webnovel

CROWN OF SIX : LEGENDARY DISABLER

[Ilustrasi Cover oleh : Lin Fantasi] “Tidak semua yang ada di dalam virtual realita adalah kepalsuan.” Natt Presmana adalah salah satu dari empat belas anggota party Legendary Disabler yang terkena banned permanen sebab insiden Fake Catastrophe yang mereka lakukan. Suatu hari, sebuah email masuk melalui smartphone miliknya. Email tersebut dikirim oleh Rachel, salah satu Game Master dari game DVMMO-RPG - Crown of Six. Pertemuannya dengan Rachel membuat Natt Presmana kembali menyelam ke dalam dunia fantasy yang sangat menakjubkan. Petualangan Natt tak lagi sekadar menyelesaikan quest dan leveling, tetapi juga harus menyelamatkan Crown of Six dari organisasi ilegal yang hendak merusak ekosistem game. Bersama rekannya, Natt akan menguak misteri hilangnya kesadaran orang – orang yang bermain Crown of Six dan kebenaran dari keberadaan Vallela. Namun, kembalinya Natt ke dalam Crown of Six adalah sesuatu yang telah lama dinanti oleh berbagai pihak yang ingin memanfaatkannya.

arykunosan · Bandes dessinées et romans graphiques
Pas assez d’évaluations
13 Chs

Chapter 10 : Batas Penghabisan Part 1

Child of Celestial adalah sesosok monster berwujud dewi dengan enam sayap berwarna putih bersih. Ia menggunakan gaun kembang dibubuhi permata yang menutupi tubuhnya yang setinggi dua puluh meter.

Di atas kepala terdapat mahkota yang memantulkan kemilau keagungan. Begitu pula rambut biru yang tergerai hingga menutupi punggung dan pangkal sayapnya. Meski wajah hanya memiliki mulut dan satu bola mata, paras cantiknya tetap dapat menggetarkan sanubari siapa pun.

Natt sempat terpana, namun langkah kakinya dengan cepat bergerak mundur ke belakang. Ia berlari menuju lorong tetapi sebuah penghalang tak terlihat membuatnya tak bisa lewat.

"Aku benar – benar tidak memiliki pilihan selain bertarung, ya."

Natt kembali fokus pada lawannya yang belum melakukan apa – apa. Bukan. Salah satu dari tujuh bolah kristal yang mengelilingi sang dewi pun bersinar—memancarkan cahaya kekuningan yang disertai kilatan listrik.

Dalam sepersekian detik, sebuah guntur keluar dari bola kristalnya dan menyambar ke arah sang Assassin. Serangan itu membakar apa pun yang menghalanginya. Permukaan lantai dan dinding juga tak luput dari kehancuran.

Petir itu sangat cepat menyambar sampai – sampai Natt nyaris kehilangan seluruh tubuhnya. Meski sang Assassin berhasil menghindar dari kematian, kaki kirinya yang terkena petir seketika hangus terbakar. Akibatnya, bar HP Natt juga banyak sekali terkuras.

Dari balik kepulan asap yang disebabkan oleh serangan Child of Celestial, Natt dengan cepat mengakses panel inventaris miliknya dan menggunakan dua High Concentrated Health Potion. Beruntungnya, serangan petir itu tidak memberikan efek debuff Amputation, sehingga hanya dengan meminum Health Potion, kakinya yang hangus terbakar bisa dikembalikan seiring bar HP-nya terisi penuh.

Seolah tak ingin membiarkan Natt mengambil napas, sang dewi kembali mengeluarkan petir dari bola kristalnya dan menyebabkan udara bergetar hebat. Sesaat ia melihat sang Assassin berlari keluar dari kepulan asap, sang dewi meneruskan serangannya dengan petir ganas yang semakin liar menyambar.

Natt hanya bisa berlari. Ia masih belum punya celah untuk melakukan serangan balik. Juga, ia belum memastikan tipe boss seperti apa lawannya kali ini. Apakah Field Boss? Single Raid Boss? Ataukah Multi Raid Boss Level?

