webnovel

Cinta dan Pengorbanan

Seorang gadis cantik dan manis bernama Zhou Cheng Cheng. Karena ibunya sebelum mati melahirkan Zhou Cheng Cheng terserang penyakit, maka setelah Zhou Cheng Cheng dewasa dan menjadi gadis cantik pun, ia jadi di benci oleh ayahnya. Dia di tuduh oleh ayahnya sendiri bakal menuruni penyakit dari ibunya. Maka kebencian itu terpendam itulah yang menyebabkan mental Zhou Cheng Cheng menjadi hancur lebur. Dia jadi gadis yang nakal dan broken home. Jadi korban cinta dan sex. Akhirnya Zhou Cheng Cheng pun hamil tanpa tahu siapa ayah dari bayi yang di kandungnya itu. Karena ada sepuluh orang pemuda yang membuahi kandungannya itu, ia jadi bingung siapa pria yang menjadi ayah dari anaknya itu. Sebuah cerita yang tragis pun di alami oleh Zhou Cheng Cheng. Bagaimanakah kisah hidup Zhou Cheng Cheng? Simak terus kelanjutan ceritanya ya~ Novel lain: - You're My Love (Romance&Comedy) - The End of The Death (Horor&Thiller) - Only You in My World (Romance) ig: @juliana_tham ig fans page: @staryinthesky

Staryinthesky · Urbain
Pas assez d’évaluations
420 Chs

Chapter 15 Pesan Sang Tante

Tubuh Zhou Cheng Cheng yang seksi dan menggiurkan itu membuat semua mata lelaki tak henti-hentinya memandang dan berdecak kagum. Ada beberapa anak muda coba mendekati dan menggodanya ingin berkenalan ketika Zhou Cheng Cheng naik ke permukaan air kolam renang dan meniti tangga. Ia pun duduk di pinggir kolam renang itu sambil meremas rambutnya yang basah.

"Mbak boleh dong kenalan…" kata salah seorang pemuda yang cukup tampan sambil cengar-cengir, sedangkan yang lainnya tersenyum-senyum genit.

Zhou Cheng Cheng pun menyambut dengan senyum manis, "Boleh saja, asal sopan…"

"Ah, masa kiam su bun mo, Jie? Jie, lu si Guang Zhou lang lai, yo? (Masa saya kurang sopan, Mbak? Mbak dari Shang Hai, ya?)" tanya salah satu pemuda yang lain dengan logat Hokkien campurannya yang medok.

"Ya, memangnya cumik su a? (Ya, memangnya kenapa?)" jawab Zhou Cheng Cheng kalem sambil tersipu-sipu sendiri memandang keempat pemuda itu.

Pemuda-pemuda itu jadi malu-malu sendiri sambil tertawa-tawa. Maklum paling-paling keempatnya baru duduk di bangku Senior High School kelas satu atau dua aja gitu, hanya saja badan-badan pemuda-pemuda itu bongsor-bongsor semua.

"Lho kok malah tiam aja, katanya ai sio pat kan… (Lho kok malah diam saja, katanya mau kenalan…)" tantang Zhou Cheng Cheng dengan senyumnya yang manis, mengulurkan tangannya ke pemuda itu.

Tapi pemuda itu malah jadi takut lalu berkata, "Bo jadi liau deh, Jie… soalnya Jie si Guang Zhou lang lai a… siang aja e lang pat ce e liau bo tu than liau. Tapi ya w pun kau senang liau si e kong ua kak Jie liau… Jie ane ho ce koe… Kamsia ya, Jie… (Nggak jadi deh, Mbak… abis Mbak orang Guang Zhou… percuma saja kita cuma sebentar ketemu terus tidak ketemu lagi. Tapi saya sudah cukup senang bisa bicara sama Mbak… Mbak baik banget deh… Terima kasih banyak ya, Mbak…)"

Lalu pemuda-pemuda itu pun pergi sambil tertawa-tawa sesama temannya. Zhou Cheng Cheng memandanginya dengan rasa terheran-heran sendiri.

"Aneh anak di sini kok penakut? Apa pura-pura takut?!" gumam Zhou Cheng Cheng lalu bangkit dan menuju ke tempat di mana tante duduk menunggunya bersama Ai Qing.

"Sudah berenangnya, Zhou Cheng Cheng?" tanya tantenya kalem. Ai Qing memberikan handuk pada Zhou Cheng Cheng yang terus mengerikan tubuhnya dan rambutnya.

"Sudah, Tante… dingin sekali uuuh…!" jawab Zhou Cheng Cheng sambil menggigil kedinginan.

"Tapi enak seger…" katanya lagi.

Lalu duduk dengan melonjorkan kedua kakinya.

Sore hari mereka baru pulang dari pemandian itu ke penginapan. Zhou Cheng Cheng kembali tiduran di kamarnya di temani Ai Qing.

