Written by : Siska Friestiani
LoCC © 2014
Re-publish Web Novel : 4 Oktober 2020
💕 Siskahaling
Ruangan VVIP nomor 5 begitu ramai saat ini. Wajah bahagia dan kelegaan terpancar di setiap orang yang saat ini berada di ruang tersebut. Alyssa lah penyebabnya. Beberapa jam setelah Alyssa sadar, Mario langsung menghubungi Gina dan Manda memberitahu kabar baik tersebut. Membuat dua wanita paruh baya itu bergegas menuju rumah sakit.
"Kau membuat kami semua cemas sayang. Mommy bahkan tidak akan berfikir dua kali untuk menyusulmu jika Mommy benar-benar kehilangan mu" ucap Gina sembari mengusap puncak kepala anak gadisnya tersebut. Ia terlalu takut membayangkan jika ia benar-benar akan kehilangan Alyssa. Cukup Ferdy yang meninggalkannya, ia tidak ingin jika anak gadisnya juga pergi meninggalkannya.
"Bukan hanya Tante Gina Al, aku yakin pria mesum mu itu akan gila, jika kehilangan satu-satunya wanita yang selalu membuat juniornya menegang"
"Brukkk"
"Aishhh" Mario segera melempar bantal sofa dan tepat mengenai wajah Sivia. Sepupunya itu terlalu idiot membicarakan sesuatu tidak sesuai tempatnya.
Ok, baiklah ia bukan ingin sok suci, tapi setidaknya ia masih punya otak untuk membicarakan hal absurd itu di situasi seperti ini. Lagi pula, ia bersumpah jika ia tidak mengundang sepupunya itu kemari. Entah darimana sepupu gilanya itu datang bersamaan dengan Gina dan Manda. Oh, jangan lupakan juga Oliver yang saat ini juga sedang berada bersama mereka.
"Apa-apaan kau Mario!!" Sivia menatap tajam Mario yang kini pun sedang menatapnya tak suka.
"Lagi pula aku tidak salah bukan mengatakan jika Alyssa-"
"Brukkk"
"Aishhh" Sivia mendesis untuk kedua kalinya saat kali ini bantal tidur Alyssa yang mendarat di wajahnya.
"Bersyukur aku tidak melempar mangkuk bubur ke wajah mu" Sivia mencebik tak suka. Bagaimana mungkin sahabat dan sepupunya sama-sama menyebalkan.
Melihat itu, Manda, Gina, dan Oliver pun hanya menggelengkan kepala. Umur sudah kepala dua kelakuan masih seperti anak-anak.
"Bisakah bertingkah jinak sedikit Al, kau bahkan baru saja sadar dari kematianmu" sengit Sivia. Untuk seseorang yang baru sadar dari koma, Alyssa cukup buas menurutnya.
Pintu ruang rawat Alyssa terbuka membuat Alyssa membatalkan niatnya untuk membalas ucapan Sivia. Ternyata Alvin. Pria itu masuk dengan senyum ramah khas seorang dokter. Gina beranjak dari posisinya, mempersilahkan Alvin untuk berdiri di samping kanan Alyssa.
"Selamat sore Alyssa" sapa Alvin sembari melepas stetoskop yang menggantung di lehernya. Alyssa tersenyum sebelum akhirnya menjawab sapaan Alvin. Mario, pria itu pun bergegas berdiri dari sofa dan mengambil posisi di samping kiri Alyssa. Ia tak mau melewatkan sekecil apa pun informasi tentang kesehatan wanitanya.
"Ada keluhan yang kau rasakan saat ini?" tanya Alvin, sesekali memeriksa infus Alyssa. Memastikan jarum infus masih terpasang pada posisinya.
"Sedikit lebih baik-"
"Sangat baik dok, sangat baik untuk seseorang yang baru beberapa jam yang lalu sadar dari komanya" sindir Sivia. Tak membiarkan Alyssa menyelesaikan ucapannya. Alvin tersenyum mendengar ucapan Sivia.
'Gadis yang manis' pikir Alvin
"Aku pikir juga seperti itu. Melempar bantal secara brutal untuk pasien yang baru sadar dari koma, aku rasa kau sudah sangat baik Alyssa"
Alyssa mendengus sebal. Apa-apaan ini, kenapa Alvin juga ikut menggodanya. Sialan!
"Cukup menggoda wanitaku Vin, dan cepat selesaikan tugas mu"
Ok, Alvin rasa ia melupakan yang satu ini. Tuan Mario, si pria arogan dan posesif masih setia di samping Alyssa.
