webnovel

Bab2 | Nilai Bagus

Bukankah, setiap orang memiliki masa lalu? Setiap kenangan berada di masa lalu; ada kenangan terbaik, bahkan kenangan terburuk.

°•°•°•°

Suara klakson motor benar-benar memecah keheningan rumah mewah 3 tingkat itu. Syifa yang masih berselimut itu menutup telinganya, karena merasa sangat terganggu Syifa terbangun.

"Ish! Pagi-pagi udah bikin darah tinggi aja! Ga ada kerjaan banget sih tu orang," gerutu Syifa.

Nisa masuk ke kamarnya, "Syifa, itu ada Bagas di luar lagi nungguin kamu. Tadi umi bangunin kamu, tapi kamu gak mau. Yaudah umi masak dulu," ucap Nisa.

"Ka Bagas mana?" tanya Syifa.

"Bagas sekarang ada di ruang tamu. Kamu cepet mandi ya, abis itu kita makan dulu," ucap Nisa lembut.

Sedangkan Syifa, dia langsung beregegas mengambil handuk dan membersikah dirinya. Setelah selesai, kemudian Syifa mengikat rambutnya asal dan segera ke lantai bawah untuk menemui sang kekasih.

"Lama banget sih Fa?" ucap Bagas sambil menampakkan wajah kesalnya.

Syifa tersenyum, "Kesiangan lagi kak. Yaudah kita berangkat yu!" Syifa menarik lengan Bagas menuju ke luar rumah.

"Syifa! Kamu ga makan dulu?" tanya Nisa sedikit berteriak.

"Engga ah, males. Ntar juga kenyang ko diomelin Bu Rina," ucap Syifa yang lantas memeluk lengan Bagas.

Nisa beristigfar dalam hatinya saat melihat dua anak remaja yang berpacaran ini. Jujur saja, Nisa sangat khawatir pada Syifa. Namun dia percaya pada Bagas, bahwa dia bisa menjaga Syifa. Karena Nisa tau, Bagas adalah lelaki yang bertenggung jawab. Bahkan, Bagas selalu memberi support pada Syifa.

Sambil menunggu bel masuk, Bagas dan Syifa duduk di bangku taman. Mereka menikmati suasana yang sejuk itu.

"Kamu ditampar gara-gara apa Fa?" tanya Bagas.

Mengingat itu, wajah Syifa berubah menjadi cemberut dan lebih memilih untuk diam.

"Ke klub malam lagi ya?" tanya Bagas.

Syifa diam. Bagas memang selalu tau. Bagas itu lelaki yang dikagumi banyak wanita, dia itu lelaki yang berprestasi. Dan saat semua wanita tau bahwa dia berpacaran dengan Syifa, membuat mereka semua iri. Bagaimana bisa cewe 'gak sopan' kaya Syifa bisa dapetin cintanya Bagas?

Gak sopan. Karena Syifa selalu berani melawan bahkan membentak semua orang termasuk salah satu kakak kelasnya yang sangat ditakuti banyak orang. Bahkan guru, mulai dari guru yang baik hingga guru killer seperti Bu Rina pun Syifa selalu melawan. Hebat kan dia? Ehh.

"Udah kakak bilangin, kamu mending ga usah ke klub itu lagi. Kakak tu khawatir sama kamu. Kalo kamu kenapa-napa gimana gimana?" tanya Bagas.

Syifa menarik satu sudut bibirnya, "Ya aku tuh ngerasa bebas ka disana. Ga ada yang aturan."

"Kalo kamu ke klub itu lagi, kakak bakalan marah sama kamu," ucap Bagas sambil menampakkan wajah marahnya yang super imut bagi Syifa.

"Ih! Kok gitu sih? Iya deh iya, aku ga akan kesana lagi," janji Syifa.

"Kakak marah sebab kakak sayang," ucap Bagas datar.

"Kenapa sih, kakak bisa suka sama cewe kaya gue?" tanya Syifa.

"Karena hati kakak jatuhnya ke kamu Fafa cantik." Jawab Bagas.

"Bukannya Fiany lebih cantik daripada gue ya?" tanya Syifa.

Bagas memutar bola matanya, "Dengerin ya Fafa, kakak mencintai Fafa tanpa alasan. Kenapa? Karena jika misalnya kakak mencintai Fafa karena cantik, itu adalah cara mencintai yang salah!"

Ah, Bagas memang selalu bisa membuat wajah Syifa memerah.

Bibir Bagas berkedut menahan tawa, "Haha... Wajah kamu lucu banget kalo lagi merah gitu. Pacarannya dilanjut nanti ya Fafa, bel udah bunyi dari tadi."

Syifa mengerucutkan bibirnya. "Ih, gara-gara lo juga yang ngajak gue ngobrol terus," omelnya.

