webnovel

Crazy Wife Vs Cold Husband

WARNING! Terdapat konten dewasa di dalam novel ini. Harap bijaklah memilih bacaan. "Kamu bebas melakukan apapun di rumah ini, kamu bebas pergi ke manapun, dan aku tak peduli dengan itu! Tapi, satu hal yang harus kamu ingat! Jangan pernah mengusik kehidupan pribadiku!" tegas pria berusia 25 tahun, berwajah Asia dengan ciri khas rambut panjangnya yang membuatnya terlihat tampan dan cool di mata para wanita, tepat di hadapan wanita yang baru saja sah menjadi istrinya. "Aku bahkan tak peduli dengan apapun yang berkaitan dengan dirimu! Jangan pernah menggangguku juga! Jika tidak, kamu akan tahu akibatnya! Kamu tahu, aku bisa melakukan apapun untuk membalas orang yang berani mengusikku! Dan, satu lagi. Jangan pernah menyentuhku, atau aku akan membuat dirimu menyesal, dan takan pernah sanggup untuk bangun kembali!" ancam gadis cantik serta berwajah lugu bernama Gabriela Anastasya Sasongko, berusia 21 tahun seraya menunjuk wajah pria tampan itu tepat di wajah pria itu. Siapa sangka? Di balik wajahnya yang lugu tersimpan sesuatu yang membuat pria itu hampir mengalami darah tinggi setiap harinya, serta mendadak membuatnya memiliki riwayat penyakit jantung. Menikah adalah jalan yang harus keduanya tempuh ketika keduanya terlibat dalam skandal yang terjadi akibat kesalah pahaman. Lantas, akankah pernikahan itu dapat membawa keduanya saling menerima kehadiran satu sama lain? Dan mungkinkah seiring berjalannya waktu dapat menumbuhkan benih cinta di hati keduanya?

Mahdania · Urbain
Pas assez d’évaluations
409 Chs

CWCVH PART 23

Tak!

Briel meletakan gelas susunya cukup keras di meja. Mendengar nama Erland membuat moodnya di pagi hari terasa suram.

"Ada apa? Apa kamu keberatan?" tanya wanita itu yang tak lain adalah mama Erland.

Ya, sesuai yang papa Erland katakan pada Erland saat di telepon semalam, yang mana papa Erland mengatakan bahwa mama Erland akan mengunjungi kediaman Erland, dan pagi-pagi sekali mama Erland sudah sampai di kediaman Erland. Sayangnya, Briel tak ingat bahwa itu adalah mama Erland.

"Kenapa tidak Nyonya saja yang mengantarkan sarapan untuk monster itu jika Nyonya peduli," ucap Briel.

"Hei! Kamu benar-benar tak sopan! Saya ini Mamanya Erland, apa salah Saya meminta kamu yang mengantar sarapan untuk Erland, dia 'kan suami kamu sendiri!" kesal mama Erland.

Briel terkejut. Dia menutup wajahnya.

'Bagaimana bisa aku melupakan wajah mamanya manusia satu itu?' batin Briel.

"Maaf, aku pikir Nyonya bukan Mamanya Erland. Lagi pula, bagaimana caranya mengantar sarapan itu ke kantor Erland? Aku tak tahu alamatnya," ucap Briel canggung.

Briel mungkin bisa bersikap kasar pada Erland, tetapi tetap saja dia akan menghormati orang yang lebih tua darinya. Bagaimana pun, dia membenci Erland bukan mamanya.

"Memangnya, kenapa kalau Saya bukan Mamanya Erland? Mengantar sarapan pun kewajiban kamu sebagai istrinya. Dan kamu bilang apa tadi? Anak Saya monster? Yang benar saja! Dia itu tampan, apa kamu tak dapat melihat itu? Bahkan banyak wanita yang mau ke padanya! Untuk masalah alamat, berikan ponsel nomor ponsel kamu, Saya akan mengirimkan lokasinya," ucap mama Erland kesal.