Natt ingin memastikannya segera. Tetapi serangan petir yang terus menyambar itu membuatnya kesulitan untuk membuka panel equipment. Natt hanya bisa berlari dan menghindar di sekitar dinding aula sembari mencari perlindungan dari pilar – pilar tinggi yang menyangga ruangan.

"Tidak ada habisnya," keluh Natt. "Aku harus menggunakannya untuk mendapatkan kesempatan."

Natt mengambil item [Doppelganger] dan segera mengaktifkannya. Sebuah kepulan asap baru pun muncul disertai tiga bayangan sang Assassin yang melesat menuju arah yang berbeda.

Saat itu, Natt meyakini kalau ia akan punya cukup waktu untuk menganalisa sang lawan. Tetapi, guntur sang dewi terbelah tiga. Masing – masing petir itu spontan menyambar ke tiga bayangan Natt secara bersamaan.

Natt terperanjat tak percaya melihatnya. Ia hanya bisa mendapatkan dua detik. Dalam waktu sesingkat itu, ia berhasil mengetahui sedikit informasi yang dibutuhkan.

"Multi Raid Boss Level, kah?" keluh Natt, ia berharap memperoleh setidaknya lima detik sebab doppelganger yang diakifkannya. Tetapi, mengetahui hal itu saja juga telah memberikan Natt banyak manfaat.

Pertarungan melawan Multi Raid Boss Level memiliki dua keuntungan. Pertama, player akan bisa menggunakan seluruh item di tab panel consumables tanpa batasan. Kedua, player akan bisa mengganti Unique Treasure di saat pertarungan berlangsung.

Meski keuntungan itu tampak sepele, tetapi dampaknya amat besar di dalam pertarungan Multi Raid Boss Level. Sebab pertarungan melawan Multi Raid Boss Level memerlukan banyak waktu dan mekanisme boss monster akan sangat beragam. Hanya saja, satu hal yang membuat Natt amat dirugikan dalam hal ini.

Natt sama sekali belum menambah jumlah consumables item miliknya. Artinya, item seperti Health Potion tidaklah banyak—atau paling tidak, jumlahnya tidak sesuai untuk kebutuhannya saat ini.

"Sialan. Jika aku tidak menyerang, pertarungan ini tidak akan pernah berakhir." Meski mengeluh, Natt tetap saja tidak bisa mendekati lawannya. Petir itu sedari tadi terus menyambar tanpa henti. Membuatnya hanya bisa berlari sembari mengaktifkan Stealth untuk menaikkan agility.

Tiba – tiba saja, petir itu berhenti menyambar. Cahaya kekuningan dari kristal sang dewi pun meredup.

"Kesempatan!" batin Natt, langkahnya dengan cepat berbalik menuju sang dewi.

Natt mengaktifkan skill [Penetration Blade] dan merangsek maju secepat angin. Setibanya Natt di dekat lawan, kedua belatinya langsung menebas gaun sang dewi.

0 Damage!

"N-nol damage?!" Natt sekali lagi terkejut.

Seharusnya berkat skill [Penetration Blade], serangannya bisa melakukan penetrasi ke pertahan musuh sebesar 500 point. Jika ATK point Natt sebesar 835.000, maka setidaknya kerusakan yang diterima lawan bisa mencapai satu juta jika serangannya berhasil critical. Tapi apa yang dilihatnya adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi.

"Apa aku salah perhitungan?" Natt membatin.

Meski keraguan sempat merayap dalam benak, kedua lengan sang Assassin tak berhenti memberikan serangan cepat dan tajam. Namun dari sebegitu banyak serangan yang dilancarkan, semuanya tidak memberikan kerusakan terhadap sang dewi. Bahkan gaun kembangnya saja tidak robek sekali pun.

Dalam waktu sesingkat itu, Natt melihatnya. Ada sesuatu yang melapisi tubuh Child of Celestial, seperti pelindung tak terlihat yang menyebabkan daya rusak dari serangan sang Assassin tidak memberikan pengaruh sama sekali.