Syifa memutar bola matanya malas, dia berjalan menyusuri koridor sekolah. Dengan santai, ia mengkahkan kakinya, tanpa ada sedikit rasa takut di hukum. Syifa berdiri di ambang pintu kelasnya, lantas mengucapkan selamat pagi kepada guru kesayangannya. Setelah itu, Syifa langsung nyelonong masuk ke kelas dan berniat duduk di bangkunya.

"Siapa yang nyuruh kamu duduk?" tanya Bu Rina tegas.

Tak ada raut wajah takut sedikitpun yang tampak dari wajah manis Syifa. "Otak saya nyuruh duduk bu," ucap Syifa santai.

Rina menatap Syifa dengan tatapan tajam; setajam silet. "Kamu! berdiri di depan! Terus angkat satu kaki kamu sambil megang telinga!" perintahnya.

"Ibu nyuruh saya?" tanya Syifa polos.

"Iya Syifa...," ucapan Rina kali ini sedikit lembut, untuk menutupi amarahnya pada anak muridnya yang satu ini.

***

Bel istirahat telah berbunyi sekitar beberapa menit yang lalu, kelas sudah kosong karena semua penghuninya sedang pergi untuk mengisi perut kosongnya. Berbeda dengan Syifa yang tak selera untuk makan atau jajan ke kantin.

"Lo gak jajan, Fa?" tanya Alya yang saat itu sedang berada di sampng Syifa.

Syifa menghembuskan nafasnya kasar, "Ogah! Selera makan gue tu selalu ilang setiap dihukum Bu Rina. Lo pasti tau itu, kan?"

Alya sudah mengetahui itu, karena Syifa sudah menjadi langganan bikin marah Bu Rina. Jadi wajar saja jika alasan Syifa, udah kenyang dengerin BuRina ngomel.

"Ya udah, gue mau ke kantin dulu. Lo mau ikut?" tanya Alya.

"Gak! Lo aja sana!" ucap Syifa.

Alya pun pergi menuju kantin, mengingat cacing-cacing di perutnya sudah berdemo minta makan. Sedangkan Syifa, ia hanya berjalan mrnyusuri koridor. Entah akan kemana. Dia berjalan, tanpa tujuan. Ia semakin kesal saat melihat 3 gadis centil datang menghampirinya.

"Eh gengs, liat nih si cewe pemberani, keliatannya kaya yang lagi kesel yah, gengs?" ini suara Fiany.

"Uuuu... Kasian, kasian, kasian. Ini mah gak salah lagi, pasti dihukum Bu Rina," kali ini Flo, si pengikut Fiany yang berbicara.

"Itu sih udah pasti Flo. Dia itu gak mungkin seharii aja gak bikin guru kesel," ucap Fiany sambil tersenyum pahit.

"Euuh, plis deh kalian. Bisa gak sih, seharii aja gak gangguin gue?" Syifa merasa cape, selalu diganggu Fiani and the geng.

"Sayangnya gak bisa. Dasar PHO," ucap Fiany.

Syifa menatap tajam Fiany, ia tak terima dipanggil PHO. "Eh, asal lo tau! Ka Bagas tuh udah gak cinta sama lo. Dia gak suka liat lo marah-marah mulu sama adik kelas, makannya dia putusin, lo! Dasar emak-emak, kerjaannya Cuma bikin orang emosi!" bentak Syifa.

"Apa lo bilang? Emak-emak? Ish! Dasar ya adik kelas gak tau sopan santun," Fiany mengarahkan tulunjuknya tepat dihadapan Syifa.

"Siapa yang gak tau sopan santun, hah? Elo kali, yang gak punya kerjaan selain gangguin orang!" Syifa tidak bisa tinggal diam, dia selalu melawan.

"Iiiihhh!! Dasar ya," Fiany menjambak rambut Syifa dan tak lupa dibalas dengan jambakan pula oleh Syifa.

Dan aksi saling jambak menjambak rambut itu terus berlangsung. Rambut Fiany dan Syifa sudah tak karuan, rambut keduanya sudah kusut, dan mungkin akan sulit untuk disisir. Akhirnya mereka kelelahan dan berhenti sejenak.

"Istirahat dulu lah, gue cape nih," protes Fiany.

Emang tinju, ada istirahatnya? Dan saat istirahat itu, bel masuk pun berbunyi. Mau tak mau Syifa harus segera masuk ke kelas, agar tidak di hukum lagi. Apalagi sekarang pelajarannya Pak Yusuf−guru yang tak kalah killernya dengan Bu Rina.

"Kebetulan juga udah bel. Nanti aja dilanjutin kalo kita ketemu lagi, ya," ucap Syifa yang lantas pergi meninggalkan Fiany yang sedang meneguk air minum karena kelelahan.

