webnovel

Daftar Operasi TF Amethyst

Seorang pria tua, seorang pemuda dan seorang anak perempuan, ketiganya berdiri di atas padang rumput nan luas, di bawah langit yang bersih dari awan. Sang anak perempuan memandang keadaan di sekelilingnya dengan mata berbinar. Sebelumnya ia harus melewati padang salju dan lorong kecil yang gelap, jadi wajar kalau benaknya kini dipenuhi pertanyaan. “Grandpa, tempat apa ini?” Sang pria tua berlutut di hadapan cucunya sebelum dengan lembut ia menjawab. “Penduduk lokal menyebut tempat ini Benua Amstell.” “. . . Benua Amstell?” Sang anak perempuan memiringkan kepala mungilnya sementara kakeknya melanjutkan. “Delapan tahun yang lalu Grandma menemukan tempat ini secara tidak sengaja, sayangnya di tempat ini pula Grandma meninggal. Jadi, maukah kau membantu Grandpa menjaga tempat peristirahatan terakhir Grandma ini?” Sang anak perempuan mengangguk mantap sebelum menjawab. “Tentu saja, Claire akan menjaga tempat ini dengan sekuat tenaga.” Sang pria tua lalu menoleh ke arah pemuda di sampingnya sebelum berkata. “O’Neil, kau tahu aku dan Samantha memperlakukanmu seperti anak kami sendiri, dan kami tahu kau memutuskan masuk militer karena tidak mau bersaing dengan Robert dalam mengelola korporasi yang akan kami tinggalkan, meski bakatmu dalam berbisnis jauh lebih baik.” “. . .” “Tapi setidaknya berjanjilah kau akan membantu Claire menjaga tempat ini, karena begitu keberadaan Nouel diketahui, seluruh dunia akan memperebutkan tempat ini.” “Anggap sudah terlaksana.” Jawab Sang Pemuda dengan kasual, namun Sang Pria Tua seketika tersenyum karena ia tahu anak angkatnya tersebut tidak pernah mengingkari kata-kata yang ia ucapkan. *****

Tropic_Panda · Adolescents et jeunes adultes
Pas assez d’évaluations
79 Chs

2.3 - Fajar Kebangkitan

Sisi selatan Magwurt City

Pukul 0725, 13 Februari 2025

Setiap dua hari sekali Region Tuscan akan membagikan bubur kepada penduduknya, dan hari ini adalah hari dimana pembagian bubur tersebut dilaksanakan.

Biasanya Sia akan bergegas menuju tempat pembagian bubur sambil membawa dua mangkok. Satu untuk dirinya dan satu lagi untuk neneknya yang sakit. Namun saat ini Sia sama sekali tidak memiliki minat untuk keluar rumah.

Beberapa hari yang lalu Sia mendapat roti yang sangat lembut dan manis dari orang asing yang entah kenapa berdiri tidak jauh dari gubuk tempat ia dan neneknya tinggal.

Masalahnya, setelah menikmati sepotong roti tersebut neneknya lalu bergumam.

"Ah. . . lezat sekali, ini pasti roti yang dinikmati dewa-dewa di surga. Kini aku bisa pergi dengan damai."

Terlebih lagi semalam Sang Nenek tiba-tiba bergumam.

"Sia, maaf nenek tidak bisa lagi menemanimu."

Sang Nenek lalu terisak sepanjang malam.

Sia seketika menjadi panik. Ia tahu nenek yang mengasuhnya sejak kecil tersebut tidak memiliki ikatan darah dengannya. Namun nenek tersebut sangat baik terhadapnya.

Sang Nenek tidak pernah memberi makanan yang memadai bagi Sia, namun ia tidak pernah ragu memberikan sebagian porsi makanan miliknya agar Sia bisa mendapat sedikit tambahan asupan.

Sia sendiri selalu merasa lapar dan lemah hampir sepanjang waktu, tapi hatinya selalu merasa terhibur setiap kali ia teringat kalau ia masih memiliki seorang nenek yang sangat menyayanginya.

Karena itu bayangan kalau Sang Nenek akan meninggalkannya membuat Sia merasa kalau seluruh dunia tiba-tiba menjadi gelap, dan ia pun khawatir kalau ia sampai keluar rumah, maka ia tidak akan lagi melihat neneknya saat kembali nanti. 

Kreeeaaaaak!