Natt sempat terdiam, kemudian ia langsung mundur ke belakang saat salah satu bola kristal dewi yang lain memancarkan cahaya kemerahan. Seolah ada kobaran api yang menyelimuti kristal itu dan meradiasikan panas yang terasa hingga ke kulit sang Assassin.

"Oi oi oi! Setelah petir, sekarang api? Jangan – jangan semua kristal itu melambangkan tujuh elemen sihir?"

Sebuah lingkaran api terbentuk mengelilingi kristal yang berwarna kemerahan. Kemudian dari sisinya membentuk kobaran api yang menggumpal. Dalam dua kedipan mata, bola api yang cukup besar itu meluncur ke arah sang Assassin.

Natt dengan mudah menghindar karena serangan bola api itu jauh lebih lambat dari petirnya. Sebuah senyuman pun terukir di wajah sang Assassin. Ia merasa senang telah berhasil membaca serangan sang dewi dengan mudah.

Sayangnya, hal itu tidak sepenuhnya benar.

Bola api yang menghantam lantai itu meledak. Lantainya seketika membentuk kawah panas dengan lidah api yang berkecamuk. Pilar – pilar yang telah retak itu pun ikut hancur bersamaan. Energi yang terpancarkan lekas menghempaskan segala yang ada di sekitarnya. Termasuk Natt yang terlengah dan terseret ke dalam badai api milik sang dewi.

Natt terhempas jauh ke dinding yang ada di seberang. Berbalut kobaran api kecil yang membakar pakaiannya. Namun Natt masih hidup. Bar HP-nya tersisa 33%. Luka bakar yang dirasakannya begitu panas. Seolah kulitnya di dunia nyata benar – benar terjilat api.

Natt tidak akan sempat meminum Health Potion. Melihat sang dewi telah menciptakan gumpalan api yang baru, tidak ada cukup waktu baginya. Hanya ada satu cara agar dia bisa selamat.

Natt segera membuka panel equipment miliknya dan mengganti Unique Treasure [Manti Claw] dengan [Ring of Revival]. Sesaat ia menutup panel itu, bola api yang panas telah berada dua centimeter di depan wajahnya.

Ledakan yang dahsyat pun tak dapat dielakkan. Serangan telak itu berhasil membakar hangus tubuh sang Assassin hingga tak bersisa. Seolah kemenangan telah diraih, sang dewi pun mengeluarkan tawa merdu yang menggema.

Tetapi, tawa itu terhenti saat Child of Celestial melihat kemilau cahaya. Ada sepercik cahaya putih muncul tepat di tengah kawah panas yang baru saja tercipta. Yang kemudian perlahan menjelma sebagai sosok manusia.

Berkat [Ring of Revival], Natt yang harusnya telah mati berhasil dibangkitkan kembali.

[Ring of Revival] adalah Unique Treasure langka dan penggunaannya bergantung pada counter yang dimilikinya. Counter itu dihitung sesuai jumlah Unique Treasure yang dimiliki oleh pemakainya. Setiap counter itu turun satu angka, maka akan ada satu Unique Treasure di dalam inventory Natt akan lenyap. Jika counter itu habis, maka [Ring of Revival] akan hancur. Tak ada cara untuk mengembalikan semua Unique Treasure yang telah terpakai dalam penggunaan [Ring of Revival].

Jumlah counter yang dimiliki oleh Natt saat ini adalah 45. Artinya ada 45 kali kesempatan bagi Natt untuk mencari cara mengalahkan sang dewi bermata satu.

"Aku tidak ingin menghabiskan seluruh UT yang kudapatkan dengan susah payah menjadi sia – sia. Paling tidak, aku akan mengalahkanmu, Child of Celestial."

Natt mengencangkan genggaman pada belatinya. Kakinya memasang kuda – kuda untuk bersiap maju tanpa berhenti. Bibirnya bergetar, kebulatan tekad yang digerayangi oleh rasa takut, tak menghentikan Natt untuk mengaktifkan skill ultimate miliknya.

"Abyss Nightmare!"