"Baiklah, baiklah. Bagaimana Al? Ada keluhan yang kau rasakan?" Alvin kembali bertanya mengingat pertanyaan awalnya tadi belum sempat di jawab Alyssa.
"Sedikit lebih baik, hanya saja kaki ku terasa sakit dan tak bisa di gerakkan"
Alvin perlahan membuka selimut yang menutupi kaki Alyssa. Setelah mendengar keluhan wanita itu, Alvin memeriksa kaki Alyssa, memijat ujung jari Alyssa dan menggerakkannya. Alyssa memejamkan matanya menahan nyeri di kakinya. Rintihan tertahan sesekali terdengar saat Alyssa tak mampu menahan rasa sakitnya.
Mario dengan sigap menggenggam tangan Alyssa, meremasnya lembut memberi kekuatan kepada wanitanya.
"Bagaimana?" tanya Mario menatap Alvin yang kini sedang mengoleskan obat Pereda sakit di pergelangan kaki Alyssa.
"Tak ada yang serius, hanya saja pergelangan kakinya mengalami benturan saat kecelakaan itu terjadi. Kita bisa melakukan terapi untuk melatih kembali otot-otot kakinya" Mario mengangguk mengerti.
"Kau juga Mario, aku rasa pergelangan tanganmu sembuh lebih cepat dari pada prediksi ku. kau bisa membuka perbannya besok bersama dengan Alyssa yang akan melakukan terapi."
"Bisa aku pulang sekarang? Beberapa jam setelah aku sadar aku sudah bosan berada di neraka menyeramkan ini" Alyssa buka suara. Bosan juga mendengar pembicaraan Mario dan Alvin, yahhh, walaupun menyangkut tentang kesehatannya
"TIDAK" Bantah Mario dan Alvin bersamaan.
"Kalian romantis sekali" sindir Alyssa menatap keduanya jengah. Ok, ia sepertinya akan menghabiskan waktu lebih lama lagi di neraka ini, jika melihat bagaimana tatapan Mario dan Alvin yang saat ini menatapnya dengan penuh peringatan.
"Bisa kau bersabar sedikit Alyssa. Kau bahkan tidak lebih dari lima jam yang lalu sadar dari koma dan kau meminta pulang?" Oliver buka suara.
"Dan aku harap kau sendiri yang akan menyiapkan liang lahatmu" tambah Sivia lalu beranjak keluar dari ruangan rawat Alyssa. Di susul oleh Oliver yang sebelumnya menyempatkan diri untuk berpamitan dengan Manda dan Gina.
"Aku sudah tidak apa-apa, kalian tahu? Hanya kaki ku yang tidak bisa di gerakkan. Oh ayo lah, aku bisa rawat jalan bukan?" Alyssa masih berusaha bernegosiasi dengan orang-orang yang saat ini menatapnya garang.
"Kita harus melakukan beberapa kali lagi pengecekan mengenai organ dalam tubuh mu, Al. Dan untuk rawat jalan, aku tidak akan mengizinkan mu. Sakit kepalamu bisa saja datang tiba-tiba mengingat seberapa keras benturan yang terjadi, aku tidak ingin mengambil resiko dengan mengizinkanmu rawat jalan" jelas Alvin.
Mario menghela napas. Wanitanya ini benar-benar keras kepala. Ia rasa ia perlu memberikan pelajaran kepada wanitanya ini.
"Bisa kalian semua keluar sebentar?" pinta Mario menatap Alvin, Manda, dan Gina secara bergantian.
"Ada yang harus aku bicarakan dengan wanita keras kepala ini" tambah Mario membuat secara bersamaan mereka semua mengangguk setuju.
"Baiklah, aku permisi kalau begitu. Ingat Alyssa, tidak ada rawat jalan dan besok jadwal pertama mu untuk melakukan terapi." Ingat Alvin lalu beranjak meninggalakan ruang rawat Alyssa.
"Mommy sama Manda juga pamit dulu sayang. Nanti malam Mommy akan mengunjungi mu kembali. Jangan terlalu keras kepala, mengerti?" Alyssa mengangguk sedangkan Gina mengecup puncak kepala anak semata wayangnya tersebut.
"Mama pamit ya sayang, cepat sembuh dan nurut apa kata Alvin" Alyssa lagi-lagi mengangguk malas dan menerima kecupan sayang dari Manda.
Hening, tak ada yang berniat membuka suara setelah Manda dan Gina keluar. Baik Mario dan Alyssa sama-sama memilih diam.
