webnovel

Cinta yang terabaikan.

Najwa hanyalah wanita akhir jaman yang mengharuskannya tegar menerima kenyataan, jika suaminya berselingkuh di tambah Gandi menikahi selingkuhannya setahun lamanya sampai menghasilkan keturunan. Kesabarannya di uji selebar Samudra dalam rumah tangga sebagai tali rantai utama, hatinya terguncang antara memilih menetap karena sayang atau berpisah sebab sudah ingin berdamai dengan batin yang terus merasakan lara karena duka. Perjalanan seorang istri pertama yang cintanya terabaikan. Tentang sosok suami yang menyesal tidak bersikap bijaksana sebagai seorang kepala keluarga. Tentang Maura, istri kedua yang hanyalah orang baru dalam keluarga yang tadinya bisa dikatakan dalam keadaan baik. Menginginkan perhatian lebih dari suaminya yang punya dua tanggung jawab besar. Bisakah Gandi membimbing kedua istrinya dan menjadi adil, untuk kelak di akhirat dia tidak berjalan pincang karena condong ke salah satu istrinya? ________ "Aku mencintai seorang laki-laki, aku dedikasikan diri untuknya, tapi aku mendapat balasan menyakitkan. Cukup izinkan aku untuk meminta balas dedikasiku mengangkat anak untuk bahagiaku. Ketika kamu bisa mencintai dua wanita sekaligus." "Aku suamimu, tidakkah kamu hargai izinku lebih dulu?" "Keputusan mas untuk mencintai dua wanita sekaligus. Apakah ada izin dariku lebih dulu?" "Aku ingin mengadopsi anak, bukan meminta cerai" _____ Baca karya lainku. - Aku milikmu pak dosen. - Eat me, sir. - Suami tolong lindungi aku!

Anajw0 · Urbain
Pas assez d’évaluations
5 Chs

Berkunjung menemui mereka...

Najwa menatap anak perempuannya tanpa celana didalam kamar yang sedang menangis sesegukan. kemudian dapat ia dengar jika anaknya mengeluh lelah karena bolak-balik kamar mandi untuk buang air kecil.

"Mamah... ihhhhh adek cape bolak balik kamar mandi mamah..." Riris mengadu ketika melihat ibunya berdiri hanya memandangnya menahan tawa di balik wajah datarnya.

"Makannya jangan minum es terus. Udah tau musim hujan kamu juga beser orangnya. Dengerin kalau mamah ngomong! Jangan ngeyel terus kamu kecil-kecil"

Kemudian dapat Najwa dengar tangisan anaknya yang kembali menggelegar. Ini hal baru yang ia rasakan sejak kehadiran si kembar delapan minggu ini dirumah. Beginilah rasanya rumah ketika memiliki seorang anak, ada saja yang di ributkan dari hal sepele.

Dari gerak langkah kaki mereka yang berkejaran, tawa manis mereka dan rumah yang berantakan ketika mereka bermain di dalam rumah yang baru saja ia bersihkan.

Ini yang dia inginkan. Bukan pengabaian suaminya yang mulai berubah bak suhu panas yang menurun drastis, dingin. Dia merasa tertekan dan jadi sering mengunjungi panti asuhan untuk sekedar menginap ketika suaminya tidak pulang kerumah untuk masalah pekerjaan di jadwal seharusnya dia pulang.

Dia butuh suport dari sang suami saat itu, saat dimana dia lelah tanpa ada kabar tentang momongan.

Dan suaminya pulang membawa kabar jika dia sudah menikah secara sah tanpa izin darinya? atau malah bermain api dibawah hidungnya. Jika ingin marah. Dia bisa lakukan itu. Memaki dan menyumpah serapahi Gandi, dia saja sebagai lelaki belum bisa menjadi baik dan selalu melupakannya memberi rezeki batiniah! Dia yang tidak mampu berbagi malah berselingkuh sampai menikah?!

Hah! munafik!!

Dia lelah, Najwa lelah dengan hatinya yang mendendam seperti ini. Dia ingin membalas rasa sakitnya kepada sang suami dengan bersikap tidak peduli akan kehadirannya dirumah. Tapi tidak bisa.

Kemudian mertuanya! mereka yang dulu membombardirnya mengenai kehamilannya. Kapan kamu ngisi? kenapa kamu belum juga hamil? kamu mandul ya?.

Sekarang malah bersikap bak tidak terjadi apapun pada rumah tangganya dengan sikap lancang suaminya yang seakan melempar kotoran pada wajahnya sebagai istrinya! Mereka menghakimiku perihal anak.

Lalu ketika anak lelakinya tidak menjadi imam yang baik mereka membiarkannya dan malah mendiamkannya! atau malah mereka malu? Baguslah jika begitu, mereka masih tau diri.

Hah!! gusti, binasakan saja orang seperti mereka...

Racau sang anak gadis yang menengadah dengan wajah memerah penuh air mata mengembalikan Najwa dari bayang-bayang rasa sakitnya kedunia nyata"Ya Allah maafin adek nakal sama mamah!!" Kemudian menangis sesegukan.