Mama Erland sudah menduganya sejak awal, Briel memang anak yang manja. Bagaimana bisa Erland bangun sebelum Briel? Briel pasti tak mengurusi Erland dengan baik. Terlebih, sikap Briel belum lama pun sangatlah tak sopan. Membuat mama Erland tak tahan untuk tak memarahi Briel.

Briel pun memberikan kontaknya pada mama Erland. Dia malas mendengar omongan cerewet mama Erland dan memilih menurut saja.

Tak lama masuklah sebuah pesan lokasi dari mama Erland.

"Sudah, antarkan ke alamat itu. Bilang saja pada resepsionis, bahwa kamu datang atas perintah Saya, Mamanya Erland. Jika dia mengatakan sesuatu, langsung hubungi Saya. Dan, ya. Jangan pagi mengatakan anak Saya monster, Saya tak suka itu. Saya melahirkannya dengan susah payah, dia begitu sempurna, tetapi kamu justru mengatainya monster," ucap mama Erland.

Briel mencoba tersenyum ramah. Rasanya, takan baik terus berdebat dengan orangtua. Bagaimana pun, orangtua akan selalu membela anaknya. Briel yakin, hanya sia-sia jika mengatakan bagaimana sikap Erland pada mamanya.

"Baiklah aku akan mengantar sarapan untuk Erland," ucap Briel dan mengambil paper bag di atas meja. Briel beranjak dari kursi.

"Kenapa kamu tidak sarapan dulu? Kamu bisa mengantar sarapan ke kantor Erland setelah sarapan," ucap mama Erland.

'Dia perhatian padaku?' batin Briel.

"Jangan sampai kamu menjadi kurus, dan orangtuamu menyalahkan Erland karena kamu tak sarapan dengan benar,' ucap mama Erland.

"Aku akan sarapan di kantor saja, bersama Erland. Lagi pula, jika aku sarapan di sini, aku bisa terlambat ke tempat melukis. Arah kantor Erland dan tempat melukisku berbeda," ucap Briel.

"Oh," singkat mama Erland.

Briel pun tak lagi bicara, tentu saja dia hanya beralasan karena tak nyaman duduk berdua bersama mamanya Erland. Briel bahkan tak berpikir akan sarapan bersama Erland. Sangat tak mungkin dia melakukan itu. Melihat wajah Erland membuat dirinya bisa kehilangan selera makan.

Briel meninggalkan meja makan dan bergegas pergi menuju mobilnya. Setelah itu, Briel meninggalkan kediaman Erland dan pergi menuju kantor Erland.

***

Di perjalanan menuju kantor Erland.

'Aku sudah seperti kurir saja, memangnya aku tak memiliki urusan lain apa?' gumam Briel. Briel melihat jam tangannya. Waktu sudah menunjukan hampir pukul setengah delapan pagi.

'Menyebalkan, pakai macet segala!' kesal Briel.

Entah apa yang terjadi pagi itu. Bahkan mungkin orang-orang yang bekerja sudah sampai di kantor mereka. Namun, jalanan cukup padat pagi itu.

'Aku akan terlambat, aku bisa terkena hukuman lagi,' gumam Briel gelisah.

'Ini semua gara-gara monster itu, dia benar-benar selalu membuatku dalam masalah,' batin Briel.

***

Waku berlalu, mendekati pukul delapan Briel sampai di kantor Erland. Rupanya, Briel tak perlu bersusah payah untuk memasuki kantor Erland, bahkan ketika dirinya menghampiri resepsionis dan mengatakan ingin bertemu Erland, resepsionis mengizinkannya masuk dan memberikan petunjuk menuju ruangan Erland.

Sesampainya di depan ruangan Erland, Briel mengetuk pintu tetapi tak ada sahutan dari Erland. Briel pun membuka pintu ruangan Erland.

Briel melihat sekeliling, tak ada siapapun di sana. Briel tak melihat keberadaan Erland.

Briel mendekati pintu kamar mandi, dia membuka pintu itu.

"Siapa?" Erland memekik syok melihat Briel. Dia lantas membenarkan celananya. Briel datang ketika dirinya tengah buang air kecil.