Mario memilih menatap Alyssa yang sedari tadi diam sambil sesekali membuka tutup kedua matanya. Mario tersenyum, ia masih merasa seperti mimpi saat ia bisa kembali menatap amber itu. Amber yang selalu menatapnya tajam, amber yang selalu bisa menghipnotisnya hanya dengan sebuah tatapan, yahh, hanya manik itu, manik mengagumkan milik wanitanya.
"Chupp"
Alyssa membuka kembali matanya ketika merasakan kecupan singkat di kedua matanya. Mario, ternyata Mario pelakunya. Yang kini tengah Menatapnya dengan senyum manis yang selalu Mario berikan.
"Aku merindukan mu" bisik Mario. Tangannya terulur mengusap pipi pucat Alyssa yang terasa hangat.
"Ini...." Mario beralih mengusap bibir pucat Alyssa yang tetap menggoda walaupun tanpa teroles lipstick mahal sekalipun.
"Aku juga merindukannya" Alyssa bungkam, bahkan detak jantungnya pun sudah berdetak tak karuan. Kalau boleh jujur ia juga merindukan Mario. Merindukan semua sentuhan yang selama ini Mario berikan.
Degh.
Alyssa kini menyadari Mario memandangnya dengan tatapan berbeda. Hazel Mario menatap Alyssa dengan tatapan yang menggelap. Alyssa merasakan debaran jantungnya kini berdetak lebih kencang. Berlomba-lomba memompa aliran darah ke seluruh sel tubuhnya. Pelan, perlahan. Alyssa menyadari jika Mario mempertipis jarak. Hingga akhirnya benda lembut dan basah itu menyentuh bibirnya. Hanya menyentuh namun dapat membuat napasnya tercekat.
Sampai akhirnya bibir itu perlahan bergerak, mencoba menyecap kelezatan yang tersaji pada bibir Alyssa. Tak cukup hanya menyecap, kini perlahan Mario melumat dengan lembut bibir Alyssa, mencoba memberitahukan kepada Alyssa lewat ciumannya bahwa ia begitu merindukan wanita ini dan begitu mencintainya
Merasa bahwa Alyssa membutuhkan oksigen, Mario melepas pagutannya. Tatapannya kini menatap Alyssa sepenuhnya. Tersenyum saat pipi pucat itu perlahan memerah. Beralih ke bibir Alyssa yang kini terlihat bengkak dan sedikit terbuka saat mencoba meraih oksigen untuk kembali memenuhi para-parunya.
"Kau gila Mario" ucap Alyssa terengah. Mario tersenyum melihatnya.
"Ya, aku gila karena mu sayang"
Alyssa langsung memukul dada bidang Mario saat Mario kembali menggodanya. Mario pun begitu bahagia melihat Alyssa yang salah tingkah setiap kali ia menggodanya.
Hahh, bagaimana pun Alyssa adalah wanita yang akan salah tingkah jika ada pria tampan yang menggodanya.
"Mario" ucap Alyssa memecah keheningan saat beberapa menit yang lalu tak ada yang membuka suara.
"Pulang-"
"TIDAK!" Alyssa mendengus sebal. Bahkan belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, Mario sudah memotongnya.
Alyssa menatap Mario dengan tatapan memohon. Pertama kalinya, ingat. Ini untuk pertama kalinya Alyssa memberikan tatapan ini kepada seorang pria. Dan itu adalah Mario.
"Mario"
"Tidak sayang, jangan membentah ku saat ini. Tidak ada pulang, tidak ada rawat jalan. Kau besok harus melakukan terapi. kau ingat" ucap Mario tegas. Ia tidak akan membiarkan aksi bunuh diri tersebut. Apa lagi Alvin sudah memberi tahunya bahwa sakit kepala Alyssa bisa datang kapan saja dan itu harus segera mendapatkan penanganan.
"Kau menyebalkan"
"Aku tahu"
"Mario"
"Hmm"
"Aku mau pulang"
"Hmmm"
"Aishhh, baiklah terserah kau saja. Aku ngantuk mau tidur" Alyssa membalikkan tubuhnya hingga kini ia membelakangi Mario. Mario menghela napas, bukannya ia tidak ingin memenuhi keinginan Alyssa. Tapi untuk saat ini ia lebih mengutamakan kesehatan Alyssa. Gadis kesayangannya.
"Aku mohon, cukup dengarkan aku kali ini sayang. Aku mencintaimu Alyssa ku" Alyssa mendengarnya. Ia mendengar dengan jelas. Sampai ia tak mampu untuk menahan senyuman yang tercipta di bibirnya.