Seketika dunia dalam aula menjadi gelap gulita. Sepekat Vantablack yang menyerap setiap cahaya yang datang menyerta. Layaknya dunia dalam ketiadaan, tidak ada yang tahu perbedaan antara hidup dan mati. Selain sang Assassin, semuanya seolah tercekik oleh hitamnya ruang lingkup kegelapan terdalam.

Kondisi ini akan berlangsung selama dua puluh detik. Dalam durasi tersebut, Natt harus menyerbu sebringas mungkin.

Natt telah mengaktifkan [Penetration Blade], [Target Marked], dan meminum sebotol Swift Potion (Meningkatkan kecepatan serangan). Dengan 15 Superior Bleed yang telah tertumpuk di tubuh Child of Celestial, Natt hanya memerlukan 85 stack untuk menggunakan Recovery of Ash. Artinya, dalam dua puluh detik, Natt harus berhasil menebas musuhnya sebanyak 85 kali.

Dalam kegelapan yang pekat, Natt melesat maju seperti peluru. Sang Assassin memberikan tebasan beruntun pada gaun sang dewi yang keras seperti beton, tetapi tetap saja tidak memberikan dampak kerusakan. Meski begitu, debuff Superior Bleed tetap masuk. Natt mengerti tentang hal itu, sebabnya ia akan menyerang ke sejumlah bagian sekaligus mencari tahu titik kelemahannya.

Natt berlari mendaki gaun sang dewi. Lengannya tak berhenti mengayunkan kedua belati tajam pada permukaan gaunnya. Kemudian ia melemparkan satu belatinya ke bagian dada lalu menggunakan skill [Switch Blade] untuk berpindah posisi. Dilanjutkan dengan melancarkan skill [Hidden Burst] dan memberikan tikaman yang tajam ke dada sang dewi. Lagi – lagi, hanya nol kerusakan yang tertera pada damage notifier yang terlihat.

Natt belum berhenti. Ia masih melanjutkan serangan beruntunnya ke leher lalu naik ke bagian wajah. Serangkaian tebasan tajam itu akhirnya tiba di depan bola mata sang dewi. Kedua belati sang Assassin dengan cepat menerkam mata. Meski mata harusnya menjadi salah satu kelemahan bagi seekor monster, lagi – lagi hanya nol kerusakan yang bisa dihasilkan. Bahkan belati Natt tak mampu menggores korneanya sekalipun.

Natt menggigit bibirnya. Ada keputusasaan yang mulai menghampiri benaknya—

"Belum! Belum! Belum!" Natt membatin, sekuat tenaga menggenggam asa. "Ini belum ada apa – apanya!"

Sang Assassin pun melompat ke bagian punggung Child of Celestial. Ia mengayunkan kedua lengannya dan menebas setiap sayap sang dewi.

0 Damage!

0 Damage!

0 Damage!

0 Damage!

0 Damage!

0 Damage!

Natt telah mempersiapkan diri menerima kenyataan. Namun tetap saja bagi seorang Damage Dealer seperti dirinya, saat melihat serangannya tidak memberikan kerusakan sedikit pun, itu cukup membuatnya frustasi.

Natt punya kartu as terakhir. Meski tidak berharap banyak dari skill [Recovery of Ash] miliknya, paling tidak itu akan mengobati sedikit dari rasa sakit dalam hatinya.

Kini, debuff Superior Bleed telah terkumpul sebanyak 76 stack. Ia membutuhkan 24 tebasan lagi untuk bisa mengaktifkan skill pamungkas miliknya. Sementara waktu yang tersisa tidak sampai 5 detik.

Natt harus berpikir—Bukan! Ia tidak punya waktu untuk berpikir. Instingnya sebagai DPS menuntunnya untuk menyerang bola – bola kristal yang mengelilingi sang dewi. Ia mengambil satu lompatan jauh dan berhasil mendaratkan serangan pada kristal yang memancarkan cahaya kuning redup di dalamnya.

0 Damage!

Natt menggigit bibirnya seketika kekecewaan kembali menghujam benaknya. Namun ia tidak berhenti. Natt kembali melompat dan menerjang ke bola kristal yang lain. Tebasan yang kuat pun dilepaskan pada kristal yang memancarkan cahaya kemerahan.

