webnovel

Bagian Dua Puluh Tiga

Pesta pun di gelar, setelah aku sukses dan berhasil dalam pagelaran fashion show kali ini. Gue memeluk erat Lidya karena kalau bukan dia.entah apa yang terjadi. Pesta di gelar disalah satu klub terkenal di New York yang di pesan khusus oleh Amelia.

"Amelia !" teriakku.

"Mariana !" balasnya, kami berpelukan erat.

"Terima kasih banyak Amel! atas semuanya !" ucapku kepada sahabat yang sangat dekat dan aku sayangi.

"Itu juga berkat usaha kamu sayang! tadi gue lihat lo di wawancarai ya ?" tanyanya, gue mengangguk ada beberapa majalah fashion ternama yang mewawancaraiku, tadi ada juga sekedar saja, ada juga ingin membuat artikel tentangku. Dan apa pun itu aku senang sekali.

"Waduh Amel, gue sampai stress tadi! tapi syukurlah semua berjalan lancar !" ujarku lega, Amelia hanya tertawa saja.

"Ya udah, ayo gue perkenalkan kesemuanya !" ajak Amelia.

"Waduh Mel gue berantakan gini !" ucapku, tidak pede.

"Udah deh lo tetep cantik kok !" jawab Amelia dan menarik tanganku.

Akhirnya aku diperkenalkan kepada papa tirinya sama nyokapnya, anaknya James yang mirip banget dengan papanya Julian, dan akhirnya dengan seorang lelaki tampan gagah yang aku lihat fotonya di apartemen Amelia, ternyata lebih ganteng aslinya dibanding di foto.

"Sayang, kenalkan ini teman baikku Mariana! Mariana ini suami gue Bagaskoro !" ucap Amelia memperkenalkan diri aku kepada suaminya.

"Hallo, kenalkan aku Mariana !" Ucapku memperkenalkan diri dan mengulurkan tangan.

"Hallo juga, aku Bagaskoro, panggil saja Bagas !" Dan aku sempat tertegun dengan suara beratnya mirip Mario dan juga tangan kerasnya yang hangat. Dia melepaskan jabatannya dan tersenyum. Membuat pipiku memerah.

"Mel, dia cocok dengan lo ?" bisikku ke Amelia dia tersenyum dan melirik ke arah lelaki itu dengan tatapan cinta. Ah irinya.

"Terima kasih, Mariana !" jawabnya dan memelukku.

Pesta pun di gelar, aku mengucapkan terima kasih kepada para model yang berhasil memperagakan bajuku di pagelaran tadi. Aku pun melepaskan semuanya dengan menari dan minum bersama mereka.

Sementara aku tersenyum melihat Amelia sedang berdangsa dengan Bagas, lelaki itu agak sedikit kaku. Lagi-lagi hal itu mengingatkan aku akan bulan madu kedua dan yang pertama ke Bali. Ya waktu itu aku memutuskan untuk bulan madu kembali setelah sekian lama dan aktifitas pekerjaan kita yang super sibuk. Tapi tidak hanya berdua justru bersama Juna dan keluarga besar Mario.

---------------

Waktu itu Juna berumur 2 tahun, dia sangat menggemaskan. Ketika naik pesawat aku baru tahu kalau Mario agak takut naik pesawat padahal dulu pernah walau tidak sebangku, waktu itu aku dikelas bisnis dan dia di ekonomi, jadi tidak tahu. Aku pun mengenang waktu lalu, aku merasa bersalah dan jahat sekali kepadanya.

"Kamu, engga apa-apa ?" Tanaku, mukannya pucat apalagi dia memangku Juna.

"Engga apa-apa, aku cuman takut naik pesawat !" ucapnya pelan, aku tersenyum.

"Ya sudah, pegang tangan aku ya !" kataku saat itu, karena Juna tidak mau lepas dari Mario. Dia mengangguk dan salah satu tangan memegang tanganku, Semua keluarganya begitu tapi tak separah Mario. Kini Mario dan keluarga berada di kelas bisnis yang nyaman.

Kita pun sampai di Bali, Mario terkejut karena ini hotel yang sama dengan yang waktu itu, bukan mengungkit masa lalu, tapi aku ingin memperbaiki yang semestinya seharusnya dulu aku lakukan bukan bersama lelaki lain ketika berbulan madu, padahal sudah resmi menjadi suami istri. Aku ungkapkan itu kepada Mario sekaligus meminta maaf, dia menerimanya dan itu membuatku begitu mencintainya. Kita menginap di sebuah resort bersebelahan antara kamar kami dan keluarga Mario.

Suatu hari, kami menitipkan Juna untuk sebentar agar kami berdua bisa bersama, ibu Maemunah tidak keberatan dengan itu.

"Kita kemana ?" tanya Mario, aku hanya tersenyum.

"Lo kan menyuruh mata-mata, untuk mengikuti gue ke sebuah klub kan ? nah kta akan kesana !" Ajakku ke Mario, dia tertegun dan tertawa, aku hanya bisa mencubitnya dengan gemas.