Sia menoleh ke pintu gubuk yang baru saja dibuka dan tatapannya bertemu dengan tiga orang yang mengenakan pakaian mirip seperti orang asing yang memberinya roti beberapa hari yang lalu, hanya saja salah seorang diantaranya menggunakan sebuah jubah berwarna putih.

Pria berjubah putih lalu tersenyum lembut sebelum berkata.

"Ah. . . Nak, selamat pagi. Kami diberitahu kalau ada nenek yang membutuhkan perhatian medis di sini."

Pria berjubah putih lalu menoleh ke ranjang reot dimana Sang Nenek terbaring di bawah kain kumal. Tanpa ragu sang pria dengan jubah putih berjalan menghampiri ranjang dan meraih pergelangan tangan Sang Nenek sebelum menghela nafas panjang.

"Syukurlah kita tidak terlambat, segera pindahkan pasien ke ambulans dan berikan infus. Begitu pasien tiba di tenda medis pastikan ada yang memonitor perkembangannya, lalu suapi pasien dengan sesuatu yang hangat, ringan dan manis jika pasien sadar."

Sia berusaha keras mencoba memahami apa yang dilihatnya, dan ia sedang terbengong ketika pria berjubah putih menghampirinya dan berkata dengan lembut.

"Nak, apakah ada orang lain yang tinggal di sini?"

Sia menggelengkan kepala tiga kali dan pria berjubah putih segera melanjutkan.

"Selain nenekmu, apakah ada orang lain yang bisa menjagamu?"

Sia kembali menggelengkan kepala mungilnya.

'Sepertinya kami tidak bisa meninggalkanmu di sini."

Pria berjubah putih mengangguk-angguk kecil sebelum berkata.

"Nak, nenekmu menderita malnutrisi yang sangat parah, jadi kami harus membawanya ke tenda medis. Maukah kau ikut agar kau bisa menemani nenekmu?"

"Apakah nenek bisa disembuhkan?"

Dengan wajah penuh harap Sia memberanikan diri bertanya, dan pria berjubah putih menjawabnya dengan anggukan kecil.

Air mata seketika membanjiri wajah Sia, lalu dengan suara terisak ia memohon.

"Ser yang terhormat, mohon sembuhkan nenek. Sia akan bekerja keras seumur hidup untuk membalas kebaikkan Ser yang terhormat."

"Jangan khawatir, nenekmu akan sembuh dalam beberapa hari."

Pria berjubah putih lalu menggendong Sia dan mengusap-usap kepala anak tersebut. Sedikitpun ia tidak risih meski rambut dan pakaian Sia sangat lusuh dan entah sudah berapa lama sejak anak tersebut mandi.

Di saat yang sama, salah seorang pria yang sebelumnya menaikkan Sang Nenek ke sebuah kereta besi menggunakan tandu datang menghampiri.

"Mayor Shade, pasien sudah siap dibawa ke tenda medis."

"Kalau begitu sebaiknya kita segera berangkat."

Jawab Pria berjubah putih sebelum naik ke kereta besi sambil menggendong Sia yang masih terisak.

- - - - -

Sisi selatan Magwurt City

Pukul 0815, 13 Februari 2025

Dengan langkah lemah Rutim berjalan menggandeng Lucca, anaknya yang masih berumur 8 tahun. Sementara di punggungnya ia membawa buntalan berisi beberapa pakaian lusuh yang merupakan satu-satunya harta yang ia miliki.

Kemarin ia mendengar sebuah konvoi kereta besi membuat perkemahan di dekat tembok timur kota, dan pagi ini ia melihat puluhan kereta besi berwarna hijau dengan logo palang berwarna merah di kedua sisinya mondar-mandir di sisi selatan kota untuk menjemput penduduk yang sakit.

Anehnya, kereta besi tersebut bisa bergerak mesti tidak ditarik dengan kuda dan jalan-jalan yang dilewatinya menjadi ambles. Namun anggota Tuscan Guard yang berjaga di sepanjang jalan tidak terganggu dengan hal tersebut, mereka justru membantu orang-orang asing yang mengendarai kereta besi tersebut.

Tidak lama berselang beberapa Centurion datang dan meminta penduduk pindah ke perkemahan di sisi tenggara kota, karena sisi selatan kota akan direnovasi secara besar-besaran.

Awalnya Rutim tidak terlalu ambil pusing dengan relokasi tersebut, tapi saat ia mendengar para Centurion berkata bahwa mulai hari ini mereka tidak akan lagi kelaparan, hati Rutim pun seketika terasa sesak.