Sesaat Natt hendak memalingkan wajah dari angka kerusakan yang akan muncul dan pasti mengecewakan, nyatanya ia malah terkejut bukan main.

100.000.000 Damage!

Dalam sepersekian detik itu, Natt merasakan kembali gairahnya sebagai seorang penyerang. Semangat itu pun mengalir pada lengannya yang seketika menebas bola kristal tersebut secara beruntun.

0 Damage!

0 Damage!

0 Damage!

0 Damage!

Kesenangan yang sempat dirasakannya langsung pupus sekejap mata. Tetapi waktu yang tersisa tidak sampai satu detik lagi. Meski sudah 99 stack Superior Bleed terkumpul pada lawan, tetapi ketidakpuasan di dalam dada membuat lengannya mengayunkan belati sekuat tenaga dan menimbulkan bunyi bergema keras seiring kegelapan yang lenyap seketika.

Kini lengkap sudah persyaratan untuk menggunakan skill pamungkas miliknya. Natt melompat menjauh dari sang dewi dan segera menjaga jaraknya. Tanpa menyiakan sedetik pun, ia lekas menyilangkan kedua belatinya di depan dan bibirnya merapalkan mantra dari ritual penghabisan. "Recovery of Ash, diaktifkan!"

Natt berdiri tegak sembari menunggu proses pengumpulan debuff--nya selesai. Selama hal ini berlangsung, Bar HP miliknya tidak akan bisa turun di bawah 1%. Ini adalah kesempatan Natt untuk berpikir mencari cara mengalahkan sang dewi tanpa perlu menghabiskan Unique Treasure miliknya.

Di lain pihak, setelah penjara kegelapan yang menyekap seluruh inderanya itu lenyap, sang dewi langsung mengetahui di mana posisi makhluk kerdil yang menjadi lawannya. Mata tunggalnya sempat melirik satu kristalnya yang retak, saat itu pula ia seolah menyadari jikalau lawannya harus dihabisi secepat yang ia bisa.

Sang dewi pun mengeluarkan suara merdu yang bergema seperti cuitan burung gereja. Seolah salah satu bola kristal menyahut panggilan merdunya, yang kemudian mengeluarkan cahaya jingga yang menerangi aula bagai matahari senja. Seiiring cahaya itu menyelimuti segalanya, ruangan mulai bergetar hebat dan meretakkan permukaan lantai di sekitarnya.

Dari bawah lantai—tepatnya dari pusat retakan yang terlihat, muncul bongkahan tanah runcing yang meluncur kencang dan menghantam sang Assassin. Suara berisik yang disertai kepulan debu pun menguasai udara. Di baliknya, ada sang Assassin yang masih berdiri utuh tanpa terluka.

Sang dewi sekali lagi menyerang Natt dengan cara yang sama. Dentuman dan kepulan debu kembali memenuhi aula pertarungan. Tiap kali mata tunggal sang dewi melihat makhluk kerdil itu baik – baik saja, serangan pun terus dilancarkan tanpa henti. Hingga bongkahan tanah yang berserakan itu menggunung dan menutupi sang Assassin sepenuhnya.

Meski begitu, sang dewi tahu jikalau lawannya masih bernapas. Ada kilauan cahaya putih yang terus muncul dari ketiadaan disertai kemilau cahaya merah yang keluar dari tubuhnya menuju ke dalam bongkahan tanah yang menggunung. Sebabnya sang dewi tidak berhenti menyerang.

Namun hal itu adalah keuntungan bagi sang Assassin. Melihat musuhnya menggunakan serangan itu memastikan jikalau firasatnya benar. Natt menyadari tujuh kristal tidak hanya melambangkan kekuatan sihir yang dahsyat, tetapi juga kelemahan dari sang dewi itu sendiri.

Dengan sekali ayunan lengan, Natt berhasil menghempaskan semua tumpukan tanah yang mengekangnya. Seolah mampu mengendalikan angin, ia berada tepat di pusat badai yang baru saja tercipta.

