Setelah masuk kedalam mobil, Alvin dan Lea bergegas menuju dermaga untuk mengejar kapal terakhir malam itu. Namun setelah mereka sampai disana, kapal terakhir malam itu sudah berangkat.
Pada akhirnya mereka hanya terduduk didalam mobil sembari menatap lautan yang kosong. Dengan keadaan baju yang basah membuat keadaan didalam mobil terasa lebih dingin.
"Hatchii" suara bersin Lea mengejutkan Alvin yang hampir tertidur.
"Kamu yakin ga mau ganti pakaian? Pakaian basah bisa membuatmu flu" Alvin menyarankan.
Lea melirik kearah tasnya yang berada di jok belakang, ia memang membawa baju. Tapi baju yang dibawanya hanya baju tidur, sebuah celana pendek dengan tanktop kebesaran. Dan hujan diluar membuat Alvin tak bisa keluar dari mobil saat ia berganti pakaian.
"Kamu juga harus mengganti pakaian jika tak ingin sakit" jawab Lea.
Alvin mengangguk, "kamu bisa pakai bajuku dijok belakang, aku punya banyak baju cadangan. Disana juga kurasa ada handuk" ucapnya sembari menunjuk sebuah tas besar dibalik jok belakang.
"Mmmhh, aku akan membalikkan ini. Dan mematikan lampu agar tak terlihat dari luar" lanjut Alvin sembari canggung dengan membalikkan kaca spion depan dan mematikan lampu mobil.
Lea beralih ke kursi belakang, ia memilih sebuah celana besar dan kaos lengan panjang milik Alvin. Dengan rasa canggung, ia membuka bajunya satu persatu sembari memperhatikan Alvin yang sedang membenamkan wajahnya pada stir mobil, khawatir pria itu akan tiba tiba menoleh padanya.
"Sudah selesai" ucap Lea saat ia selesai mengganti pakaiannya.
"Ckckckck" Alvin tertawa kecil.
Ia melihat tubuh Lea yang kecil dibalut baju miliknya, perempuan itu tenggelam didalam baju. Terlihat lucu bagi Alvin. Ia juga tak bisa menahan tawanya saat Lea menarik celananya agar tak melorot saat mereka bertukar posisi.
"Kurasa kamu harus diet, agar bisa membeli baju lebih kecil" gerutu Lea.
"Aku akan menutup mata, katakan jika sudah mengganti pakaiannya" lanjut Lea.
Setelah berganti pakaian Alvin menata kursi belakang agar bisa dijadikan tempat tidur malam ini. Ia juga mengambil selimut untuk Lea agar tak kedinginan.
"Kenapa kamu punya baju sebanyak itu didalam mobil?" Tanya Lea penasaran.
"Kurasa aku hanya bersiap untuk kabur dari rumah jika sudah merasa sangat muak dirumah" bisiknya dengan nada meledek.
Lea tertawa. Ia menatapi Alvin yang masih duduk di kursi depan, sedangkan ia sudah berbaring nyaman dikursi belakang. Ada sedikit perasaan senang saat bersama Alvin, bahkan ia bisa mengungkapkan perasaannya dengan mudah padahal sebelumnya hal itu tak mudah baginya.
"Ahhh hampir lupa" sekali lagi Lea mengejutkan Alvin yang hampir tertudur.
"Apa?" Tanya Alvin.
"Aku belum menelpon ibuku" ucapnya terburu buru mengambil ponsel dari dalam tas.
Sebuah nada panggilan tersambung, seorang perempuan menjawab telponnya diujung sana.
"Halo" ucapnya saat panggilang tersambung.
Seketika Lea terdiam, nada suaranya berubah menjadi canggung.
"Bisa bicara pada ibu?" Tanyanya.
"Bu, sepertinya aku takkan pulang kerumah malam ini" ucapnya berhati hati.
"Iya, aku mengerti. Aku akan pulang besok, jangan khawatir bu" lanjutnya.
Lea menutup telponnya, "kamu tak mengabari orang tuamu? Mereka akan khawatir"
Alvin menggeleng, "Ibuku pergi ke Amerika tadi pagi, dan ayah takkan menyadari bahwa aku tak pulang malam ini"
Lea terdiam sejenak, ia tau Alvin tak berbohong. Matanya dingin saat mengucapkan itu.
"Meski begitu, mereka tetap orang tuamu. Meski buruk, mereka tetap harus kamu akui. Tanpa mereka, kamu tak bisa hadir kedunia ini. Berterima kasihlah karena mereka telah melahirkanmu. Lakukanlah semua yang mereka inginkan, mereka tau yang terbaik untukmu meski kamu tak menginginkannya" saran Lea.
Alvin menatap mata Lea sejenak, ia merasakan perasaan hangat menelusup dalam hatinya. Ia merasakan sebuah keinginan besar untuk terus bersama perempuan yang kini ada didepannya. Sebuah perasaan tenang dan nyaman meski hanya diam dan duduk bersama.
"Meski sedikit canggung, maukah kamu mendengar ceritaku?" Tanya Alvin.