'Pertama mereka menyingkirkan orang-orang yang sakit, dan kini giliran kami.'

Rutim menghela nafas dalam-dalam sebelum berlutut di depan Lucca dan memeluknya erat-erat. Meski ia lahir dari pasangan rakyat jelata, Lucca memiliki wajah yang tampan dan cukup cerdas untuk anak seumurannya.

'Maaf Nak, karena kedua orang tuamu begitu tidak berguna maka kau harus meninggalkan dunia ini di usia yang begitu dini.'

"Mom, jangan menangis. Saat besar nanti Lucca akan menjadi tentara bayaran yang kuat dan pulang membawa banyak roti untukmu."

Lucca balas memeluk ibunya erat-erat sambil mencoba menenangkannya. Namun Rutim justru semakin tersedu karena ia teringat suaminya, seorang Centurion yang gugur saat Tuscan Guard disewa oleh Kingdom Makai dalam perang melawan Kingdom Horrep.

Meski suaminya gugur dalam perang tersebut, keadaan sebenarnya tidak terlalu buruk asalkan ada yang menyewa Tuscan Guard. Setidaknya penduduk Magwurt City bisa makan sekali sehari dan bahkan dua kali sehari jika kemenangan telak diraih dan upah berupa bahan pangan diperoleh secara melimpah.

Tapi selama satu tahun terakhir tidak ada konflik besar yang membutuhkan jasa Tuscan Guard, karena itu kondisi penduduk Magwurt City terjun bebas ke titik terendah.

Rutim dan penduduk Magwurt City tidak menyalahkan Viscount Rattel atas kondisi buruk yang menimpa mereka. Para penduduk justru sangat berterima kasih karena saat bangsawan lain meninggalkan gelar mereka dan pergi secara diam-diam bersama kekayaan mereka, Viscount Rattel yang berasal dari keluarga bangsawan terkecil justru memutuskan tetap tinggal, mengambil alih tanggung jawab kepemimpinan dan berusaha dengan sekuat tenaga memperbaiki keadaan.

"Lucca, kita seharusnya pergi bersama pamanmu saat ia mengajak kita. Maaf, karena keputusanku kau jadi ikut menderita."

"Mom, kudengar paman dan penduduk lain ditangkap oleh pemburu budak yang sering berpatroli di sekitar Region Tuscan."

"Yeah, tapi hal tersebut mungkin hanya rumor."

Rutim mengusap kepala Lucca dengan lembut sebelum bangkit berdiri dan melanjutkan perjalanan bersama ribuan penduduk lainnya.

- - - - -

Tenda Makan A2, Perkemahan Amethyst Merchant.

Rutim terbengong-bengong ketika biarawan dari Kuil Nemo menyodorkan sebuah baki berisi sup kacang merah kental, sepotong roti yang baru dikeluarkan dari oven, jelly dengan irisan buah, telur rebus dan segelas barley tea hangat. Sementara untuk Lucca ia mendapat segelas susu hangat sebagai ganti barley tea.

"Paman biarawan, apakah kami benar-benar bisa menyantap makanan ini?"

Tanya Rutim dengan penuh keraguan, sementara Lucca berulang kali menelan ludah.

"Tentu saja, setelah itu pergilah ke tenda di sisi timur, disana kalian akan menerima instruksi dimana kalian akan tinggal dan bagaimana cara menggunakan fasilitas lainnya. Kalian juga akan mendapatkan pakaian baru dan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri."

Rutim memiringkan kepalanya sebelum kembali bertanya.

"Apakah semua ini dari Viscount Rattel?"

"Aku sendiri tidak tahu detailnya. Aku hanya mendengar semalam Kepala Biara menerima permohonan dari Viscount Rattel agar biarawan Kuil Nemo membantu Amethyst Merchant mengurus penduduk yang dipindahkan kemari."

Rutim seketika bernafas lega, karena jika Kuil Nemo dilibatkan maka kecil kemungkinan ia dan penduduk lain akan menerima perlakuan buruk seperti pembantaian massal atau perbudakkan.

"Bergegaslah, jangan menghalangi antrian!"

Rutim segera membungkuk dalam-dalam sebelum menghampiri sebuah meja yang masih belum ditempati bersama Lucca. 

Senyum dari telinga ke telinga menghiasi wajah keduanya, mengingat entah sudah berapa lama sejak mereka makan dengan layak sambil duduk di meja yang begitu bersih.

*****