***
Ayu kesulitan mencongkel kelapa karena tangannya yang memar, serta banyak bekas luka itu.
"Yu, nanti jam istirahat biar saya obatin luka di tanganmu ya," ucap Dewi dengan tulus.
Ayu hanya menggeleng tanda tidak setuju, namun Dewi tidak pernah menyerah, baginya Ayu adalah seorang teman terbaik, walau Ayu sering mengabaikannya.
"Danu! Apa kau tidak pernah bekerja sebelumnya? tanya Juragan Tono dengan keras.
"Saya memang baru pertama kalinya melakukan perkerjaan seperti ini Juragan," jawab Aldo jujur.
"Dasar! Sudah miskin, belagu pula! Kerjakan lebih cepat lagi atau gajihmu akan saya potong!" bentak Juragan Tono.
Aldo terlihat kesusahan menjalani pekerjaannya, bagaimana tidak, Aldo seorang CEO, serta pemilik lima sekaligus perusahaan ternama, kini malah menyamar menjadi seorang buruh pencongkel kelapa.
Juragan Tono berlalu dari hadapan Aldo, kini langkahnya mulai mendekati Ayu.
"Heh, kau juga! Kenapa kerjamu lelet sekali hari ini?" tanya Juragan Tono pada Ayu.
Ayu hanya memadang wajah Juragan Tono dengan datar, tidak bicara sama sekali, kemudian ia melanjutkan pekerjaannya lagi.
Juragan Tono terlihat sangat kesal, ia menendang hasil congkelan Ayu.
"Dari dulu sampai sekarang pun, kau belum juga kapok, selalu menentang saya! Apa kau mau menyusul kedua orang tuamu yang pecundang itu!" teriak Juragan Tono melampiaskan kekesalannya karena selalu tak didengarkan oleh Ayu.
Wajah Ayu kini memerah, emosi serta dendamnya bangkit ketika mendengar kedua orang tuanya kembali diungkit Juragan Tono.
Ayu berdiri, menatap tajam ke arah Juragan Tono, dengan tangan kanan yang mulai ia genggam, dan tangan kiri yang masih memegang sebuah pencongkel yang cukup tajam, Ayu bagai kerasukan setan, ia menusukkan congkelan tersebut kesebelah mata Juragan Tono.
"Argh ... gadis sialan!" jerit Juragan Tono sambil memegangi sebelah matanya.
Suasana jadi riuh, semua buruh Pabrik terkejut akan aksi Ayu, anak buah Juragan Tono bergegas menghampiri.
Plak!
Sebuah tamparan dari Tole mendarat di pipi sebelah kiri Ayu.
Plak!
Kini pipi kanan Ayu pun mendapat tamparan yang sama, disusul oleh campukan dari Joko dan Dodo, ketiga anak buah Juragan Tono tersebut membabi buta menghajar Ayu.
"Campuk yang keras, jangan dikasih ampun!" Perintah Juragan Tono sambil berlalu dirangkul sang istri.
Ayu tersungkur di lantai, tidak ada teriakan kesakitan, atau pun air mata yang ia keluarkan ... semuanya iba melihat gadis malang itu.
Aldo sekuat tenaga menahan dirinya agar tidak berontak. Namun, Aldo tidak tega.
"Hentikan, sudah cukup!" teriak Aldo yang coba menahan campukan Dodo.
"Anak baru! Sepertinya kau juga mau mendapatkan hal yang sama seperti gadis sialan ini," ujar Dodo.
"Tidak, Kang!" sahut Aldo yang menunduk seketika.
"Sial, aku bahkan tidak bisa berontak di sini," batin Aldo.
"Kalau begitu lanjutkan pekerjaanmu, jangan ikut campur!" Perintah Joko yang kini membuka suaranya.
Aldo kembali ketempat duduknya semula, sungguh Aldo ingin mengakhiri penyamarannya dan segera memberi pelajaran pada orang-orang sok berkuasa itu, Namun Aldo teringat lagi akan sebuah misi, jadi ia harus tetap bersabar.
Istri Juragan Tono kini datang menghampiri Ayu, di tangannya ada sebuah congkelan yang serupa dengan milik Ayu.
Ia semakin mendekati Ayu dengan wajah yang sangat marah.