Mario terkejut, dengan mata melotot melihat keadaan di dalam Klub malam eksklusif banyak kalangan atas dan memang mahal, tidak sembarangan orang ke sini. Aku memang sering kesini untuk menenangkan diri, memang suatu yang tidak baik.

"Bagaimana ?" tanyaku, sambil memeluk tangannya dengan erat.

"Aku belum pernah datang,ketempat seperti ini !" jawabnya, aku tersenyum. Aku memesan minuman tidak beralkohol, hidupku memang berubah drastis setelah mencintai Mario, dia mengajarkan sesuatu yang belum pernah aku lakukan selama ini terutama ibadah. Dan aku merasa tenang dan damai.

"Jangan khawatir, ini tidak ada alkoholnya !" bisikku, Mario pun meminumnya.

"Enak ? aku sudah berubah, berkat kamu !" Aku menatapnya dan mencium pipinya.

"Enak, syukurlah !" jawabnya. Dia membalas ciumanku dan aku membalas memeluknya.

Aku pun mengajaknya untuk berdangsa, dia sempat menolak tapi aku tetap paksa akhirnya gerakan kakulah yang terjadi dilakukan Mario, aku hanya tertawa dia pun ikutan tertawa. Kita berpelukan dan saling cium.

--------------------

"Mba kok tersenyun sendiri ?" tanya Lidya. Mengejutkanku tersadar dari kenangan masa lalu.

"Engga gue ... hanya mengenang Mario" jawabku jujur, dan terdiam. Lidya memelukku.

"Yang sabar ya, mba !" ucapnya, aku hanya mengangguk sambil menatap Amelia dan Bagas yang terlihat mesra.

Pesta pun usai, aku kembali ke apartemen untuk beristirahat, aku menelpon Daniel bahwa semua sukses, aku akan pulang tiga hari lagi. Karena banyak pekerjaan di Indonesia, esok harinya aku dan Lidya ke laundry, untuk mencuci pakaian yang kemarin untuk fashion show dan sekarang untuk pemotretan dengan salah satu majalah Fashion terkenal di sini.

Keesokan harinya, aku, Lidya dan para model datang ke gedung kantor redaksi The Star tempat majalah 'F' fashion. Aku tertegun karena di sambut oleh Bagaskoro sendiri.

"Selamat datang, di kantor The Star Media !" sapanya kepadaku.

"Anda bekerja disini ?" tanyaku heran.

"Bukan, aku pemlik dari The Star Media !" jawabnya dan menjelaskan semuanya, gue tertegun, dia mirip Mario dulu ketika dipindah dari bagian adminitrasi ke bagian kontruksi di perusahaan papa dan memperlihatkan kemampuannya, aku pernah bertanya kok bisa ? Mario mengatakan dia seorang cenayang, paranormal dan sebagainya tetapi tidak bisa melihat hantu ataupun melihat masa depan atau masa lalu. Tapi dia bisa merubah yang hancur menjadi baik. Awalnya ragu tapi kemudian gue percaya.

"Ada apa ?" tanyanya ketika aku tanpa sadar menatapnya lekat.

"Maafkan aku, anda mirip almarhum suamiku Mario !" jawabku pelan.

"Oh maaf, aku turut berduka cita !" ucapnya menyesal. Aku mengatakan tidak apa-apa dan meminta maaf.

Pemotretan pun tiba, aku di bantu Lidya memakaikan baju ke para model, sementara Bagas pamitan pergi untuk urusan yang lain, aku berterima kasih atas semuanya.

"Kok mirip pak Mario ya ?" ujar Lidya setelah dia pergi.

"Apa maksudmu Lidya ?" Aku menatap dia dengan heran.

"Entah tapi gerak geriknya !" jawab Lidya, dia mengenal Mario, kadang gue selalu meminta pendapat tentang bisnisku dan rancanganya, selain itu dia sering datang dan bertemu Lidya dan langsung dekat. Aku terdiam.

"Lidya. cuman mirip ! lagi pula dia milik Amelia !" ujarku berusaha untuk menenangkan.

"Maaf mba, hanya ketika melihatnya yang dalam ingatan saya, dia pak Mario !" jawabnya, aku meminta dia untuk fokus.

Selain pemotretan ada juga wawancara mengenai profilku, setelah semua selesai, aku balik ke apartemen, Amelia menelpon untuk mengundangku untuk makan malam bersama, aku setuju dan akan datang, tanpa sadar aku menatap foto besar antara Amelia dan Bagas, Amelia tampak cantik dengan gaun putih dengan belahan dada terlihat seksi, sedang Bagas memeluk pinggang dengan mengunakan jas hitam dan kemeja tanpa dasi, kancingnya dibiarkan terbuka. Gue tertegun melihat sesuatu di dada Bagas ... ah tidak mungkin, dia bukan Mario ... tapi ...

Bersambung ....