webnovel

Weekend?

Menghabiskan sisa waktunya dengan diam, Seira hanya melamun di depan Alvin yang masih setia menemaninya. Pikiran gadis itu pasti sedang tidak menentu jadi Alvin tetap disana sampai dia merasa lebih baik. Selalu begitu, bahkan sekalipun mengorbankan waktunya hanya demi menunggu Seira merasa lebih baik.

Entah demi apa, Alvin selalu rela melakukan apapun demi Seira. Bahkan untuk hal sepele sekalipun, seperti yang dilakukannya kini. Ikut diam, larut dalam pikirannya mengkhawatirkan gadis itu yang tak dipungkiri telah mengisi hatinya. Akan tetapi, Alvin adalah sahabat yang mengetahui banyak hal termasuk tentang apa yang dibutuhkan Seira.

"Ayo pergi," ujar Seira membuyarkan segala lamunan Alvin. Gadis itu beranjak. "Aku ada kelas, tunggu pulangnya nanti. Aku butuh teman," katanya.

Mata hitam Alvin menatapnya dan mengangguk sambil mengedipkan kelopaknya.

"Kapan selesai? Aku ada rapat juga," balas Alvin.

Seira melirik jam, "sekitar siang atau sore. Aku hubungi lagi nanti."

"Baiklah. Jangan lupa."

"Ya. Aku pergi, Vin, sampai nanti."

"Ya."

Alvin mengantarkan Seira dengan tatapannya, tidak ikut beranjak dari tempat duduknya. Dia merasa bahwa Seira sedang butuh waktu sendiri. Memang hal biasa ditinggalkan begitu saja, tetapi ketika ditinggalkan oleh seseorang yang selalu ada secara tiba-tiba itu adalah sesuatu sekali terlebih bagi Seira yang pernah mengalaminya secara langsung.

Namun, Seira sendiri berjalan seperti biasa, menyembunyikan kekhawatirannya di balik senyum ramahnya.

"Lo dari mana aja, Sei?" Mery datang mengagetkan Seira yang berjalan dengan menundukan wajahnya.

"Dari tadi dicariin," tambah Ria. Seira melirik Marina yang mengangguk kecil.

"Mau ngapain? Aku ada kelas," kata Seira.

"Nah itu. Dari tadi dicariin gak ada, sekarang malah ada kelas."

Seira menatap mereka bergantian. Dia tidak banyak waktu untuk bercanda.

"Kenapa, sih?" tanyanya penasaran juga karena temannya itu tampak menyembunyikan sesuatu.

"Nanti saja. Kamu ada kelas, pergilah, kami akan memberitahu nanti," kata Marina.

Apa yang dikatakan Marina itu justru membuat Seira makin penasaran. Ada apakah?

"Cepat sana. kita ketemu lagi nanti. Gue tar cari lo ke fakultas, Sei," Mery menanggapi kebingungan Seira tapi gadis itu tampak ragu. "bukan hal serius, kok, Sei, jadi tenang aja. Cuma mau nanya apakah weekend luang?" terang Mery akhirnya.

"Weekend?"

"Heem. Kita ada acara ngedate doble," lanjut Mery.

Uhuk! Seira terbatuk karena terkejut mendengar penuturan Mery barusan. Ngedate double? Dia pasti bercanda.

"Ah, enggak. Kalian ajalah. Aku gak mau jadi penonton yang kesepian," tuturnya gondok.

"Makanya dengerin. Tapi dahlah, waktumu udah habis untuk kelas. Nanti kita ketemuan lagi. Dah!" Mery mendorong punggung Seira agar segera pergi ke kelasnya.

Meski ragu karena masih penasaran rencana mereka mau tak mau Seira harus pergi juga.

"Kau yakin soal ini, Mer?" tanya Marina, dia sendiri ragu akan rencananya Mery itu untuk mengajak Seira. "Dia jarang main kalo weekend kecuali sama Arsyid atau Alvin," lanjutnya.

"Gue tau. Seira emang gak mudah. Besok ultahnya, kita bikin surprise."

"Macam apa?" Ria bertanya.

"Ada aja. Kalian ikuti sajalah," timpal Mary sambil berlalu.

Marina dan Ria saling tatap lalu mengarahkan pada Meri yang kemudian berjalan pergi dengan senyum misterius di wajahnya. Entah apa yang sedang direncanakan Meri yang tidak biasanya itu.

"Lo pikir ini bakal berhasil?" Ria bertanya pada Marina yang menjawab dengan gelengan. "Hufs! Gue pun ragu. Mana tadi Meri bilang ngedate double, maksudnya apaan, coba?" Gadis satu ini kembali menatap Marina yang mengedikan bahunya acuh. "Astaga. Kita boleh ajalah, lagian kan emang punya pacar. Tapi ini Seira, lho, mana ada dia pacar," cerocosnya.