"Saatnya pembalasanku, Child of Celestial." Warna kedua belati Natt berubah menjadi merah darah dan diselimuti aura kehancuran. Pertanda bahwa pengumpulan debuff telah selesai dilaksanakan.

Meski Bar HP-nya tersisa 1%, Natt tetap memasang kuda – kuda dan melesat maju tanpa ragu.

Sang Dewi segera menyerang sang lawan dengan bongkahan tanah runcing secara beruntun. Tetapi, Natt dengan kegesitannya berhasil menghindar. Sang Assassin bahkan menjadikan bongkahan tanah itu sebagai jembatan yang membawanya lebih cepat menuju sang dewi.

Sang dewi kemudian menggunakan kekuatan elemen tanahnya untuk menyelimuti diri dengan bongkahan tanah yang berlapis – lapis bagai jirah bumi. Natt melompat dari permukaan tubuh sang dewi agar tidak terhimpit di dalam tumpukan tanah.

"Kau benar – benar cerdik, Child of Celestial," ujar Natt, ia berdiri di atas permukaan bongkahan tanah yang terus menyelimuti tubuh lawannya. "Menggunakan bongkahan tanah untuk melindungi dirimu dari serangan pamungkasku, itu benar – benar cerdik. Tapi kau tidak boleh meremehkan manusia, wahai sosok dewi yang sombong. Jika kau mengira aku akan tertipu, maka kau salah besar!"

Tanpa membuang waktu lagi, Natt pun mengambil satu lompatan besar dan bersiap mengayunkan kedua belatinya. "Rasakanlah akibatnya, Child of Celestial! Recovery of Ash, Burnout!!!"

Kedua belati sang Assassin menghujam keras pada bola kristal yang memancarkan cahaya jingga. Seketika kristal itu retak dan menimbulkan gelombang kejut yang menyebarkan kehancuran. Bola kristal itu pun remuk menjadi puing – puing masa lalu disertai ledakan yang cukup menggemparkan.

Bersamaan dengan itu, jirah bumi yang terpasang di sekujur tubuh sang dewi pun runtuh bagai gunung yang kehilangan pondasi. Lempengan jirah tanah itu pun membentur lantai dan menimbulkan getaran dahsyat yang memekikkan telinga.

Dari balik kepulan asap, Natt melihat Bar HP sang boss monster dengan [Monocle of Libra] yang masih aktif.

"Yang benar saja … hanya satu persen saja yang berkurang? Itu adalah skill pamungkasku yang bisa membalikkan situasi." Senyuman kecut menyertai dahinya yang berkerut. "Setidaknya aku sudah mengetahui formula kelemahanmu, wahai dewi yang tak bisa berbicara."

Tepuk tangan meriah pun dihantarkan pada pertarungan yang ia saksikan.

"Wah – wah sungguh tidak bisa disangka. Yang Maha Mulia telah mengetahuinya secepat ini," puji Prothaleya. "Tidak sampai tiga puluh menit dan beliau telah menemukannya. Bukankah itu sudah lebih dari cukup untuk mengakui-Nya sebagai Yang Maha Mulia bagi dirimu, Aggreanos?"

Prothaleya berdiri di hadapan kedua rekannya di dalam sebuah ruangan yang gelap disertai gemerlap bintang yang bertaburan. Sorot matanya sangat fokus kepada sosok lelaki berjubah hitam yang menyelimuti dirinya dengan awan kegelapan.

"Jika Dia menang, maka aku akan mengakuinya, Prothaleya. Bukankah itu perjanjiannya di awal?"

"Fufufu. Biarlah kita menyaksikannya sampai akhir, Prothaleya," sela Graciexa, ia menutupi bibirnya dengan kipas yang terkembang. "Daku sadar ini sangat sulit bagi kita menyaksikan pertarungan ini. Tetapi pertarungan ini tidak hanya berdampak pada Agrreanos seorang, kau tahu?"

Prothaleya menatap tajam Graciexa. Namun ia tetap memikirkan baik – baik arti di balik ucapan sang wanita yang juga sangat bijaksana dalam bersikap.

"Baiklah. Aku mengerti. Kita akan melihat dengan seksama. Segalanya."

