webnovel

Cotton Candy

Veli Lienandra, seorang yang periang dan pemilik senyuman manis, merupakan pribadi yang senang berteman dengan banyak orang. Di usianya sekarang adalah masa-masa jatuh cinta atau menyukai lawan jenis. Namun dirinya memegang satu prinsip. Yaitu, tidak mau memikirkan cinta-cintaan, takut sakit hati. Dibalik prinsip itu, dirinya menyimpan sebuah cerita yang mungkin membuat prinsip itu tumbuh. Neilson Arstevan, adalah orang yang Veli kagumi sejak pertama kali bertemu. Akhirnya mereka berdua menjadi teman yang begitu dekat. Di balik hubungan antara laki-laki dan perempuan, pasti salah satu atau dua-duanya menyimpan perasaan. Veli sendiri takut dengan hubungan dekat yang ia jalani bersama Neilson. Karena ia sadar bahwa dirinya jatuh cinta pada Neilson dan ini adalah pertama kalinya ia merasakan apa itu jatuh cinta. Apakah Neilson juga jatuh cinta pada Veli? Lalu, bagaimana dengan prinsip yang sudah dibuat oleh Veli? Bisakah hubungan dan kisah cinta pertama Veli dengan Neilson berjalan semanis cotton candy?

LaveniaLie · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
4 Chs

004. Jarak Kelas Kita Tidak Terlalu Jauh

Refleks Veli menatap kearah siswa itu. "Senang banget ya dia, tapi beruntung banget sih bisa dapat gulungan kertas isinya zonk," gumam Veli.

"Ya ... Di suruh joget lagi," rengek Mely pada teman sekelompoknya. Mereka berdua hanya bisa pasrah menunggu apa yang akan terjadi. "Baik, coba dipisahkan dulu, di bikin perkelompok. Yang zonk di sebelah kanan, joget di tengah, dan nyanyi di sebelah kiri. Ayo cepat," perintah Daniel.

Semua langsung memisahkan diri dengan rapi, yang mendapat kertas berisi tulisan zonk hanya 50 saja. "Semuanya boleh duduk, kita mulai yang nyanyi dulu. Ayo cepat siapa mau maju ...." Tidak ada satu pun yang berani maju ke depan. Mau tidak mau, Daniel dan anggotanya harus menunjukkan satu persatu dari mereka. "Coba kamu yang di sana, ayo maju nyanyi ke depan sama temanmu," tunjuk salah satu OSIS.

Yang di tunjuk itu dengan malu-malu maju ke depan bersama teman kelompoknya. "Ayo gak usah malu," kata Daniel memberikan dua buah mic kepada dua orang siswi. Musik mulai di mainkan, sangat jelas dan bagus sekali suara dari mereka berdua. Setelah itu maju pula beberapa orang di suruh joget. Sampai-sampai Veli tertawa terpingkal-pingkal.

Musik kembali terhenti, Veli kembali sadar dan menoleh kearah siswa yang menjadi teman sekelompoknya. "Lah? Dia Kemana?"

"Dia kesana, sepertinya dia kurang enak badan, wajahnya saja memucat," kata seorang siswi.

"Oh begitu ya." Veli bangkit berdiri dan menyusul kemana perginya siswa tersebut. Langkah kakinya terhenti saat melihat seseorang sedang muntah di selokan WC. Veli memberanikan diri untuk mendekat, kebetulan juga ia selalu membawa minyak kayu putih kemana-mana.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Veli sambil menepuk-nepuk punggung siswa tersebut.

"Hoekk hahh ... Tidak apa-apa, hanya masuk angin saja. Tolong antarkan aku ke UKS," pinta siswa itu dengan lirih. Veli kemudian membopongnya menuju UKS, untunglah di sana ada kakak kelas yang kelihatannya seorang PMR. "Tolong aku kak," pinta Veli.

Dengan sigap para siswi tersebut membantunya. Siswa tersebut terbaring lemah di atas tempat tidur. Veli di minta untuk pergi ke kantin membeli teh manis hangat di sana. Ia pun pergi, dirinya benar-benar panik saat melihat orang lain sakit. Kembalinya dari kantin, siswa tersebut langsung meminum segelas teh manis hangat sampai habis. "Sudah baikkan?" tanya Veli pelan.

Siswa tersebut respon dengan mengangguk pelan, Veli sedikit lega sekarang. "Dek, sebaiknya kamu kembali ke sana, nanti kakak OSIS akan memarahimu jika kamu ketahuan disini," tegur kakak kelas yang membantunya tadi.

"Baik kak." Veli segera berlari ke tempat tadi, ia takut akan di marahi kakak OSIS. Apalagi dirinya baru di sekolah ini. Jangan sampai cari masalah. "Veli, kamu kok ada di sini? Kamu mau minum apa, aku mau ke kantin nih."