Kening Marina seketika mengerut. Benar juga. Seira mana mau diajak kencan saat weekend. Gadis kedokteran itu pernah mengatakan, "jangan ganggu weekendku cuman buat ngedate."

"Ngomong-ngomong, soal Arsyid, kok, gue gak liat dia belakangan?" ungkap Ria kemudian. Sekali lagi perhatian Marina tertuju pada Ria yang tampak acuh kali ini.

Bagaimana kabar Arsyid? Ini baru sehari, ah tidak. belum juga 24 jam sejak dia menghilang. Bukan. Bukan menghilang. Dia hanya pergi mendadak tanpa mengabari yang lain, termasuk Seira, hanya Alvin yang tahu. Lantas, bagaimana keadaannya di Inggris? Ayolah, Marina paham betul bagaimana pertemanan antara Arsyid, Alvin dan Seira itu. Bila dalam serangkai mereka bisa disingkat ASA, diambil dari huruf awal nama mereka bertiga.

"Woi, Mar!" Ria melambaikan tangannya di depan wajah Marina yang melamun. "Malah ngelamun, sih. Yuk, Mery dah ngelayap kali," katanya. Marina hanya mengangguk dalam hatinya dia cukup penasaran ada apa dengan Seira.

***

Kelas Seira baru saja bubar dan gadis itu keluar dengan wajah kusut. Sepertinya lelah karena terlalu banyak memikirkan hal rumit di kelas atau karena pikirannya yang terlalu banyak menghimpit.

"Sei!" Meri mengagetkannya tepat di hadapan Seira yang berjalan keluar dari kelasnya sambil melamun.

"Oh, God! Astaga, kalian!" Seira berseru kaget lalu menatap Meri kesal. "kamu emang selalu tepati janji, Mer, sampe bikin aku nyaris jantungan," protesnya.

Meri hanya tertawa. "He. Sorry, Sei, tapi untungnya jantung lo kuat."

"Kuan tahimu, Mer," timpal Seira.

"Dahinya lebar, Ra, kek lapangan bola." Ria menceletuk.

"Sialan!" Meri menimpuk Ria tapi meleset.

"Udah. kalian mau ngapain nunggu di depan kelasku macam orang lagi ngintai selingkuhan ayang," katanya asal. Seira tidak peduli yang dipedulikannya hanya satu, isi perut.

"Lo lelah banget, Sei? Lapar?" tanya Marina.

Seira menatap Marina. "Kamu emang kawanku yang paling peka, Na," pujinya sambil menggerakan kepalanya. Marina hanya tertawa.

"Lantas, mo makan apa?" tanya Meri.

"Mau traktrik?" Seira menatap Meri begitu juga Ria, tentu mereka dengan senang hati tapi Meri tampak gugup.

"Kamu mau makan apa, Sei? Biar aku yang traktir," suara berat itu menyela membuat perhatian para gadis tertuju padanya yang berjalan mendekat bak pangeran kesiangan.

"Kamu?"

Alvin mengangguk mantap. "Pilih saja yang kalian mau," katanya.

"Yes!" Meri berseru membuat perhatian kembali padanya.

"Lo kok bahagia kali ini, Mer? Biasanya lo bahagia kalo mo traktir. Tumben?" selidik Ria sambil mendekatkan wajahnya pada Meri, mengendus gelagatnya.

"Yeah. Gue gak bakal bisa boong, kan, sama lo pada. Okelah, gue gak, ketauan nyokap beli album lagi," ungkap Meri sambil cemberut.

"Hahahaha." Ria dan Seira kompak tertawa, menertawakan kesialan Meri yang ketahuan ibunya karena membeli album. ATM yang limited editionnya pasti disita sang nyonya.

"Sialan kalian. Malah ngetawain!" sungutnya kesal.

Marina hanya menggeleng melihat tingkah keduanya. Namun, tetap saja, mata jeli Marina tak lepas dari perhatiannya pada Seira. Gadis itu tampak menyembunyikan sesuatu. Marina yakin. Dia sudah lama kenal Seira jadi paham betul kapan gadis itu berbohong atau tidak.

"Udah, yuk, kita makan dulu," ajar Alvin melerai mereka.

"Yuhuuuu. Let's go!" seru Meri mengomando.

Seira hanya menimpali dengan anggukan lantas meraih lengan Alvin. Sontak saja apa yang dilakukan Seira itu membuat Alvin terkejut, begitu juga Marina yang masih berdiri di belakangnya.