webnovel

Crazy Wife Vs Cold Husband

WARNING! Terdapat konten dewasa di dalam novel ini. Harap bijaklah memilih bacaan. "Kamu bebas melakukan apapun di rumah ini, kamu bebas pergi ke manapun, dan aku tak peduli dengan itu! Tapi, satu hal yang harus kamu ingat! Jangan pernah mengusik kehidupan pribadiku!" tegas pria berusia 25 tahun, berwajah Asia dengan ciri khas rambut panjangnya yang membuatnya terlihat tampan dan cool di mata para wanita, tepat di hadapan wanita yang baru saja sah menjadi istrinya. "Aku bahkan tak peduli dengan apapun yang berkaitan dengan dirimu! Jangan pernah menggangguku juga! Jika tidak, kamu akan tahu akibatnya! Kamu tahu, aku bisa melakukan apapun untuk membalas orang yang berani mengusikku! Dan, satu lagi. Jangan pernah menyentuhku, atau aku akan membuat dirimu menyesal, dan takan pernah sanggup untuk bangun kembali!" ancam gadis cantik serta berwajah lugu bernama Gabriela Anastasya Sasongko, berusia 21 tahun seraya menunjuk wajah pria tampan itu tepat di wajah pria itu. Siapa sangka? Di balik wajahnya yang lugu tersimpan sesuatu yang membuat pria itu hampir mengalami darah tinggi setiap harinya, serta mendadak membuatnya memiliki riwayat penyakit jantung. Menikah adalah jalan yang harus keduanya tempuh ketika keduanya terlibat dalam skandal yang terjadi akibat kesalah pahaman. Lantas, akankah pernikahan itu dapat membawa keduanya saling menerima kehadiran satu sama lain? Dan mungkinkah seiring berjalannya waktu dapat menumbuhkan benih cinta di hati keduanya?

Mahdania · Urbain
Pas assez d’évaluations
409 Chs

CWCVH PART 15

Brak!

Lely tak sengaja menutup pintu dengan keras.

"Hei, tak bisakah kalian bekerja dengan benar!" teriak sosok yang Briel lihat begitu menyeramkan tadi.

Briel menelan air liurnya.

'Aku yakin, ini pasti hanya mimpi 'kan? Tak mungkin dia kembali secepat ini, bukan?' batin Briel seraya mengusap wajahnya.

Briel tersentak ketika sosok itu melihatnya. Dia lagi-lagi menelan air liurnya ketika sosok yang kelihatannya tak perlu di ragukan lagi memanglah nyata wujudnya. Briel benar-benar tak bermimpi dan benar-benar melihat sosok dalam wujud manusia yang terlihat begitu nyata memiliki wajah yang Briel yakini sepenuhnya bahwa wajah itu memang wajah manusia.

"Ma-mau apa kamu?" tanya Briel gugup.

Orang itu mengepalkan tangannya. Dia melihat ke arah dinding besar yang terdapat lukisan Briel yang tinggal dilakukan finishing saja.

"Jelaskan semua itu, Gabriela Anastasya Sasongko!" bentak orang itu seraya beralih menatap Briel dengan nyalang, tangannya masih menunjuk ke arah dinding besar tepat di lukisan besar yang Briel buat. Lukisan besar itu adalah lukisan wajah seorang pria yang hampir memenuhi bagian tengah dinding besar tersebut.

Orang itu tak lain adalah Erland, pria yang menikahi Briel beberapa hari lalu. Namun, bagaimana bisa dia kembali dengan cepat sementara dia sebelumnya pergi untuk melakukan perjalanan bisnis dengan waktu bepergian yang seharusnya akan berkahir selama delapan hari terhitung sejak awal kepergiaannya?

