webnovel

Daftar Operasi TF Amethyst

Seorang pria tua, seorang pemuda dan seorang anak perempuan, ketiganya berdiri di atas padang rumput nan luas, di bawah langit yang bersih dari awan. Sang anak perempuan memandang keadaan di sekelilingnya dengan mata berbinar. Sebelumnya ia harus melewati padang salju dan lorong kecil yang gelap, jadi wajar kalau benaknya kini dipenuhi pertanyaan. “Grandpa, tempat apa ini?” Sang pria tua berlutut di hadapan cucunya sebelum dengan lembut ia menjawab. “Penduduk lokal menyebut tempat ini Benua Amstell.” “. . . Benua Amstell?” Sang anak perempuan memiringkan kepala mungilnya sementara kakeknya melanjutkan. “Delapan tahun yang lalu Grandma menemukan tempat ini secara tidak sengaja, sayangnya di tempat ini pula Grandma meninggal. Jadi, maukah kau membantu Grandpa menjaga tempat peristirahatan terakhir Grandma ini?” Sang anak perempuan mengangguk mantap sebelum menjawab. “Tentu saja, Claire akan menjaga tempat ini dengan sekuat tenaga.” Sang pria tua lalu menoleh ke arah pemuda di sampingnya sebelum berkata. “O’Neil, kau tahu aku dan Samantha memperlakukanmu seperti anak kami sendiri, dan kami tahu kau memutuskan masuk militer karena tidak mau bersaing dengan Robert dalam mengelola korporasi yang akan kami tinggalkan, meski bakatmu dalam berbisnis jauh lebih baik.” “. . .” “Tapi setidaknya berjanjilah kau akan membantu Claire menjaga tempat ini, karena begitu keberadaan Nouel diketahui, seluruh dunia akan memperebutkan tempat ini.” “Anggap sudah terlaksana.” Jawab Sang Pemuda dengan kasual, namun Sang Pria Tua seketika tersenyum karena ia tahu anak angkatnya tersebut tidak pernah mengingkari kata-kata yang ia ucapkan. *****

Tropic_Panda · Adolescents et jeunes adultes
Pas assez d’évaluations
79 Chs

6.6 - Tradisi Kuliner Level Dewa

Ruang Display Utama, Kantor Pemasaran Amethyst Merchant.

Untuk menjelaskan produk kuliner Amethyst Merchant dan komoditi yang berkaitan dengannya, Letkol. Slane membawa Chef Bianca.

Ayah Chef Bianca berdarah Italia dan merupakan seorang Michelin three-star Chef. Sedangkan ibunya adalah wanita Perancis yang menjadi Chef Pastry di dapur yang dipimpin ayahnya.

Sejak usia yang sangat dini Chef Bianca sudah menjalani pelatihan sebagai chef dan chef pastry profesional. Hasilnya, ia berhasil mendirikan jaringan pasticceria yang cukup ternama di Italia sekaligus memimpin dapur restoran Michelin three-star yang menjadi saingan berat restoran ayahnya.

Jika bukan karena sekelompok orang yang pura-pura tidak tahu bagaimana cara mengartikan kata 'Tidak!', sebenarnya Chef Bianca tidak akan pernah meninggalkan bumi dan bergabung dengan Amethyst Merchant.

Begitu Letkol. Slane mengangguk kecil kepadanya, Chef Bianca segera maju selangkah dan membungkuk kecil kepada tamu yang akan menerima presentasi.

"Nama saya Sienna Bianca, kepala juru masak di Restoran Luise Petra, Hotel Maple Palace."

'Meski hanya untuk restoran di sebuah hotel, tetap saja memilih seorang wanita yang masih sangat muda sebagai kepala juru masak adalah hal yang kurang bijak.'

Setelah presentasi tentang pembangkit listrik tenaga surya yang membuat hatinya jungkir balik, secara naluriah Maester Rivak berharap kalau level tradisi kuliner yang dimiliki Amethyst Merchant akan memberinya guncangan yang sama hebatnya.