Lea tersenyum kecil, ia mengangguk.
Sembari menatap lautan yang kosong dan suara hujan dari luar. Alvin mulai bercerita. Ia memulai semua cerita dari masa kanak kanak, sekolah, hingga kehidupan rumahnya. Ia bercerita tentang apa yang ia suka dan tidak disukainya. Ia mulai bicara soal rasa gusar dan kesedihannya. Dan berbicara tentang hal hal yang membuatnya bahagia, dan apa yang ingin ia lakukan dimasa depan.
Lea mendengarkan Alvin bicara dengan diam, rasa kantuk mulai menghinggapinya. Perlahan matanya mulai tertutup dan masuk kedalam alam mimpi tanpa Alvin sadari.
Alvin mulai berhenti bercerita saat ia melihat Lea tertidur, ia mengambil ponsel dari dalam tasnya lalu mencari nomor ibunya dan mencoba menelpon, lalu mematikannya karena tak ada jawaban setelah nada sambung berbunyi. Meski sedikit kecewa, ia kemudian menelpon ayahnya.
"Halo ayah" sapanya saat panggilannya dijawab.
"Malam ini mungkin aku tak pulang, tadi sore aku pergi ke pulau menemani temanku untuk jalan jalan. Lalu tertinggal kapal, jadi aku akan menginap" jelasnya.
Alvin mengangguk, ia tersenyum kecil sesaat setelah mematikan ponselnya.
"Lea, terima kasih sudah mendengarkanku" gumamnya.
Pria itu mematikan lampu mobil, lalu bergegas tidur.
Tokkk tokkk tokkkk!
Alvin terbangun saat mendengar ketukan dari luar, dengan wajah polos ia melihat Lea sedang tersenyum lebar dari luar. Segera Alvin merapikan rambutnya dan membersihkan wajahnya sebelum keluar dari mobil agar Lea tak merasa ilfeel padanya.
"Waaaa apa ini" tanya Alvin terkejut.
Ia melihat Lea sudah memasang kursi dan meja kemah miliknya tak jauh dari pantai. Darisana juga ada sebuah kompor uang sedang menyala, lengkap dengan sebuah panci diatasnya.
"Kemarin saat memilih baju sekilas aku melihat semua alat kemah ini, jadi kupikir menikmati mie dipagi hari sembari melihat matahari terbit tak buruk" jawabnya berhati hati.
Alvin tersenyum lebar, "padahal alat kemah ini tak pernah kupakai sejak pertama kali kubeli" ucapnya dalam hati.
Alvin dan Lea menyantap sarapan pagi mereka sembari melihat matahari terbit, meski tak sepatah katapun terucap dari mereka namun wajah mereka nampak puas karena keindahan pemandangan pagi itu.
"Halo yah" ucap Alvin saat ayahnya kenelpon disela sela lamunannya.
"Baik, aku akan kesana" jawabnya lagi.
Alvin menutup telponnya, ia mandang kearah Lea yang masih tenang menikmati angin pantai.
"Ayah memintaku ke panti asuhan sekitar sini, kamu tak keberatan bukan jika harus kesana sebelum pulang?" Tanya Alvin pada Lea.
Lea mengangguk.
***
Drrrtttt! Drrrtttt!
"Sayang, Lea menelpon" ucap seorang pria pada ibu Lea yang sedang memasak makan malam.
"Tanganku kotor, bisa tolong angkat dan tanya kapan dia akan pulang?" Teriaknya dari dapur.
Pria itu bergegas mengambil ponsel yang masih bergetar itu, lalu membawanya kedapur.
"Kamu yakin?" Tanyanya ragu.
Ibu Lea mengangguk.
"Halo?" Ucap Lea diujung telpon saat panggilannya tersambung.
"Ha- halo!" Pria itu menyapa canggung.
"Ah, bisa bicara pada ibu?" Tanya Lea.
Pria itu mengangguk lalu menempelkan ponselnya pada kuping ibu Lea yang sedang tertawa kecil.
"Lea takkan pulang malam ini, kamu bisa tidur disini malam ini" ucap ibu Lea pada pria itu.
***
"Halo, ada apa Alvin?" Tanya ayah Alvin saat tiba tiba ia mendapat telpon dari anaknya.
"Ahh, iya. Lebih baik tak pulang malam ini, lagipula akan lebih berbahaya jika memaksa naik kapal saat sedang hujan deras" lanjutnya.
"Hati hati saja"
Pria itu tersenyum saat telponnya dimatikan, untuk pertama kali dalam hidupnya mendengar anaknya sendiri memberi kabar padanya.
Selama bertahun tahun ia menyimpan rasa bersalah karena tak bisa memberikan kehidupan yang normal sebagai seorang ayah pada anaknya.
"Anak itu sudah besar" gumamnya.
"Siapa?" Tanya seorang perempuan sembari memeluk ayah Alvin dari belakang.
"Anakku" jawabnya tenang.
"Dia tak pulang malam ini karena jalan jalan bersama temannya, ayo kita tidur"