webnovel

Cinta Istri Kedua

Aku adalah orang kedua dalam hidup seorang penakluk cinta Terbaring dalam keheningan malam tanpa kepastian perjalanan masa depan Tangan terbelenggu di antara serpihan hati Menutup mata dan telinga demi kata cinta Harapan demi harapan muncul di sela kepahitan hidup Janji terucap depan langit dan bumi Apakah aku bisa meraih masa depan jika melepaskan semuanya? Apakah aku akan terdampar sekali lagi pada sebuah kehilangan? Note. * Cover milik pinterest * Cover bisa berubah-ubah * Harap bijak mengambil kesimpulan cerita * Jangan menghakimi * Berikan ulasan di kolom ulasan jika suka [ semangat ;) ] Volume 4 : Mereka merenggut jati diriku. Mereka merubah segalanya. Tidak ada yang tersisa selain penyesalan di masa lalu. Apakah ada jalan untuk mengambil kembali kata bahagia ketika segalanya di atur sang kehidupan? Frederick memandang wajah cantiknya dengan senyum di bibir. Maureen salah tingkah di depannya, pria aneh pikirnya. Langit menyayikan lagu konyol dengan sejuta ironi di dalamnya.

natalia_sinta · Urbain
Pas assez d’évaluations
461 Chs

Pesan Pertama

Riu mengacak-acak makanan di depannya, terlalu membingungkan maka di ambilnya ponsel lalu matanya melebar. Kegirangan berbarengan rasa takut memenuhi rongga dada Riu. Sebuah pesan singkat muncul di ponsel padahal tadi belum ada.

"Apa ini?" tanya Riu berharap salah dengan apa yang dibaca sekilas. Leti mendekati Riu duduk, dari jauh heboh sendiri. Riu sengaja bertindak heboh demi memancing keinginan tahu Leti, ia ingin tahu apakah kali ini Leti akan membantunya. Pesan diterima empat hari lalu.

Baki makanan diletakan di meja kantin oleh Leti dengan keras di meja Riu, wajah ditekuk. Jam makan siang sudah dimulai maka Leti buru-buru ke lantai Riu berada tapi tidak ada, malah sudah lebih dulu disini.

"Ada apa?" tanya Leti penasaran lalu duduk di depannya. "Lihatlah" jawab Riu mengarahkan ponselnya di antara mereka berdua. Riu membaca dengan hati-hati pesan di ponsel bersamaan Leti. Wajah Leti perlahan memucat ketika membacanya dengan tak percaya.

"Ini..."

Leti memukul dahi Riu kencang mengunakan sendok, mata menantang Riu untuk mengatakan sesuatu. Melihat itu, mulut Riu maju 5cm hendak protes namun tidak jadi, sambil mengusap dahinya yang di pukul, iapun menarik nafas panjang.

"Pesanku, jangan bodoh" peringat Leti. Bagaimana bisa Robi menghubungi Riu, ada apa ini, tidak boleh terjadi lagi drama tak penting yang bisa membuat Jero melakukan sesuatu pada Riu, pikir Leti.

"Dia... aku... Leti" kata Riu pelan, bingung dan sedikit bodoh jika berkaitan dengan cinta pertama yang di tunggu waktu lama dan sekarang mengirimkan pesan. Antara percaya dan tidak percaya bertumpuk jadi satu.

"Aku tahu" ujar Leti mengangkat sendok untuk mengambil kuah sup miso di mangkok kemudian mengusap lembut rambut Riu. Bertahun-tahun berharap bertemu kekasih pujaan dan akhirnya bisa mengetahui keberadaannya tapi status tidak lagi sama. Sungguh menyedihkan. Mereka berdua berteman sejak masa kuliah dan bersama-sama bekerja di tempat yang sama, tentu banyak hal telah dibagi.

"Dia...". Riu tidak jadi mengatakan begitu melihat tatapan sewot Leti padanya. "Lupakan!" bentak Leti keras. Beberapa orang spontan menoleh kearah mereka berdua, mau tak mau Riu meminta maaf dengan mengangkat tangannya karena sudah menganggu ketenangan kantin.

"Aku harus bertemu" ujar Riu tegas tapi pelan. Telinga Leti berdenging begitu kalimat itu keluar. Leti tidak habis pikir Riu bodoh atau apa, Jero akan mencincang sampai mati.

"Jangan bodoh! kamu istri Jero sekarang" tegur Leti galak. Riu mengangkat wajahnya dari ponsel lalu mengelengkan kepala, ia tidak setuju dengan pendapat Leti.

"Tapi... tapi" bantah Riu, mana boleh tidak bertemu, hatinya seperti mau meledak ingin bertemu. Belum lama ini sempat jatuh pingsan gara-gara ini, tentu tidak mudah bagi Riu menerima semuanya.

"Ini tidak layak" ungkap Leti sabar seraya makan makanan di baki makanan. Diliriknya pilihan makanan Riu, sejenis bubur ayam polos tanpa hiasan apapun, keningnya mengerut. Setiap kali begini, mau tak mau Leti menghela nafas.