Namun Amethyst Merchant justru mengajukan seorang wanita yang masih sangat muda sebagai kepala juru masak. Sementara di Benua Amstell posisi juru masak adalah wilayah yang secara eksklusif diperuntukan bagi para pria. Jadi wajar kalau kekecewaan yang amat dalam muncul di hati Maester Rivak. 

Namun kekecewaan yang sama tidak muncul di hati Osvik. Pakaian serba putih yang dikenakan Chef Bianca sama sekali tidak menonjolkan lekuk tubuh Chef Bianca, tapi Osvik tetap dengan insten memandang Chef Bianca dari atas ke bawah dan kiri ke kanan hingga beberapa kali. 

Biasanya Osvik sama sekali tidak tertarik dengan wanita yang lebih tinggi darinya. Namun entah kenapa meski Chef Bianca satu kepala lebih tinggi darinya, Osvik tetap mengagumi chef muda dengan wajah cantik namun memiliki ekspresi sedingin es tersebut.

Dengan isi hati yang berbanding terbalik, Osvik dan Maester Rivak pun mengikuti Chef Bianca menuju ke mock-up dapur.

Sebelumnya kompor dan teko listrik di mock-up dapur hanya digunakan untuk merebus air sebagai demonstrasi. Namun saat ini, Chef Bianca akan menunjukan kegunaan yang sebenarnya.

Setelah mencuci tangan, Chef Bianca lalu menghampiri coolbox yang sebelumnya ia letakan di meja dapur. Dari dalam coolbox Chef Bianca mengeluarkan beberapa potongan daging sapi yang kemudian ia tata ke atas nampan stainless steel yang diberi alas handuk putih.

"Mohon pilih potongan yang Anda inginkan dan tingkat kematangannya."

Tanda tanya bermunculan di dahi Osvik dan kedua Maester yang mengikutinya sementara mereka memandang potongan daging sapi mentah yang disodorkan Chef Bianca.

Osvik dan kedua Maester yang mengikutinya sudah mengunjungi setiap restoran kelas atas yang ada di Makai Royal City, dan beberapa diantaranya memang memberi opsi kepada pengunjungnya untuk memilih potongan yang akan mereka santap. Namun mereka sama sekali tidak pernah diminta memilih langsung dari potongan yang masih mentah apalagi diminta menentukan tingkat kematangannya.

'Bukankah juru masaklah yang seharusnya menentukan kematangan terbaik untuk menu yang dimasaknya?'

Gumam Osvik dan kedua Maester yang mengikutinya.

Sebagai Maester dalam bidang kuliner sekaligus gourmet profesional, Maester Rivak sebenarnya sadar kalau potongan daging sapi berwarna pink cerah di hadapannya adalah sebuah mahakarya. Bagian terbaik dari bahan terbaik yang diambil menggunakan keahlian tingkat tinggi. Kesegaran daging juga terjaga dengan sangat baik dan tidak ada bau darah atau amis yang tercium dari potongan-potongan tersebut. 

Meski begitu, tetap saja Maester Rivak tidak mengerti maksud dari pertanyaan yang diajukan Chef Bianca. 

Di bumi, Steak House kelas menengah dengan tarif USD 60 pun sudah menerapkan prosedur untuk menawarkan potongan yang mereka miliki kepada tamunya. Namun di Benua Amstell prosedur tersebut masih tidak lazim dipraktekan di restoran kelas atas sekalipun.

Sadar kalau tamunya sedang kebingunan, Letkol. Slane segera turun tangan.

"Chef, gunakan potongan terbesar dengan tingkat kematangan 1/4."

"Dimengerti."

Dengan cekatan dan luwes Chef Bianca lalu mulai bekerja, di bawah tatapan penuh rasa ingin tahu dari para tamunya.

