webnovel

Dandelion.

Menaruh harap kepada orang lain adalah suatu kesalahan besar. -Anna Mengisahkan tentang seorang gadis yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Kerasnya hidup yang harus dijalani memaksanya menjadi pribadi yang kuat. Belum lagi, pada malam ulang tahun kekasihnya, Anna mendapati sang pujaan hati bermain bersama wanita lain. Hatinya hancur tak tersisa. Namun di malam yang sama, secara tak sengaja ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata adalah pemimpin sebuah perusahaan besar. Melalui malam dengan pria yang tidak dikenalnya, terbangun dipagi hari dengan keadaan tubuh tanpa sehelai benang pun membuatnya kaget sekaligus takut. Sejak malam itu, Anna menghilang. Apa yang akan terjadi selanjutanya? Silahkan dibaca..

Gloryglory96 · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
311 Chs

Bab 35. Harga Untuk Sebuah Penjelasan (2)

"Sekarang jelaskan," ucap Devan lagi tanpa memperdulikan perkataan Leo padanya.

"Wanita itu adalah Anna."

"Tanpa kau katakan aku juga sudah tahu."

Leo terkekeh mendengar balasan sepupunya.

"Aku tidak suka mengulangi ucapanku Leo. Berhenti bermain-main."

"Baiklah, baiklah," ucap Leo kemudian berdehem pelan.

"Aku bertemu mereka di taman Kota siang tadi, saat aku menemani Oma," jelas Leo memulai.

"Pria yang bersama Anna dalam foto itu adalah suaminya, dan mungkin anak kecil itu adalah putra mereka? Entahlah."

"Kalian tidak melakukan 'Itu' dulu kan?" tanya Leo pada akhirnya dengan nada suara yang ditekan pada kata tertentu dengan mata menyipit curiga.

Devan mematung dan terdiam mendengar ucapan Leo, "Aku tidak butuh jawaban seperti itu, aku hanya ingin tahu kenapa kau mengirimkan sampah-sampah itu padaku," balas Devan dengan nada suaranya yang datar dan begitu dingin.

"Bukannya kamu mencari keberadaan Anna?" tanya Leo.

"Heh, waktuku terlalu berharga untuk hal remeh seperti itu."

"Benarkah?"

"Jika kau tidak mengerti pertanyaanku, sebaiknya kau pulang," balas Devan bangkit dari posisinya.

Leo tersenyum samar melihat perubahan sikap Devan yang bertambah dingin, "Aku hanya iseng sepupuku, jangan memarahiku seperti itu," jawab Leo dengan nada suara yang di buat-buat.

"Lagipula coba lihat baik-baik, bukankah senyum Anna dalam foto itu sangat indah dipandang? Sangat jelas sekali bahwa hidup wanita itu saat ini benar-benar bahagia bersama keluarga kecilnya," ucapnya sembari memperhatikan perubahan ekspresi yang mungkin saja tercipta pada wajah Devan, namun sayang sekali, tak ada ekspresi apapun yang ia temukan. Hanya datar seperti biasanya.

"Berhenti mengoceh dan enyahlah dari sini," ucap Devan mulai beranjak dari posisinya.

"Ehhe, tunggu dulu. Kau tidak lupa dengan kesepakatan sebelumnya bukan? Kau harus menemaniku…"

"Terserah," potong Devan yang sudah berjalan menjauh dari posisi Leo berada, menaiki anak tangga dan memasuki ruangan pribadi miliknya yang berada di lantai dua, meninggalkan Leo seorang diri.

Leo menghela napas dalam-dalam, "Hmm, masih ingin membohongiku Dev? Aku sepupumu, bukan orang lain," gumamnya kemudian ikut bangkit dari posisinya.

Meskipun Devan tidak mengatakannya secara langsung, namun ia sangat tahu bahwa sepupunya itu memiliki perasaan yang dalam kepada Anna. Jika tidak, lalu mengapa Devan nampak sangat berubah setelah menghilangnya wanita itu? Bahkan memiliki masalah tidur yang sangat buruk. Tidak hanya itu, beberapa kali, secara tak sengaja ia pernah mendengar Devan berbicara pada seseorang dalam telepon dan menyebut nama wanita itu.

Bukan tanpa alasan Leo mengirimkan foto itu kepada Devan, ia hanya ingin menunjukkan pada sepupunya itu bahwa wanita yang ia cari-cari selama ini kini memiliki kehidupannya sendiri dan agar berhenti memikirkannya lagi.

"Karena aku sepupumu yang sangat baik dan juga tampan, aku telah melakukan apa yang aku bisa. Aku harap setelah malam ini, kau bisa melupakan Anna pelan-pelan. HARUS." teriak Leo dengan suara yang sangat keras, kemudian berbalik dan berjalan menuju pintu keluar.