"Leti, dia membutuhkan aku" rengek Riu spontan. "Terus kenapa?" tanya Leti membanting sendok dengan kesal di mangkok sup miso. "Butuh? apa kamu lupa dengan caranya pergi tinggalkan kamu lima tahun lalu, hah!" teriak Leti tak dapat menahan rasa kesalnya. Riu mengelengkan kepalanya, "Aku tidak lupa, Leti" sanggahnya.

"Aku harus bersamanya, mungkin dia butuh bantuan lalu dia... dia akan mengerti jika aku jelaskan" kata Riu pelan berusaha memberikan pengertian bagi Leti, walaupun ia tidak tahu apa yang ingin dibicarakan Robi padanya tapi ini merupakan momen terpenting dalam hidupnya setelah sekian tahun. Riu hanya ingin meluruskan kesalahpahaman selama ini yang mengganjal di hati saja.

"Mau sampai kapan kamu mau dibodohi" ucap sengit Leti. Sungguh jelas, dimanfaatkan dari awal sampai akhir, masih saja membela. Leti tahu betul sepak terjang Robi dibelakang Riu selama mereka semua berkuliah.

"Leti, dia sakit" rengek Riu manja. Kalau Leti tidak menyetujui maka ia tidak akan bisa bertemu dengan Robi malam ini. "Sakit? kamu nyakin bukan ingin mencari masalah denganmu, Riu sadar!" bentak cepat Leti tanpa basa basi lagi, ia muak dengan Robi.

"Leti, jangan bicara seperti itu" tegur Riu menghela nafasnya. Bukankah kita diajarkan untuk memaafkan kesalahan orang. Mengapa juga tidak dilakukan selama masih hidup.

"Apa! demi laki-laki brengsek, kamu rela melepaskan semuanya dan lihat bayarannya. kamu dibuang begitu tahu kondisi keluargamu" teriak kesal Leti yang kemarahannya mulai muncul di ubun-ubun.

"Dia..dia tidak begitu" bela Riu secepat kilat. Leti menarik nafas dengan kuat supaya rongga di dada lebih lebar dan tidak menghancurkan wajah polos Riu.

"Apa kamu buta? apa yang tidak diberikan Jero padamu?" tanya Leti berusaha merendahkan suaranya. "Itu... berbeda" jawab Riu sedikit merah. Sejak menikah, Jero selalu membuatnya kesal bahkan menangis tiap malam. Ada saja kelakuan yang tidak bisa diterima olehnya. Namun, dirinya tidak munafik jika menyukai di setiap perlakuan Jero yang sering bikin terlena.

"Berbeda? kamu menikahinya dan sekarang kamu katakan berbeda" teriak Leti lagi. Leti tidak tahu apakah Riu termasuk jenis wanita bodoh atau terlalu baik. Jelas-jelas laki-laki itu tak pantas di bela malah masih saja diperhatikan. "Pikir baik-baik jika kamu lakukan, Jero akan membuatmu hancur! dia bukan tipe orang yang mudah di permainkan" peringat Leti pelan.

Riu terdiam cukup lama. Hatinya bukan untuk Jero selama ini. Menikah karena situasi yang terpaksa dan di kendalikan. Kewajiban dilakukan untuk kepentingan semua pihak. Dari deretan semua alasan inilah yang tidak bisa membuat Riu mengalihkan hatinya pada Jero. Lagipula kepergian Robi yang mendadak menghilang setelah mendapatkan pinjaman uang darinya bikin tanda tanya di tengah kesulitan keluarganya, bukankah itu juga membutuhkan penjelasan lengkap dari Robi.

Leti mengawasi pergulatan batin yang dilakukan Riu. Wajahnya berubah-ubah seturut hatinya. Kepalanya mendadak puyeng tujuh keliling dengan sikap membingungkan Riu. Suara bel terdengar di kantin kantor yang menandakan waktu istirahat telah selesai. Mereka berdua bangkit berdiri lalu berpisah saat masuk kedalam lift. Riu tidak mengatakan apa-apa setelahnya. Leti terpaksa menghentikan nasehat apapun di mulutnya.

Riu terus berjalan ke arah meja kerjanya untuk mengambil tas kerjanya, "mau kemana Riu?" tanya teman samping meja kerjanya heran melihat tingkah tak tenang Riu. "Belanja" jawab Riu singkat. Kepalanya sakit, berbelanja bisa membuatnya tenang. Sepanjang perjalanan menuju mall mengunakan mobil online, Riu terus memikirkan cara bertemu, diambilnya ponsel untuk membalas pesan Robi. Beberapa saat wajahnya berubah bersinar-sinar mendapatkan balasan darinya, senyum mengembang membuat siapapun silau dengan kemilaunya.

Sementara itu, Jero terdiam mendapatkan pesan yang muncul di ponselnya. Satu hal yang tidak diketahui oleh Riu jika ponsel milik Riu langsung terhubung dengan ponsel Jero. Cinta itu buta, begitu buta hingga benar dan salah menjadi kabur untuk diketahui batasannya.