Maester Rivak mengenali beberapa bumbu yang digunakan Chef Bianca seperti madu, garam, lada hitam dan bubuk bawang. Ia juga mengenali teknik mengaplikasikan bumbu dengan membalut dan memijit daging, atau penggunaan suhu tinggi untuk mengunci kelezatan di dalam daging yang diaplikasikan selama beberapa tarikan nafas pada awal proses pemasakan.

Yang tidak dimengerti Maester Rivak adalah, kenapa Chef Bianca tidak melanjutkan memasak daging yang sedang diolahnya dengan api kecil hingga daging siap disajikan. Tapi meniriskan minyak dan kaldu pada daging sebelum membungkusnya dengan kertas berwarna keperakan lalu memasukannya ke dalam kotak dengan pintu kaca.

Setelah itu minyak dan kaldu di dalam frying pan digunakan untuk memanggang wortel, kentang dan asparagus, dan yang tersisa kemudian digunakan untuk membuat saus dengan basis anggur merah.

Tidak lama berselang, daging panggang buatan Chef Bianca sudah tertata dengan indah di atas piring saji.

Maester Rivak mengenal pembagian waktu menggunakan jam. Jadi ia bisa menghitung kalau secara keseluruhan waktu yang dibutuhkan Chef Bianca hanya 20 menit.  Sebuah hal yang luar biasa mengingat chef muda tersebut mulai dari awal menggunakan daging mentah yang sama sekali belum mendapat pra pengolahan seperti penggunaan bumbu rendam.

Meski begitu Maester Rivak secara naluriah meragukan kelezatan daging panggang buatan Chef Bianca. Mengingat dalam dunia kuliner di Benua Amstell berlaku prinsip kelezatan sebuah menu berbanding tegak lurus dengan waktu yang diinvestasikan untuk memasaknya.

Dalam tradisi kuliner di bumi prinsip yang sama juga berlaku, namun hanya untuk menu dengan bahan yang komplek dimana keharmonisan setiap bahan baru bisa dicapai setelah setiap bahan memperoleh pra pengolahan secara terpisah.

Untuk masakan pada level rumahan, restoran keluarga, restoran cepat saji atau street food, bahan dan bumbu disederhanakan demi memaksimalkan efisiensi tapi tetap dapat menghasilkan kelezatan yang maksimal. Apalagi di bumi teknik memecah protein menggunakan bahan alami seperti madu, air rendaman nanas atau bahan lainnya sudah berkembang hingga potensi tertinggi.

Bagi chef profesional membuat masakan yang lezat bukanlah hal sulit atau butuh waktu yang lama. Mereka bahkan bisa menggunakan  bahan dan bumbu seadanya. Yang sulit adalah membuat masakan lezat yang tidak bisa ditiru sehingga orang tidak bisa memperolehnya di tempat lain.   

Keraguan di hati Maester Rivak sendiri perlahan-lahan memudar setelah ia menerima piring dimana daging panggang buatan Chef Bianca tertata dengan menggoda. Terutama setelah aroma daging panggang pada piring tersebut mulai menusuk hidungnya.

Tanpa sadar Maester Rivak mulai menelan ludah dan bahkan sempat mengelap air liur yang hampir menetes dari bibirnya.

Penampilan dan aroma daging panggang buatan Chef Bianca dengan mudah merangsang insting Maester Rivak sebagai gourmet profesional hingga puncak tertinggi. Masalahnya, selain sebuah garpu Maester Rivak tidak mendapati ada pisau pada piring ditangannya.

'Bagaimana bisa aku menikmati daging panggang tanpa pisau?'

Tanya Maester Rivak di dalam hati, dan pertanyaan tersebut segera terjawab ketika Osvik yang sudah tidak bisa lagi menahan diri  menggunakan garpu di tangannya untuk menusuk daging di hadapannya dan mendekatkannya ke mulutnya.

