webnovel

Dandelion.

Menaruh harap kepada orang lain adalah suatu kesalahan besar. -Anna Mengisahkan tentang seorang gadis yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Kerasnya hidup yang harus dijalani memaksanya menjadi pribadi yang kuat. Belum lagi, pada malam ulang tahun kekasihnya, Anna mendapati sang pujaan hati bermain bersama wanita lain. Hatinya hancur tak tersisa. Namun di malam yang sama, secara tak sengaja ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata adalah pemimpin sebuah perusahaan besar. Melalui malam dengan pria yang tidak dikenalnya, terbangun dipagi hari dengan keadaan tubuh tanpa sehelai benang pun membuatnya kaget sekaligus takut. Sejak malam itu, Anna menghilang. Apa yang akan terjadi selanjutanya? Silahkan dibaca..

Gloryglory96 · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
311 Chs

Bab 26. Aku Melihatnya

Dan hanya terbangun ketika dering ponsel kembali terdengar.

Melirik pada layar, Devan hanya mengabaikannya. Seolah pria itu tidak memiliki niat sama sekali untuk menjawabnya.

Itu adalah Leo, sepupunya. Dan hari ini, pria itu terus saja mengganggunya membuat Devan merasa jengah.

Benda berbentuk pipih itu terus saja berdering membuat Devan meraihnya dan menonaktifkan ponselnya.

Ia sudah sangat tahu kebiasaan sepupunya itu. Jika tidak ingin merepotkannya maka biasanya hanya akan menganggunya.

Devan melirik arloji di tangannya sekilas, ternyata sudah larut malam.

Segera ia meninggalkan kantor, kembali pulang ke rumah. Entah mengapa rasanya hari ini ia benar-benar sangat lelah, tubuhnya terasa remuk dan kepalanya sedikit berdenyut.

Entah sudah berapa kali helaan napas lelah lolos dari sela bibirnya saat mengemudikan mobil.

.

.

Keesokan harinya. Devan melakukan rutinitasnya seperti biasa di kantor, bergelut dengan berbagai macam dokumen dan file-file penting.

Perhatiannya teralihkan ketika pintu ruangannya di buka secara tiba-tiba. Lagi-lagi Leo yang datang menerobos.

"Kamu tahu? Ini masih jam kerja, Leo," ujar Devan bersandar sembari bersedekap dada di kursi kebesarannya.

Seolah tidak memperdulikan ucapan Devan, Leo segera menghampirinya. "Mengapa kamu tidak pernah menjawab telepon dariku?" tanya Devan mendaratkan tubuhnya pada sofa di ruangan itu.

"Tidak penting," balas Devan singkat.

"Jangan berkata seperti itu jika kamu masih belum tahu apa yang ingin aku bicarakan," ujar Leo lagi.

"Sebaiknya kamu keluar. Aku sibuk," Devan kembali meraih tabletnya dan memeriksa beberapa file di sana.

"Kamu sudah menemukan keberadaan Anna?"

Jemari Devan seketika terhenti, namun hanya sejenak dan kembali melanjutkan lagi, memeriksa file di tablet miliknya.

"Hei, aku bertanya padamu."

"Ini bukan urusanmu, keluarlah. Aku sibuk."

"Hei, hei, jahat sekali. Dengarkan aku dulu, Dev," balas Leo sembari merebahkan tubuhnya santai pada sofa.

"Terserah," balas Devan singkat dan datar, nampaknya pria itu sama sekali tidak memiliki niat memperdulikan keberadaan Leo.

"Aku melihatnya kemarin," ucap Leo memulai.

Seketika Devan mengangkat pandangannya, "Siapa yang kamu maksud? Kalau hanya ingin bercerita tentang kekasihmu, sebaiknya enyah saja dari sini."

Leo yang mendengar itu hanya tersenyum, seolah-olah pria itu sudah kebal dengan sikap sepupunya itu.

"Sayang sekali, yang aku maksud adalah Anna. Aku melihatnya kemarin."

Seketika tubuh Devan menegang mendengar penuturan Leo, namun ia buru-buru menormalkan ekspresinya dan kemudian kembali melanjutkan aktifitasnya.

"Kemarin, aku menghubungimu karena hal ini, tapi kamu mengabaikanku," ucap Leo lagi sembari menilai ekspresi Devan. Ia sangat tahu sepupunya itu mencari keberadaan Anna sejak gadis itu menghilang lima tahun yang lalu.

"Sepertinya dia sudah menikah."

"Dan juga memiliki seorang anak yang sudah berusia sekitar empat tahun mungkin?" tambah Leo lagi.

"Oke, karena aku sudah memberitahumu, maka aku akan pergi sekarang," ucap pria itu lagi ketika tak mendapat respon apapun dari Devan, ia lalu beranjak dari posisinya.

"Dimana kamu melihatnya?" Akhirnya, Devan bersuara membuat Leo tersenyum samar.

"Aku sarankan untuk tidak mencarinya, Dev. Dia sudah menikah dan memiliki anak. Aku tidak mau memiliki sepupu yang merusak rumah tangga orang lain."

"Dimana kamu melihatnya?" tanya Devan mengulangi pertanyaan yang sama.

"Di cafe depan kantorku, aku melihatnya saat jam istirahat. Tapi sepertinya dia tidak menyadari keberadaanku, ataukah memang karena dia sudah melupakanku," balas Leo. Saat ini, pria itu sudah memiliki perusahaannya sendiri, berbeda dengan lima tahun yang lalu, dimana Leo masih berada pada perusahaan yang sama dengan Devan.

Mendengar penuturan pria itu, Devan kembali melanjutkan aktifitasnya yang sempat tertunda, seolah tidak peduli dengan ucapan Leo.

"Baiklah, kalau begitu aku pergi," ucap Leo berbalik sembari melambaikan tangannya, meninggalkan ruangan Devan dengan senyum merekah di bibirnya.

Bersamaan dengan menutupnya pintu, Devan bersandar sembari memijat kepalanya yang kembali berdenyut, mungkin karena semalam ia hanya tidur sebentar? Ya, semenjak menghilangnya gadis itu, ia mengalami kesulitan tidur.

Helaan napas kasar kembali lolos dari bibirnya.

Entah mengapa hatinya sakit ketika mendengar Leo mengatakan bahwa gadis itu sudah menikah dan memiliki seorang anak. Meski demikian, ia berusaha menolak percaya dengan semua itu sebelum ia buktikan sendiri.

Berada pada posisi seperti itu beberapa menit, Devan kemudian meraih handphonenya dan nampak menguhubungi seseorang.

Saat ini sudah memasuki waktu makan siang, meski demikian Devan masih berada di ruangannya, membuat sang sekretaris ikut melakukan hal yang sama.

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, "Clarissa, mulai besok dan seterusnya, kosongkan jadwalku pada jam sebelas hingga jam dua," ucap Devan dan kemudian kembali menutup pintu ruangannya tanpa menunggu respon dari sang sekretaris, dan hal itu berhasil membuat sang sekretaris terperanjat, melongo di tempat.