat Winter panik.

Dia tidak menemukan Near di mana pun.

Dia hanya seorang diri sendiri dan dia juga baru sadar bahwa pulau yang harus mereka datangi juga tidak ada.

Tetapi, yang membuat Winter lebih panik ketika dia tahu, bahwa dia benar-benar kehilangan Near.

Bersambung

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

Creation is hard, cheer me up!

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Like it ? Add to library!

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Celandine_Parkcreators' thoughts