Jantung Briel berdegup kencang. Rasanya, akan terjadi peperangan setelah ini. Namun, apanya yang salah dengan apa yang dia lakukan? Bukankah Erland sendiri yang mengatakan bahwa Briel bebas melakukan apapun di rumah itu? Itu artinya, Briel pun berhak merubah sesuatu yang ada di dalam rumah itu demi kenyamanan dirinya agar merasa nyaman pula ketika tinggal di rumah tersebut.

Tunggu dulu! Briel lagi-lagi tersentak ketika teringat bahwa Erland baru saja menyebut nama lengkapnya.

"Dari mana kamu tahu nama lengkapku? Apa diam-diam kamu mengawasiku? Atau, jangan-jangan kamu menyuruh orang-orang di rumah ini untuk memata-mataiku?" tanya Briel.

Erland menutup wajahnya. Yang benar saja, apa dia kurang pekerjaan? Atau apakah dia pengangguran sehingga dia harus membuang waktunya untuk mengawasi Briel? Heh! Briel terlalu berlebihan bahkan Erland tak peduli sedikit pun tentang Briel. Dia sama sekali tak ingin tahu apapun tentang apa yang di lakukan Briel.

Namun, sebelumnya dia syok ketika untuk pertama kalinya masuk kembali ke kamarnya setelah beberapa hari tak memasuki kamar tersebut kemudian dia melihat lukisan wajah seorang pria di dinding yang seharusnya menjadi tempat lukisan indah miliknya terpajang dan bisa membuat paginya bersemangat ketika melihatnya. Lukisan itu adalah lukisan yang paling Erland sukai dari seluruh lukisan yang ada di kediaman Erland. Karena itu, Erland menyimpan di kamarnya sendiri. Bahkan tak ada satu orangpun yang berani menyentuh lukisan miliknya apa lagi memindahkan 'nya. Jika pun perlu di bersihkan, maka hanya Erland lah yang berhak melakukannya. Tetapi lihat saja, Briel justru begitu lancang menyentuh barang pribadinya terlebih barang itu adalah barang yang amat dia sukai.

Lagi-lagi Briel terkejut ketika Erland kembali melihat dirinya dengan gerakan yang begitu cepat.

'Pria ini benar-benar! Dia terus saja mengejutkanku!' batin Briel geram.

Briel berniat beranjak dari tempat tidur, terserah saja jika Erland tak mau menjawab pertanyaannya dari mana Erland tahu nama lengkapnya? Satu hal yang ingin Briel lakukan saat ini adalah menghindari Erland. Terus berada di dekat Erland bisa membuat Briel menjadi gila. Pasalnya, Briel tak suka pada Erland terlebih pada wajah Erland yang sok cool menurut Briel. Apa Erland tak bisa memasang ekspresi lain selain ekspresi serius seperti itu? Jangan-jangan wajah Erland seperti yang terjadi di cerita pinokio, di mana wajahnya terbuat dari pahatan kayu sehingga begitu sulit untuk di gerakan.

"Mau ke mana? Urusan kita belum selesai!" geram Erland seraya menarik kaki Briel. Sontak Briel menjadi bertelengkup.

Berada dalam posisi seperti itu membuat Briel panik dan terus menggerakan kakinya agar Erland mau melepaskan kakinya.

"Aku tak memiliki urusan denganmu! Lepaskan kakiku!" pekik Briel.

"Oh, ya? Lukisan milikku, siapa yang memberikanmu perintah untuk memindahkannya ke tempat lain? Siapa juga yang mengizinkanmu membuat lukisan menjijikan seperti itu di dinding kamarku?" pekik Erland.

Dugh!

"Uh, apa yang kamu lakukan?" pekik Erland seraya memegang dagunya yang terasa luar baisa sakit.

Briel tak sengaja melakukannya. Dia repleks ketika berusaha merubah posisinya agar tak lagi bertelungkup. Dia tak sengaja membuat kakinya terangkat hingga menghantam dagu Erland.

Sejujurnya, Briel bereaksi seperti itu karena panik ketika Erland mulai menaikan lututnya ke tempat tidur. Briel takut jika Erland akan menganiayanya.