"Berani-beraninya kau melukai suami saya! Kau harus merasakan hal yang sama!" bentak Sri istri dari Juragan Tono tersebut.
Ayu yang masih tersungkur lemah di lantai, kini rambut panjangnya ditarik oleh Sri agar segera berdiri.
"Rasakan ini ...." Sri mengambil ancang-ancang untuk melukai mata Ayu dengan congkelan itu, ia ingin membalaskan hal yang serupa.
"Jangan, Bu Juragan! Ampuni Ayu!" Ucap Dewi sembari menahan tangan Sri.
"Bedebah ...!" Sri mendorong keras tubuh Dewi. "Pasung wanita ini sampai nanti sore, itu adalah hukuman karena sudah berani membela gadis pembangkang ini," ucap Sri dengan penuh amarah.
Dewi pun diseret ke bawah pohon yang rimbun itu, ia mendapat hukuman karena berani membuka suara demi Ayu.
Sementara Ayu juga diseret ke tempat yang sama, keduanya dipasung di bawah pohon samping bangunan.
Sebuah pohon yang sering Ayu datangi pada waktu malam hari.
"Kalian semua yang ada di sini lanjutkan bekerja! Tadi adalah contoh bagi para pembangkang, jika kalian tidak ingin bernasib seperti mereka, taati semua peraturan atau kalian akan menyesal!" papar Sri memberi ancaman.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 12 waktunya istirahat makan siang, Aldo mempunyai kesempatan untuk melihat keadaan Ayu dan Dewi.
Dewi terlihat terisak menangis, sementara Ayu tetap dengan ekspresi wajah yang sama, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Aldo celingak-celinguk mengawasi sekeliling, takutnya ada yang melihat.
Setelah memastikan tidak ada siapa pun di sana, Aldo segera menghampiri keduanya.
"Kamu!" ucap Dewi yang terkejut melihat kedatangan Aldo.
"Kalian lapar?" tanya Aldo penuh iba.
Dewi menatap cukup lama ke wajah tampan Aldo, matanya berbinar-binar.
"Tampan sekali, aku belum pernah melihat pria di desa setampan ini," gumam Dewi dalam hati.
"Hei! Apa kamu baik-baik saja," tanya Aldo lagi ketika melihat Dewi senyum-senyum sendiri.
"I-iya, saya baik-baik saja tapi Ayu ... seluruh tubuhnya memar karena cambukan tadi, pasti sangat perih," ucap Dewi terlihat sedih.
"Apa ini pernah terjadi sebelumnya?" tanya Aldo yang mulai menyelidiki semua kejadian.
"Iya, Ayu hampir setiap hari mendapat hukuman, sebaiknya Kakang pergi dari sini, sebelum ada yang melihat." Dewi memperingati Aldo agar tidak ikut celaka.
Aldo pun menuruti perkataan Dewi, dengan langkah yang lemah, ia mulai menjauh.
Di benaknya masih tidak mengerti tentang gadis yang bernama Ayu itu, kenapa ia tidak bicara sama sekali, tidak mengeluh, atau pun merintih kesakitan, aneh.
***
Sore pun menjelang, seperti biasa para buruh sudah mulai meninggalkan pekerjaan mereka.
Tole, Joko, dan Dodo menghampiri Dewi dan Ayu, mereka melepaskan pasungan kaki Dewi, hukuman Dewi sudah berakhir.
"Kamu boleh kembali ke gubukmu," ucap Joko pada Dewi.
Dewi pun mengangguk, dan berlalu.
Walau di hatinya masih ingin menunggu Ayu, Namun ia sudah tidak berani untuk bersuara.
Kini hanya tinggal Ayu yang dipasung di bawah pohon besar tersebut.
Aldo mengintai dari jauh, sembari membawa cctv yang ia selipkan di kantong bajunya sedari awal ia datang ke sini. Aldo sengaja merekam semua peristiwa yang terjadi di desa ini, agar bisa menjadi bukti suatu hari nanti.
Ayu diseret menuju gudang tempat ia tinggal selama ini, tanpa melepaskan pasungan, Tole menyeret tangan Ayu dengan sebuah tali yang ia ikatknya.
Ayu terlihat sangat lemah dan nyaris pingsan.
"Brengsek kalian semua!" gerutu Aldo yang menyaksikan kekejaman tersebut.
Bersambung.