Fokus ketiganya kembali pada layar yang berada di tengah – tengah mereka. Pada pertarungan yang sakral dan sangat 'menarik'.

***

ERROR! ERROR! ERROR! ERROR!

Jemari sang wanita tidak berhenti mengetik virtual keyboard miliknya dengan kecepatan tinggi. Acap kali meyakini kodingnya akan membuahkan hasil, malah jendela 'ERROR' yang segera muncul di layar virtualnya.

Siklus itu terus terjadi hingga ketenangannya pun pecah.

"AH! Apa yang sebenarnya terjadi!" jeritnya, Rachel memukul meja kecil yang ada di dalam RNS-DC miliknya. "Bagaimana mungkin aku bisa keluar dari Crown of Six tiba – tiba? Aku juga tidak bisa menghubungi Natt kembali! Bahkan statusnya online-nya juga berkedip terus menerus. Apakah ada yang melakukan hacking ke dalam server?"

Kegaduhan di dalam cockpit itu terdengar hingga mengundang Millena, rekan kerjanya, untuk turut ikut campur. Millena mengetuk cockpit beberapa kali sembari memanggil nama rekannya.

Kepanikan yang sempat menguasai dirinya seketika buyar saat mendengar suara Millena. Rachel langsung membuka cockpit dan terlihatlah dengan jelas raut wajahnya yang tampak seperti memikirkan anak sepuluh.

Sangat jarang sekali bagi Millena melihat Rachel panik seperti itu. Juga, Rachel tidak ingin terlihat panik seperti itu di hadapan juniornya.

Namun, itu bukan yang menjadi prioritas Rachel saat ini.

"Bantu aku, Millena," pintanya. "Ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi!"

"Apa yang terjadi, Senior?"

Rachel mulai menjelaskannya dengan rinci, hingga Millena bisa meraih kesimpulan dari ucapannya.

"Ada yang meng-hacking server Baratayudha? Itu tidak mungkin, Senior," jawab Millena dengan santai setelah mendengar ceritanya. "Aku baru saja memeriksa jikalau server kita baik – baik saja. Tidak ada tanda – tanda peretasan dari luar."

"Aku ingin kamu memeriksanya sekali lagi, Millena."

Sorot mata Rachel yang sangat serius itu benar – benar tidak bisa ditepis. Apalagi disertai kecantikan wajahnya, membuat Millena semakin tersudut.

Millena pun mendesahkan napas panjangnya. Ia sempat mengerutkan dahi menanggapi permintaan egois seniornya tersebut. Harusnya jadwal kerja Millena telah selesai setelah memeriksa server barusan. Jika menuruti permintaan Senior Rachel, maka ia akan lembur tanpa dibayar sedikit pun. Bekerja cuma – cuma adalah sesuatu yang pantang bagi dirinya.

"Luwak Kopi Exclusive selama tiga hari?" tawar Millena, senyumannya bak investor yang hendak menanamkan modal.

"Satu minggu!" timpal Rachel.

Millena bersiul. "Baiklah. Aku akan membantu demi pangeran kecilmu itu, Senior Rachel."

"Hentikan candaan burukmu itu, Millena."

"Duhai senior, urat wajahmu keluar lho." Millena tertawa melihat reaksi penolakan sang senior. Ia pun melambaikan tangannya pada Rachel dan berjalan menuju ruang kerjanya sendiri yang berada di sebelah ruang kerja utama.

Setelah Millena menerima permintaannya, Rachel kembali fokus pada tugasnya. Ia tidak boleh membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada Natt. Ia tidak boleh membiarkan kejadian yang sama terulang kembali.

Pintu ruang kerja utama kembali terbuka. Seorang lelaki yang memakai jas laboratorium pun tiba sembari membawa secangkir kopi di tangannya. Ia melihat suasana kantor yang sepi. Semua pasti sudah kembali pulang. Ia berniat untuk cuci mata dengan melihat kecantikan sang Kepala Cabang ataupun Adinda Operator. Sayangnya, niatnya itu pupus seketika.