"Mamah... huhuhu maafin adek"

Melihat wajah anak perempuannya yang begitu tersakiti membuat hatinya terenyuh karena permintaan maafnya itu. Membuatnya segera mendekat dan merentangkan tangan untuk menggendong si bungsu.

"Sini nak..." yang ditanggapi langsung oleh Riris yang segera masuk kedalam pelukan Najwa.

Dan dasarnya anak ngeyel, tidak lama setelah drama itu. Sorenya Riris datang dari luar rumah sambil berteriak mendatanginya yang tengah duduk dimeja dekat jendela mengarah tepat ke halaman rumah. Tempat favoritnya untuk menorehkan kesukaannya menulis diatas kertas-kertas putih.

"Mamah!!! minta duit....mah!!"

Najwa menoleh menatap anaknya yang berbicara dengan napas tidak beraturan akibat berlari dari halaman depan kedalam rumah.

"Mah.. minta duit buat beli es selendang mayang "

Kemudian ia tatap tajam wajah sang anak yang kini saling meremat jari, takut dimarai ibunya."Tadi siang siapa yang nangis-nangis kencing terus?"

Sebenarnya ini hanya alibi Najwa agar gadis kecilnya ini berhenti membeli es dari penjual yang sering berlalu lalang di komplek. Memang dasar anaknya saja yang beseran dan suka lebay, padahal ketika di panti asuhan dua bulan lalu dan beberapa tahun belakangan Najwa tidak pernah menemukan tingkah anaknya yang seperti ini.

Ini hal baru yang ia temukan dari tingkah laku anak gadisnya yang suka memanggil penjual es apapun itu yang melewati rumahnya untuk dibeli dan berakhir dilemari pendingin tanpa diminum atau dihabiskan.

Dan Najwa perlu mendisiplinkannya, tidak mau membuat karakter anaknya serakah, karena tidak dapat menahan diri untuk membeli hal yang dia sukai. Sebab kenyataanya, apa yang kita sukai tidak selalu bisa kita punya maupun baik untuk kita. Kita perlu menahan diri.

Yang ditatap kini mulai gelisah sebab terdengar suara Ariri yang berteriak masuk memanggil ibunya juga sambil berkata penjual es selendang mayang itu akan pergi

"Tuhkan mah... nanti mamangnya pergi tau!!"

Suaranya mulai naik satu oktaf karena diabaikan oleh Najwa yang kini melirik kearah pria kecilnya disisi sang adik. Dia masih mencoba mengatur napas yang memburu sambil mengangkat tangan.

"Mah... minta uang," nahkan.

Kompak mereka ini. Sudah dilarang oleh Najwa dan berjanji hari ini keduanya tidak akan jajan es apapun itu, malah begini. Dasar anak kecil, Najwa jadi gregetan sama kedua anaknya ini. Bikin gemes mamah muda saja.

Eh!

Padahal umur Najwa sudah menginjak angka 27 memang masih cocok dibilang mamah muda? Najwa menertawakan pemikirannya itu.

"Mah... tuhkannn!! Mamangnya pergi beneran—mamang!! tungguin, Rilis mau beli" gadis kecilnya yang tidak sabaran itu kini keluar sambil berteriak memanggil sang penjual es.

Sedangkan pria kecilnya tetap ditempat, masih bersikeras meminta uang kepada ibunya. "Mah—ih. Minta uang. Abang janji nanti gak beli es lagi abis ini" Seloroh anak lelakinya.

"Gak percaya mamah, tadi siang adekmu juga bilang gitu sekarang udah ngejar mamang es" bersidekap memandang anaknya yang cemberut sebab tidak juga diberi uang.

Kini pria kecilnya menarik baju yang ia pakai dengan tidak sabaran, pun puppy eyes yang dia gunakan untuk balas menatap sang ibu"Mamah—abang pengen selendang mayang."

"Oke. Tapi jangan pakai es batunya, deal?" Najwa ulurkan tangannya kehadapan pria tampanya dan disambut oleh tangan kecil itu.

"Deal" Dengan senyum bahagia dan binar penuh kemenangan berhasil merayu ibunya. Memang dasar anak lelakinya ini jago sekali merayu Najwa ketika sudah berkata tidak bisa berubah jika dinego oleh pria kecilnya.

Sampai suara cempreng anak gadisnya datang sambil membawa mangkuk kecil berisi selendang mayang yang diberi es batu dan airnya berceceran kelantai rumah karena tidak dipegang dengan benar, dan dapat dipastikan belum dibayar"Mamah—adek bawa es selendang mayang, hehehe" binar senang milik anaknya terbit dari senyuman manisnya dan Najwa menggeleng tidak karuan merasa jengkel juga terhibur dengan tingkah ajaib anak gadisnya yang satu ini.

***

"Mamah,"

"Bi Neni, tolong bersihin kamar sikembar ya" setelah berkata begitu Najwa berlalu menuju belakang rumah tempat khusus mesin cuci sembari membawa bak berisi baju kotor.