"Brengsek!" pekik Briel.

Brak!

Jantung Briel berdegup kencang.

'Dia brengsek sekali! Begitu aku masuk, dia malah berbalik sebelum memakai celananya! Membuatku syok saja!' gumam Briel kesal.

Brak!

Erland membuka pintu dengan keras hingga pintu itu terbentur ke pembatas menuju dinding. Dia menatap Briel kesal sekaligus bingung. Bagaimana bisa Briel ada di ruangannya.

Wajah Briel memanas, dia teringat milik Erland yang sempat dia lihat tadi.

"Sedang apa kamu di sini?" tanya Erland.

"Mengantar sarapan," ucap Briel seraya menyodorkan paper bag di tangannya pada Erland.

Erland mengerutkan dahinya. Briel enggan menatapnya.

'Wajahku panas sekali, aku demam sepertinya,' batin Briel. Briel tak tahan terus berada di dekat Erland. Dia ingin segera pergi meninggalkan Erland.

"Ini ambil!" kesal Briel seraya memaksa Erland agar mengambil paper bag itu.

"Aku curiga, kenapa kamu mengantarkan sarapan untukku? Jangan-jangan, kamu mau meracuniku!" ucap Erland penuh curiga.

Briel menatap Erland tajam. Dia mendekati Erland dan menarik jas yang Erland kenakan hingga jarak keduanya begitu dekat.

"Jika bukan karena mamamu yang memintanya, aku juga tak sudi mengantarkan sarapan itu ke sini! Kamu pikir, hidupku sesantai itu apa?" kesal Briel.

"Kenapa harus begitu dekat seperti ini? Apa kamu jadi bergairah setelah melihat adikku?" tanya Erland.

Wajah Briel semakin memanas. Dia pun mendorong tubuh Erland.

"Gila!" kesal Briel dan bergegas keluar dari ruangan Erland.

Di sepanjang langkahnya menuju mobil, pikiran Briel terus mengarah pada apa yang dia lihat di kamar mandi tadi. Briel menjadi kesal sendiri, bisa-bisanya dia memikirkan hal tak senonoh seperti itu.

***

Sementara itu di ruangan Erland.

Erland menerima panggilan dari mamanya tepat setelah Briel keluar dari ruangannya.

'Ya, Ma?'

'Apa Briel sudah sampai di kantor? Dia sudah mengantarkan sarapannya untukmu? Mama memintanya mengantarkan sarapan, kamu tak sempat sarapan saat di rumah tadi,' ucap mama Erland.

Erland terdiam sesaat, rupanya benar apa yang di katakan Briel. Mamanya lah yang meminta Briel mengantarkan sarapan itu. Jadi, sudah jelas takan ada racun di dalam makanan itu. Erland menjadi waspada terhadap Briel, karena Briel selalu saja melakukan hal yang tak pernah dia duga.

'Sudah, dia baru saja pergi,' ucap Erland.

'Dia tak sarapan dulu denganmu?' tanya mama Erland.

'Tidak, memangnya sarapan ini untuk dua orang?' tanya Erland.

'Briel tak sarapan di rumah, dia bilang akan terlambat jika sarapan dulu di rumah. Kenapa kamu membiarkannya pergi tanpa sarapan dulu?' ucap Mama Erland.

'Mana aku tahu,' ucap Erland.

'Cepat kejar dia! Ajak dia sarapan dulu bersamamu!' pinta mama Erland.

'Dia pasti sudah pergi dari sini,' ucap Erland.

'Alasan! Dia istrimu! Kamu bertanggung jawab atas makanannya!' ucap mama Erland terdengar marah.

Erland menggeram, dia mengakhiri telepon itu dan mengabaikan perintah mamanya. Dia enggan mengejar Briel.

'Apa hidupku sesantai itu? Dia sudah besar, untuk apa aku mengurusinya? Terserah saja dia mau sarapan atau tidak, aku sama sekali tak peduli,' gumam Erland.