Kaki Veli diam membeku di tempat, suara itu tampak familiar sekali di telinganya. Perlahan ia berbalik melihat ke arah belakang dan itu adalah Daniel, "Ah, t-tidak perlu kak. Aku baru saja mengantarkan temanku ke UKS, dia sakit."

"Oh begitu, apa ada kakak PMR disana?"

"Ya, ada kak."

"Baiklah, yakin kamu tidak mau minum sesuatu?"

"Tidak usah repot-repot kak."

"Ayolah, tidak apa-apa, aku tau kamu tidak enakan sama aku." Veli bingung harus menolak dengan kata-kata apa, jika ia menjawab, pasti Daniel akan terus memaksanya.

"Hm, baiklah," jawab Veli dari sekian detik diam. Daniel tersenyum dan mereka berjalan menuju kantin. Sampainya mereka di kantin, bel istirahat berbunyi. Berhamburanlah siswa siswi dari luar kelas untuk mengisi perut. Semua mata kini tertuju kepada mereka berdua. "Hei bro, kebetulan sekali bertemu disini," sapa Ferian, teman Daniel.

"Tamatlah sudah diriku, harusnya aku tidak menerima ajakannya," gumam Veli menyesal.

"Iya, aku baru saja selesai mengurusi siswa siswi baru. Jadi aku putuskan untuk istirahat sebentar," jawab Daniel.

"Oh begitu." Ferian menatap kearah Veli, Veli langsung memalingkan wajahnya. "Hai Dek, ketemu lagi kita. Apa kamu masih ingat denganku?" Veli pun menoleh dan tersenyum mengangguk.

"Baik, aku pergi dulu. Selamat bersenang-senang Daniel." Semua orang yang memasang wajah datar, seketika heboh. Daniel lalu memberikan teh kotak dingin untuk Veli dan Veli menerimanya. "Terima kasih kak, tapi aku harus pergi. Aku harus menemui temanku, pasti dia sedang mencariku."

"Hm oke, sama-sama." Veli segera pergi dari tempat itu, karena tidak enak di perhatikan oleh banyak orang. Baru masuk saja sudah menjadi sorotan banyak orang. "Sudahlah, jangan dipikirkan," gumamnya menenangkan diri sendiri.

***

"Kemana itu anak, kok gak kelihatan kepalanya?" Mely sudah mencarinya kemana-mana, tapi tidak menemukan Veli. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke tempat awal, mungkin saja Veli akan datang menemuinya. "Hai Mely, maaf membuatmu mencariku, aku baru saja dari kantin. Ini teh kotak untukmu," kata Veli menyodorkan teh kotak.

"Wah, tau aja aku lagi haus. Makasih banyak ya, bentar lagi bel berbunyi dan kita akan tau kita masuk kelas mana, moga aja kita berdua sekelas," kata Mely sambil minum teh kotak tersebut.

"Iya moga aja, tapi aku ogah satu kelas sama kamu. Kamu cerewet soalnya."

Mely yang kesal pun mencubit pelan lengan Veli, "Aw sakit," ringisnya.

"Cerewet-cerewet begini masih saja kamu mau berteman denganku." Tawa mereka berdua pun lepas. Daniel yang memperhatikan dari jauh, merasa sedikit kecewa. Ia kira Veli akan meminum teh kotak pemberiannya, tapi malah di kasih ke temannya. "Apa caraku mendekati dia salah ya?"

Teng teng teng ....

Semua siswa siswi baru di minta berkumpul di ruang aula dan sambutan hangat dari kepala sekolah membuat semuanya semakin tidak sabaran. "Baik akan saya bacakan dan mohon untuk fokus mendengarkan. Setelah namanya di sebut silahkan ikuti wali kelasnya masing-masing. Kita mulai dari kelas jurusan Bisnis Daring dan Pemasaran dulu," kata kepala sekolah. Nama Mely kemudian di panggil, tinggal Veli sekarang.

"Duh, lama sekali ... Ayolah, aku ingin satu kelas sama Mely," gumamnya.

"Veli Lienandra." Veli bangkit berdiri membawa tasnya dan pergi keluar dari ruangan itu. Ia mendapatkan kelas 10 BDP 2. "Aaa kita satu kelas Mely," kata Veli sambil memeluk Mely dengan erat.

"Hahaha sudahlah."

"Oke, sekarang ikuti bapak ya," kata seorang guru berjenis kelamin laki-laki yang umurnya mungkin sudah berkepala 30 tahunan.

"Ikut kemana pak?" tanya seorang siswi.

"Ke ruang kelas kalian," jawab guru itu semakin bersemangat. Mereka semua pun sampai di ruang kelas yang di dalam kelasnya bercat biru muda. Rasanya semangat belajar Veli di sekolah dan ruang kelas baru semakin membara. "Wah, jarak kelas kita tidak terlalu jauh," kata Daniel yang muncul dari belakang Veli.

"Kak Daniel bikin kaget aja," kata Veli mengelus dadanya.