Tetapi masih ada harapan. Satu dari tujuh RNS-DC Type Quanta masih menyala. Ia ingat kalau empat dari tujuh GM di cabang ini adalah wanita, dan semuanya cakep abis.

Tawa mesum itu nyaris menguasai dirinya. Ia pun memberanikan diri melangkah dan berharap jika benar yang sedang memakai mesin virtual khusus GM adalah seorang wanita.

Ping Pong!

Di dalam sana terlihat Rachel, wanita urutan ke empat dari daftar wanita tercantik di kantor cabang Minerva. Ini adalah berkah. Jawaban dari Tuhan itu sendiri pada dirinya yang telah bekerja keras. Tanpa menyiakan satu detik pun, sang lelaki itu menatap wanita itu dengan serius. Pada wajah dan dadanya.

"Profesor? Anda belum pulang?" sapa Rachel saat menyadari keberadaan pria yang tengah melihatnya bekerja.

"A-ah, tidak. Aku sedang istirahat di sini. Ngomong – ngomong, apa yang sedang kamu lakukan? Sedang lembur?"

Rachel tampak ragu menjawab pertanyaan Profesor. Tetapi, ia merasa tidak perlu menyembunyikannya.

"Akses saya ke UUID XXXXXXX telah tertolak tiba – tiba. Padahal tadi saya baru saja semi diving menggunakan akun tersebut." Rachel memperlihatkan kejanggalan yang terjadi di layar utama.

Sang Professor mengelus – elus janggut hitamnya. Ia memperhatikan dengan seksama letak dadanya—maksudnya, letak permasalahannya. Tentu saja dengan petunjuk yang sedikit, bahkan Profesor seperti dirinya akan kesulitan untuk meraih kesimpulan.

"Apa kamu punya gambar terakhir sebelum aksesmu terputus?"

"Gambar?" Rachel kemudian dengan cepat memperlihatkan rekaman pertarungan Natt yang sempat direkamnya. "Hanya ini saja, Professor."

Professor itu menontonnya dan tidak menemukan kejanggalan. "Apa sudah dilakukan pengecekan server? Khususnya di bagian terakhir kali kamu kehilangan akses."

"Saya akan memberi tahu Millena, Profesor." Jemari Rachel dengan cepat mengetikkan pesan pada juniornya tersebut.

"Okay!" seruan Millena yang menggemaskan terdengar hingga ke ruang kerja utama.

"Millena? Dia juga tidak pulang?" tanya Professor.

"Saya minta tolong kepadanya untuk membantu saya, Professor."

Sang Professor kembali mengelus janggutnya. Ia memikirkan dengan serius betapa beruntungnya dia malam ini. Millena adalah wanita tercantik urutan ke lima di kantor cabang, tetapi urutan kedua dari wanita yang memiliki dada yang indah. Tentunya Kepala Cabang memang bukan tandingan siapa pun.

"Sungguh penelitian yang bagus." Pikiran sang lelaki itu keluar dari mulut tanpa ia sadari.

"Penelitian?" sela Rachel bingung.

"Bukan apa – apa. Aku hanya bergumam sendiri," Professor pun berdehem sekali dan memperbaiki postur tubuhnya. Kemudian meletakkan cangkir kopinya pada meja terdekat. "Coba kamu lihat data akses pada monster yang ada di sana. Lalu bandingkan data kodingnya dengan update versi sebelumnya dan versi yang akan diterapkan dua minggu lagi."

Rachel cukup bingung, tetapi ia langsung melaksanakan perintah sang Professor. Tak membutuhkan waktu yang lama, perbandingan yang dimaksud telah terpapar dalam tiga dokumen yang berbeda.

"Sudah kuduga. Permasalahan ini semakin rumit saja."

Benak Rachel dipenuhi kekhawatiran. Apalagi setelah melihat keseriusan yang terpancar dari raut sang professor saat melihat perbandingan data yang ditampilkan.

"Memangnya apa yang sedang terjadi, Prof?"

Professor itu kembali mengelus janggutnya.

"Harusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Rachel. Hanya saja, ada kemungkinan player yang bernama Rexhea itu tidak bisa sadar kembali."

***