Pak Yusuf bisa dikatakan guru yang cukup tegas, bahkan saking tegasnya, ia di cap sebagai guru "Killer". Setegas-tegasnya dia, masih ada kebaikan di hatinya, yaitu ingin membangun generasi muda penghafal Al-Quran. Setiap masuk ke kelas, ia selalu menyuruh para muridnya untuk menghafal 1-5 ayat Al-Quran. Namun sayangnya, tak ada satu pun murid yang patuh pada suruhannya. Apalagi kelas yang Syifa tempati itu, kelas yang dipenuhi oleh siswa yang bisa dikatakan tak beretika.

Setelah Pak Yusuf mengucap salam, ia langsung menatap tajam satu per satu anak muridnya. Yang ditatap hanya bisa menunduk saking takutnya.

"Sekarang, hafalkan lima ayat pertama surat Al-Jumu'ah!" perintahnya tegas.

Semua murid langsung membuka Al-Quran, lebih tepatnya pura-pura menghafal, padalah satu huruf hijaiyah pun tak dibacanya. Ada juga yang malah bukan membuka Al-Quran. Seperti Alya yang malah membaca novel, bukan menghafal surat yang diperintahkan Pa Yusuf.

"Nilai ulangan kelas ini minggu lalu semuanya bagus, saking bagusnya tak ada yang meraih nilai 7. Semuanya di bawah 7," sindir Pak Yusuf secara sinisme, "begitu pun hafalan-hafalan kalian, semua nilainya buruk. Setiap saya tes hafalan kalian, tak ada satu pun murid yang hafal bahkan tak bisa membacanya. Kalian pikir, saya tak pernah menilainya, huh? Kalian semua ini sudah SMA, seharusnya sudah hafal ber juz-juz. Liat di luar sana, banyak anak yang masih balita sudah hafal banyak juz Al-Quran."

Semua murid hanya bisa diam.

"Dan nilai kalian sudah saya kirim di grup WA orang tua," lanjut Pak Yusuf.

Seketika, raut wajah para murid berubah menjadi tegang. Bagaimana nasibnya nanti saat pulang kerumah? Yang harus disiapkan adalah penutup telinga, karena sudah pasti diceramahi orang tua.

***

Syifa memasuki rumahnya dengan wajah lelah. Untuk kali ini, ia ingin beristirahat, tak boleh ada satupun orang yang mengganggunya.

Arif, sang ayah, menuruni tangga ketika melihat Syifa pulang. Sekarang ia bersama Nisa mungkin akan menceramahi bahkan memarahi Syifa, karena nilai hafalan Al-Quran nya lebih kurang dari kata buruk.

Siap-siap Syifa, lo bakal dimarahin ayah. But... Lo gak perlu peduli. Batin Syifa.

Mulai besok, Ayah akan kirim guru ngaji buat kamu," ucap Arif tegas. Tegas disini, berarti menutupi amarahnya dengan perkataan yang lebih bijak daripada mengutamakan emosi.

Syifa memutar bola matanya malas, "Terselah lah! Emangnya Ayah piker, Syifa mau belajar ngaji?"

Begitulah Syifa, selalu membuat siapapun emosi. Termasuk Arif yang sudah tak tahan lagi ingin membentak anak gadisnya ini.

Sebenernya, saat itu Arif sudah tak bisa bersabar lagi. Jika bukan karena Nisa yang membujuknya untuk sabar, Arif mungkin sudah memarahi Syifa. Nisa juga yang memberi usul agar Arif menyuruh anak dari temannya untuk mengajarkan Syifa mengaji.

"Uang jajan, ATM, handphone, termasuk mobil Ferari kamu, akan Ayah sita!"

Syifa membulatkan matanya tak percaya, "WHAT?! Ayah gak salah? Bisa-bisa gue mati tanpa itu semua!"

"Ayah gak peduli. Oh iya, Ayah juga udah nyuruh Bagas biar dia gak antar jemput kamu lagi."

"Ayah itu jahat banget sih! Mana Ferarri kesayangan gue disita lagi," ucap Syifa panik. Apapun yang berhubungan dengan Ferarri kesayangannya, pasti Syifa tak kuasa.

"Ayah Cuma pengen kamu belajar ngaji, itu aja kok."

"Euuhh... Ini itu pilihannya berat yah. Oke lah, demi Ferarri, gue mau," ucap Syifa sambil mendelikkan matanya malas.

Airif menghembuskan nafasnya lega, "Kalo gitu, sekarang kamu sama Umi pergi ke Mall. Beli keperluan buat belajar ngaji besok, termasuk gamis buat Syifa. Beli sebanyak-banyaknya."

"Apa?! Gamis? Buat apaan, coba? Ish! Ribet amat sih!" gerutu Syifa.

"Syifa ganti baju dulu yah, abis itu makan, terus kita ke Mall," ucap Nisa lembut.