Sedangkan tantenya baru selesai sembahyang Manghrib. Terus ke kamar Zhou Cheng Cheng yang sedang di pijit Ai Qing, Zhou Cheng Cheng tengkurap dengan telanjang dada.

"Zhou Cheng Cheng kamu habis itu cepat makan dulu, Tante tadi beli soto ayam dan daging empal di rumah makan di seberang itu… biar tidak masuk angin." ucap Tantenya.

"Ya, Tante… sebentar lagi…" sahut Zhou Cheng Cheng.

Lalu tantenya kembali ke luar dan menutup pintu kamar itu. Zhou Cheng Cheng lalu memberi isyarat pada Ai Qing agar berhenti memijit. Lalu Zhou Cheng Cheng bagun dengan malas dan menggeliat. Ia memakai baju kaosnya. Turun dari tempat tidur sambil mengikat rambutnya dengan jepitan warna ungu muda. Zhou Cheng Cheng lalu keluar di ikuti Ai Qing.

"Tante, nggak makan sekalian…?" tanya Zhou Cheng Cheng setelah duduk di kursi meja makan bersama Ai Qing.

"Tante gampang nanti saja… kau kan habis berenang biasanya cepat lapar. Ya, kan?" kata tantenya sambil membenarkan letak kaca mata bacanya. Wanita itu pun sedang membaca sebuah surat kabar China Pos.

"He, di Guang Zhou kok sering kebakaran ya sekarang? Ini di koran ada berita kebakaran di dareah perumahan di Kawasan …! Apa ini dekat rumah mu, Cheng Er?" tanya tantenya.

"Jauh kok Tante…" sahut Zhou Cheng Cheng dengan sopan.

Tantenya pun kembali membaca berita di koran itu. Sedangkan Zhou Cheng Cheng Nampak makan dengan lahapnya. Ia memang lapar sekali.

"Besok kita kembali lho, Cheng Er. Tante tidak bisa ninggalkan rumah lama-lama, kuatir saja…" kata Tantenya lalu bangkit dari duduknya menuju ke meja makan. Mereka memang menyewa sebuah rumah kecil, jadi legkap dengan kebutuhannya seperti dapur, ruang makan dan lain-lain, juga sebauh pesawat televisi.

***

Esok sorenya mereka pun telah kembali ke Shang Hai. Udara terasa kembali menyengat di kulit. Zhou Cheng Cheng sedang membereskan pakaiannya yang kotor untuk di cuci. Karena ia akan kembali ke Guang Zhou.

"Jadi kau lusa balik ya, Cheng Er?" tanya tantenya sambil beberes juga.

"Kalau jadi, Tante… Cheng Er sebenarnya ingin lebih lama lagi tinggal di sini… masih kangen sama Tante…" kata Zhou Cheng Cheng lemah.

Tantenya tersenyum. Lalu wanita itu merangkulnya, Zhou Cheng Cheng berbalik dan memeluknya erat sekali. Sekejap Zhou Cheng Cheng mulai menangis. Sedih melihat tantenya yang sangat sayang padanya sejak kecil. Dan ia memang lebih sering dan dekat dengan tantenya ketimbang dengan ibunya sendiri.

"Sudah jangan menangis, cengeng! Yang penting kan kamu masih bisa ketemu sama Tante…" kalem suara wanita itu, begitu lembut.

Zhou Cheng Cheng terus terisak-isak dalam pelukan tantenya yang memeluk dan mengusapnya dengan penuh kasih sayang. Wanita itu tidak tahu kalau sebenarnya keponakannya ingin menyampaikan sesuatu, tapi Zhou Cheng Cheng tak kuasa mengutarakannya… ia akhirnya hanya bisa menangis saja. Tapi wanita itu tahu kalau keponakannya mempunyai suatu masalah atau problem.

"Tante berpesan jagalah diri mu baik-baik, jangan terpengaruh oleh harta, kata-kata manis yag dapat menjerumuskan mu, Cheng Er. Tante tak mau mendengar kamu berbuat macam-macam. Hiduplah dengan sederhana mungkin. Uang dan kekayaan dapat merusak diri mu sendiri. Berdoalah selalu kepada Thi Kong, Kuam Im dan Budha Rulai. Mintalah di lindungi dan mohon ampn pada-Nya, atas perbuatan-perbuatan mu yang kurang baik… Agar para dewa dan dewi meringankan dan mengampuni mu, serta memberi mu jalan yang baik atau lebih baik dari sekarang… Itu saja pesan Tante… Percayalah kau akan hidup tentram dan damai selamanya…" pesan Tantenya.

Wanita itu juga tak kuasa membendung air bening yang mengembang sejak tadi di pelupuk matanya.

"Tante, maafkan Cheng Er Tante… Ooh… para Dewa dan Dewi… ampuni-lah aku…" suara Zhou Cheng Cheng serak dan lirih sekali.

***

To Be Continue…

Terima kasih buat kalian semua yang sudah membaca cerita ini ya. Sampai jumpa di chapter berikutnya ya~