Namun Osvik hanya berhasil menggigit angin karena daging yang ada di ujung garpunya terbelah menjadi dua dan jatuh ke atas piring. Di saat yang sama, dari belahan daging yang bagian dalamnya masih berwarna pink meledak aroma kelezatan yang puluhan kali lebih tajam dibanding aroma sebelumnya.

"Bangsat!"

Umpat Osvik sebelum menggunakan tangannya untuk melahap potongan daging yang sempat lolos dari gigitannya, dan seketika itu juga mata Osvik terbelalak lebar. Dengan lahap Osvik lalu melahap apa pun yang masih tersisa di piringnya. Ia bahkan menggunakan potongan roti yang disertakan Chef Bianca untuk mengelap habis saus dan kaldu yang tersisa.

Namun Osvik masih belum puas, dan layaknya predator yang kelaparan ia memandang daging panggang yang ada di piring Maester Rivak dan rekannya.

Secara naluriah Maester Rivak dan rekannya segera melindungi piring masing-masing. Keduanya lalu mengindahkan etiket makan dan tanpa kesulitan mereka memotong daging panggang di atas piring menggunakan garpu di tangan mereka.

Sesaat setelah potongan daging panggang di ujung garpu kedua Maester mendarat di lidah masing-masing. Ledakan kelezatan segera menyerang mulut keduanya, sementara hanya dengan menggunakan satu gerakan kecil lidah mereka, potongan daging panggang tersebut lumer dan sebelum mereka menyadarinya mereka sudah menelannya.

'Bagaimana mungkin?'

Ketakjuban mengguncang hati sanubari Maester Rivak sementara dengan lahap ia memasukan potongan daging panggang kedua dan seterusnya ke dalam mulutnya.

Di saat yang sama, Osvik yang sudah menghabiskan daging panggang miliknya menatap kedua Maester yang sedang menikmati daging panggang masing-masing sambil menelan ludah tanpa henti.

Letkol. Slane sepenuhnya memahami reaksi Osvik. Karena itu dengan penuh pengertian ia menyodorkan daging panggang yang menjadi jatahnya ke hadapan Osvik.

"Ser Osvik, bersediakah Anda membantu saya?"

"Tentu saja."

Tanpa sungkan Osvik menyambar piring yang disodorkan Letkol. Slane. 

Kini giliran Maester Rivak dan rekannya yang memandang Osvik dengan iri. Namun keduanya berhasil menahan diri untuk tidak protes dan melanjutkan melahap wortel, asparagus dan kentang panggang dipiring masing-masing lalu membersihkan saus dan kaldu yang terisa menggunakan potongan roti tawar.

Namun meski piringnya sudah bersih hingga mengkilap, Maester Rivak masih saja merasakan dorongan untuk menjilati piring di tangannya. Beruntung Maester tua tersebut pada akhirnya berhasil menahan diri dan meletakan piring di tangannya ke atas meja dengan tatapan penuh penyesalan seolah-olah ia baru saja ditinggal kabur oleh cinta sejatinya.

'Sungguh besar dosaku karena selama ini telah berani menganggap diriku sebagai seorang Maester Kuliner dan gourmet profesional. Maaf karena aku telah dilahirkan ke dunia ini.'

Begitu besar goncangan di hati sanubari Maester Rivak hingga ia tanpa ragu menyesali eksistensi dirinya di dunia ini.

Sementara itu, Letkol. Slane yang tidak sadar dengan kondisi jiwa Maester Rivak menyeringai lebar di dalam hati. Efek yang diharapkan berhasil diciptakan oleh Chef Bianca, maka ia pun segera memberi tanda pada Chef Bianca untuk mulai mempresentasikan prouduk Amethyst Merchant yang berhubungan dengan dunia kuliner.