"Berani sekali mengatakan lukisanku menjijikan! Tak tahukah kamu, bahwa orang yang aku lukis di sana adalah pria yang membuatku jatuh hati untuk pertama kalinya?" pekik Briel.

Erland menggeram. Briel benar-benar tak tahu malu karena berani mengatakan semua itu. Yang membuat Erland semakin geram karena Briel berani melukis wajah kekasihnya sendiri di kamar pribadinya, kamar yang selama ini selalu membuatnya tenang dan selalu berhasil membuat rasa lelahnya hilang.

Erland beranjak dari tempat tidur, dia kembali berdiri.

"Aku rallat ucapanku, bukan lukisannya yang menjijikan, tetapi pembuatnya lah yang menjijikan. Bahkan dengan tak tahu malunya kamu merubah kamarku! Kamu harus membayar atas semua kelancangan ini!" pekik Erland.

"Apa-apaan ini? Sudah kukatakan, aku tak memiliki urusan denganmu! Kamu sendiri yang membebaskan ku tinggal di rumah ini, lalu kenapa kamu marah saat tahu aku melukis di dinding itu? Lagi pula, apa spesialnya dinding itu? Semua sama saja, hanya terbuat dari bahan bangunan!" geram Briel.

Erland menarik kaki Briel lagi hingga Briel kini menjadi telentang di tempat tidur. Dengan cepat Erland memposisikan dirinya di atas tubuh Briel tanpa menindih Briel tetapi Erland dengan cepat menahan kedua tangan Briel di kiri dan di kanan.

'Apa yang akan dia lakukan? Ya Tuhan,' batin Briel semakin gelisah.

"Lihat wajahku, jangan katakan kamu melupakan wajah ini! Aku adalah pria yang menikahimu beberapa hari lalu, dan lihatlah kamu begitu berani merusuh di dalam rumahku, bahkan di dalam kamarku! Aku takan mengampunimu!" geram Erland.

"Minggir!" Briel menghantam alat vital Erland dengan lututnya. Erland repleks melompat di tengah rasa sakitnya karena menghindari agar tak sampai terjengkang ke lantai.

"Kamu ini wanita atau bukan, ha?" pekik Erland. Erland benar-benar tak habis pikir, Briel wajahnya saja yang terlihat lugu tetapi sikapnya benar-benar kasar dan tak pantas di lakukan oleh seorang wanita yang mana seharusnya seorang wanita bersikap manis dan anggun, bukan arogan seperti apa yang di lakukan oleh Briel.

Briel dengan cepat turun dari tempat tidur dan berdiri di hadapan Erland.

Briel menatap Erland sesaat, tatapan yang tajam tentunya di mana jelas sekali Erland dapat melihat dari mata Briel bahwa Briel tak menyukai Erland. Tak jauh dengan Briel, Erland pun menatap Briel dengan tatapan yang tak kalah tajam.

Briel tersenyum sengit, dia bergegas mengambil tasnya dan mengambil ponsel miliknya. Dia membuka salah satu menu di ponselnya dan kembali mendekati Erland.

"Hei, monster!"

"Apa maksudmu?" tanya Erland seraya masih menatap Briel dengan tajam.

"Dengarkan ini baik-baik, dan jangan lupa minta maaf padaku setelah mendengarnya!" ucap Briel penuh penekanan.

Briel menekan sesuatu di layar ponselnya dan terdengarlah suara seseorang di dalam layar ponselnya.

Erland mengepalkan tangannya. Dia berlalu melewati Briel begitu saja.

"Hei! Minta maaf padaku dulu! Kamu benar-benar tak bertanggung jawab, sudah mengganggu ketenanganku, dan sekarang pergi begitu saja!" teriak Briel penuh kemarahan.

Erland mengabaikan teriakan Briel, dia tetap melangkah menuju keluar kamar.

Brak!

'Astaga, masa mudaku akan hancur setelah ini,' gumam Briel geram.