"Dia sudah menikah Dev, dan juga memiliki seorang anak," teriaknya lagi membalikkan badan, namun tidak mendapat balasan sama sekali dari pria berwajah datar dan dingin itu.

"Wanita di dunia ini tidak hanya Anna. Ayo berkencan dengan banyak wanita seperti kita melakukannya dulu," teriaknya lagi dengan suara lebih keras.

"Jangan sampai pusakamu karatan," tambahnya lagi kemudian terbahak sembari mendekati pintu.

"Aku tid…." ucapannya menggantung ketika sebuah benda keras tiba-tiba mendarat tepat di pundaknya.

"Akkhhh-Shhh.." Refleks Leo berbalik dan menemui sebuah Ipad yang teronggok mengenaskan di lantai.

"Berhenti berteriak dan enyahlah," teriak Devan yang muncul sekilas di balik pintu ruangannya di lantai dua dan kemudian kembali menutupnya dengan kasar.

"Jahat sekali kau melempariku benda sekeras ini," balas Leo sembari meringis kesakitan.

Tak ada balasan lagi. Dan setelahnya Leo meninggalkan rumah itu.

.

.

"Ini untukmu," ucap Leo sembari menyodorkan Ipad kepada security yang berjaga di dekat pintu gerbang rumah Devan tepat setelah menurunkan kaca jendela mobilnya, Ipad itu adalah milik Devan yang mengenainya beberapa menit yang lalu.

"Tu-Tuan?" pria pruh baya itu nampak kebingungan. Ipad itu masih utuh, hanya mengalami sedikit retak pada ujungnya, dan juga masih menyala. Jika Leo tebak, Ipad itu mungkin seharga ratusan juta? Atau bahkan miliyaran?

"Kau bisa menjualnya, ini masih bagus."

"Ta-tapi…"

"Jangan khawatir. Pemilik Ipad ini sudah membuangnya, dan aku sudah memeriksa isinya jika saja ada hal penting."

"Aku juga tidak membutuhkannya. Ambillah."

"Jangan menolak. Aku pergi dulu, salamku pada Devan," ucap Leo lagi mendahului pria paruh baya itu, kemudian kembali melajukan mobil miliknya tanpa menuggu respon dari sang security.

Pria paruh baya itu hanya melongo di tempat sembari menatap kebingungan pada benda yang nampak sangat mewah di tangannya.

.

.

.

Kediaman Nicho

____________________

Sejak kepulangan mereka dari taman, Anna lebih banyak diam. Dan itu semakin terasa saat makan malam berlangsung. Biasanya wanita itu akan berbicara, mengajak Nicho berbasa basi sembari menikmati santapan malam.

Seperti saat ini, wanita itu tidak pernah berbicara sedikitpun. Hanya bersuara ketika menawarkan makanan kepada Dave, selebihnya hanya diam sembari menatap kosong pada makanan yang baru berkurang sedikit di piring miliknya.

"Paman, Ibu. Dave sudah kenyang. Dave ingin kembali ke kamar, bolehkan?" Bocah laki-laki itu tiba-tiba bersuara dan berhasil memecah keheningan.

"Baiklah, Ibu akan menyusul setelah membereskan ini, Sayang."

Dave hanya mengangguk kemudian meninggalkan meja makan, menyisakan Anna dan Nicho.

Hening dan canggung, seperti itulah yang dirasakan Nicho saat ini.

"Apa kau sakit?" tanya Nicho yang sudah tidak tahan melihat diamnya wanita yang berada di hadapannya.

Anna hanya merespon dengan gelengan kepala. Pandangannya menunduk, sejak tadi kepalanya hanya dipenuhi dengan wajah seseorang, meskipun ia sudah berusaha sekuat tenaga melupakannya, namun bukannya menghilang, bayangan wajah pria itu nampak semakin jelas.

"Apakah pria di taman tadi adalah Ayah Dave?"

"BUKAN," jawab Anna spontan dengan kepala terangkat.

"Lalu?"

"Apakah mereka memiliki hubungan dengan Ayah Dave?"

"Aku sudah kenyang," balas Anna tiba-tiba berdiri dari duduknya.

"Baiklah, baiklah. Maafkan aku. Duduklah kembali dan habiskan makananmu," ucap Nicho segera menahan lengan Anna dan menariknya kembali duduk.

"Jangan menolak Anna, sejak tadi aku memperhatikanmu. Duduk dan makan atau aku akan memaksamu dan menyuapimu?"

"Aku bisa makan sendiri," balas Anna kembali duduk dan melanjutkan makannya.