Pertama Chef Bianca membawa tamunya ke pantry dimana berbagai bumbu, bahan makanan dan berbagai perkakas yang berhubungan dengan dunia kuliner tertata dengan rapi. Penjelasan yang diberikan Chef Bianca masuk ke dalam hati sanubari Osvik dan kedua Maester dengan mudah tanpa perlawanan. Bahkan tidak berlebihan jika dikatan Chef Bianca sedang menghipnotis para tamunya.

 

Dari pantry Chef Bianca lalu membawa tamunya menuju mini-bar dimana setiap minuman beralkohol yang dapat disediakan Amethyst Merchant dipajang. Mulai dari anggur, tequila, brandy, vodka, whiskey dan berbagai minuman beralkohol lainnya.

Hingga akhirnya Maester Rivak terhenyak setelah mendapati kalau Amur Beer dan Lada Whiskey ternyata bukan produk terbaik Amethyst Merchant.

 

"Tunggu dulu, maksud Anda Amur Beer dan Lada Whiskey adalah produk standar untuk masyarakat luas?"

Chef Bianca mengangguk kecil sebelum menjelaskan.

"Ya, namun ada juga Amur Beer edisi khusus yang dikemas menggunakan botol."

Chef Bianca mengambil tiga gelas dan mengisinya dengan beberapa kotak es batu, lalu menuangkan dua botol Amur Beer ke dalamnya. 

Dengan mahir Chef Bianca memiringkan gelas ditangannya agar Amur Beer yang keluar dari botol jatuh menimpa bagian pinggir gelas dan menghasilkan buih yang pekat.

Tidak lama berselang Osvik dan kedua Maester yang menemaninya dengan lahap menyesap buih di gelas masing-masing sebelum meneguk satu mulut penuh Amur Beer, dan kepuasan yang amat dalam terlihat dengan jelas di wajah ketiganya.

Namun hanya Maester Rivak yang menyadari perbedaan antara Amur Beer yang baru saja ia minum dengan Amur Beer yang biasa ia minum.

"Aroma buah berangan di dalam Amur Beer ini jauh lebih kuat."

Chef Bianca tersenyum kecil sebelum menjelaskan.

"Saya bukan ahli minumal beralkohol, tapi setidaknya izinkan saya memberi penjelasan."

"""Tentu saja."""

Jawab Osvik dan kedua Maester sambil mengangguk serentak.

"Saat dikemas di dalam barrel yang terbuat dari kayu, ada potensi reaksi kimia yang mungkin terjadi. Jadi aroma yang terlalu kuat harus dihindari atau umur bir akan menjadi lebih pendek."

". . ."

"Sedangkan saat dikemas dalam botol kaca, potensi reaksi kimia nyaris tidak ada, jadi aroma dan rasa yang dikehendaki bisa dimaksimalkan tanpa khawatir umur bir menjadi lebih pendek."

Osvik mengangguk-angguk tiga kali sebelum dengan penuh harap ia bertanya kepada Chef Bianca.

"Nona Bianca, bersediakah Anda bekerja untuk saya. Saya akan menggandakan gaji dan semua fasilitas yang Anda terima saat ini."

Di belahan dunia manapun membajak tenaga ahli bukanlah hal asing, namun hanya Osvik yang akan melakukannya tepat dihadapan bos tenaga ahli yang akan dibajak.

Meski begitu Letkol. Slane sama sekali tidak khawatir. Ia sepenuhnya yakin kalau dalam hal gaji dan fasilitas tidak akan ada yang bisa mengalahkan Amethyst Merchant. Keyakinan Letkol. Slane tersebut diperkuat oleh jawaban Chef Bianca.

"Saya merasa terhormat dengan tawaran dari Ser Osvik. Sayangnya saya sudah dikontrak oleh Amethyst Merchant hingga 100 tahun kedepan. Jadi maaf kalau saya tidak bisa menerima tawaran Ser Osvik."

Setelah mendengar jawaban dari Chef Bianca, Osvik hanya bisa tertunduk lesu karena ia sadar ia tidak bisa memaksakan kehendaknya kepada pekerja Amethyst Merchant.

*****