Sejak tujuh minggu lalu setelah sikembar tinggal dirumah, Najwa mempekerjakan pembantu untuk membersihkan rumah dan memasak makanan jika dia tidak sempat. Dan Najwa bersyukur karena tetangganya menerima dengan tangan terbuka sikembar tanpa banyak bertanya maupun mengorek informasi mengenai dirinya yang mengadopsi anak.

Awal mula dia membawa pulang sikembar ketika bulan beranjak menggantikan matahari, karena ketika malam tiba komplek tidak terlalu banyak orang berlalu lalang.

Si kembar juga dapat dia tahan dirumah sebab tertidur karena lelah walau ujungnya ia bangunkan untuk turun dengan terpaksa dan berakibat sibungsu yang menangis meminta digendong oleh ibunya.

Kini bergantian anak lelakinya memanggil sebal"Mamah ih—"

Ia abaikan saja panggilan dari kedua anaknya yang mengekor terus dibelakang tubuhnya, keduanya meminta untuk segera membeli kado ulang tahun—Galih— untuk temannya yang tepat disebelah rumah mereka. Heboh mereka, karena melihat teman yang lainnya sudah memamerkan kado untuk Galih.

Keduanya jadi makin histeris sebab belum juga membeli kado karena Najwa kelupaan membeli ketika dipasar tadi pagi dan malas melandanya ketika sudah asik duduk didepan tv. Ini hari minggu, jadi rasa malas malah berteman dengannya ketika tubuh sudah bersandar pada sandaran empuk.

"Mamah—Huaaaa" Nah, dimulailah drama sibungsu.

Mari dengarkan alunan tangis merdu anaknya.

Najwa bermonolog sendiri sampai tersenyum saat berbalik —selesai memasukkan baju kedalam mesin cuci—menemukan wajah Riris yang sudah memerah penuh air mata dan Ariri yang mencoba menahan lelehan air mata pada pelupuk matanya.

Najwa berjongkok dan menghapus air mata kedua anaknya bergantian"Sudah nangisnya... sekarang kita beli hadiahnya, yuk!"

Dan ia temukan senyum semringah kedua anaknya.

****

Setelah hari-hari penuh drama tangisan kedua anaknya, kini mereka lebih bisa ditangani. Keduanya akan lebih dulu bertanya pada ibu mereka, bolehkah mereka membeli jajanan yang sedang lewat didepan rumah.

Dan kini Najwa baru menyadari jika suaminya sudah tidak pulang selama hampir tiga bulan ini—walau masih tetap mengirim nafkah untuknya melalui rekening bank—setelah mendapat banyak pesan tiap harinya yang tidak dia balas, hanya dia baca dan baru berani ia balas sekarang. —Karena didalam hatinya dia masih mencinta sang suami dengan segenap hati yang ia miliki sekarang—Pesan yang berisi akan kepulangan suaminya hari ini sebab sang suami mengambil cuti selama satu minggu.

Dan nyatanya keinginan cerai itu akhirnya hanya luapan emosi kecewanya pada sang suami yang benar-benar memukulnya begitu keras. Menghadirkan rasa tidak layak bersanding dengan suaminya, terus memikirkan kekurangan pada dirinya dan ketidak percayaan diri yang hilang sejak ia memergoki sang suami berselingkuh.

Kehidupannya jadi kacau. Pernikahannya bukan lagi tentang dua orang saling mencintai, tapi tentang kami bertiga.

Saat itu dia mencoba untuk tidak menghakimi dan bertanya kepada suaminya dengan memberi sugesti pada diri sendiri jika ini bukan apa yang ia pikirkan. Tapi pengakuan suaminya malah menghancurkan dinding kepercayaannya, membuatnya histeris tidak karuan akan luapan kekecewaan pada dunia yang tidak adil.

Sekarang hanya tinggal sikembar yang tinggal menunggu beberap jam untuk bertemu ayah yang selama ini selalu mereka tanyakan tidak hadir menemani mereka dirumah.

Suara bu Neni mengembalikannya pada realita dan menoleh untuk bertanya"Nduk. Ada tamu didepan, katanya nyariin kamu"

"Namanya siapa bu?"

"Gak tau nduk. Katanya sih, dari panti asuhan permata indah." Mendengar itu Najwa segera beranjak dari sofa dan berjalan tergesa menuju teras rumah.

Melihat lelaki bertubuh tegap yang tengah menunduk menatap ponsel genggamnya yang kini tengah menengadah menatap kearahnya dan tersenyum jenakakearahnya.

Najwa mendekat sembari balas tersenyum jenaka"Ya Allah mas, ku kira ibu yang kesini. Mas Rio juga gak bilang-bilang kalau mau datang kerumah"

"Iya. Aku kangen sama si kembar, sekalian main jadinya"

"Oh... yaudah yuk masuk. Jangan berdiri gini ngobrolnya gak enak"