webnovel

BAB 11: Sepotong Pesan dari Ayah

"Kau tidak melupakan janji pertemuan kita, kan?" 

    Diana mengerang kesal saat melihat Leon di halaman belakang rumahnya. "Apa yang kau lakukan di sana?" bisik Diana. Pandangannya menyapu sekitar Leon dan tidak menemukan apa pun yang mencurigakan kecuali seekor kuda putih di dekat pintu gerbang belakang. 

    "Aku sudah bilang akan bertemu denganmu malam ini," balas Leon. 

    "Aku tidak ingat menyetujuinya."

    "Tapi aku perlu bertemu denganmu," Leon bersikeras. 

    Diana membuang napas panjang.  "Tunggu aku di sana."

    Dengan langkah cepat, Diana keluar kamar, menuruni tangga, lalu keluar menuju halaman belakang rumah. Namun, Leon tidak bisa ditemukan di mana pun. "Leon?" panggil Diana. "Kau di sini?" 

    Diana menunggu selama beberapa detik, tapi tidak ada tanggapan. Pikirannya langsung berkelana ke hal-hal buruk. Jangan bilang … yang tadi melempar kerikil ke jendela kamar Diana adalah hantu?!

    "Oh, kau sudah sampai di sini."

    "AAAAHH!" Diana terkejut mendengar suara Leon di telinganya. Lelaki itu langsung menutup mulut Diana dengan tangannya sambil melihat ke kanan dan kiri dengan waspada. 

    "Kita tidak bisa bicara di sini. Ayo bicara di kandang kuda milikmu."

    Diana mengikuti Leon ke kandang kuda. Sesampainya di sana, Diana langsung menyesali keputusannya untuk menerima ajakan Leon. "Astaga," katanya sambil menjepit hidung. "Aku tidak tahu kandang kuda akan sebau ini."

    Leon menutup pintu kandang. "Setidaknya ini lebih baik daripada ketahuan."

    "Ketahuan apa?"

    Alih-alih menjawab, Leon terlihat gelisah. "Aku tidak punya banyak waktu," katanya sambil mengeluarkan sepotong kertas dari saku celana lalu memberikannya pada Diana. "Ini adalah pesan terakhir yang ayah tirimu berikan padaku. Aku ingin kau sampaikan ini pada ibumu." 

Diana mengernyit. "Sebentar. Kau … mengenal ayah tiriku?" 

Leon tampak gelisah. Lelaki itu berusaha keras tidak menatap Diana dan lebih memilih untuk mengelus punggung satu dari dua kuda yang terkurung di dalam kandang. "Pesan itu harus sampai di tangan ibumu. Kau tidak boleh membukanya–"

"Kau mengenal ayahku," potong Diana. "Dari mana kau mengenalnya?"

"Kami bertemu di sebuah pesta."

"Pesta …?" Entah mengapa, jantung Diana berdegup lebih kencang sambil menantikan lanjutan ucapan Leon. Apakah ayah tiri Cinderella mengikuti pesta-pesta aneh, apalagi mengingat tadi siang Leon dikejar pengawal kerajaan?

"Bangsawan," kata Leon.

Diana bingung. "Apa?"

"Kau bertanya pesta apa, jadi kujawab. Kami bertemu tidak sengaja di salah satu pesta bangsawan," jawab Leon sambil tetap berusaha menghindari tatapan Diana. "Saat itu ayahmu terlihat kebingungan, dan beliau menghampiriku. Dia meminta tolong padaku dan secara khusus memberikan kertas itu pada ibumu."

Hufff. Tanpa sadar, Diana membuang napas lega. "Kapan ini terjadi?" 

"Satu malam sebelum ayahmu pergi."

Aneh. Setahu Diana dari cerita Sarah dan Cinderella, bukankah ayah tiri berangkat di pagi hari? Kenapa dia tidak memberikan kertas itu pada ibu sebelum berangkat? Kenapa harus melalui Leon?

Otak Diana berputar keras. Apakah ada bagian dari kisah Cinderella yang dia lewatkan?

"Aku harus pergi sekarang." Leon mengintip keluar dari balik pintu kandang. "Aku sudah menyerahkan pesan itu padamu. Jadi–"

"Kenapa ayahku menyerahkan ini padamu?" Diana memotong Leon. "Kenapa dia tidak menyerahkannya pada ibu sebelum berangkat?"

Leon menatap Diana cukup lama, membuat perempuan itu merasa tidak enak. "Aku tidak tahu tahu." Lelaki itu mengintip keluar sekali lagi lalu bersiap pergi.

Sebelum meninggalkan Diana sendirian, Leon berkata, "Jika aku jadi kau, aku akan menghindari bangsawan dulu sebelum kabar tentang ayahmu jelas."

"Apa maksudmu?"

"Pihak kerajaan mungkin saja bilang kalau Tuan Dunphy sudah meninggal dunia di lautan. Jadi, setelah ini pasti kau akan didatangi bangsawan lain. Tapi, kau tidak pernah tahu siapa lawan dan siapa kawan, kan?" 

"Aku tidak mengerti–" Diana terdiam saat Leon keluar kandang segera setelah berkata begitu. "Hei, jangan pergi duluan!" teriak Diana setelah menyadari kepergian lelaki itu. "Pembicaraan kita belum selesai!"

Namun, Diana hanya bisa mendengar ringkikan kuda.

***

Diana mengetuk kamar utama entah untuk berapa kalinya. Namun, Lucy tidak kunjung membukakan pintu. 

"Kak Diana." Sarah yang kebetulan melewati kamar utama memanggil Diana. "Kenapa kau di depan kamar ibu?"

Diana menggenggam kertas di tangannya dengan erat. Itu adalah kertas pemberian Leon tadi malam, dan seperti permintaan lelaki itu, Diana belum membukanya meskipun dia penasaran setengah mati. "Aku mau bicara dengan Ibu. Kau tahu ibu ke mana karena dari tadi ibu belum keluar kamar?"

Sarah tersenyum riang. Perempuan itu menggamit lengan Diana lalu menggiringnya ke ruang tamu. "Hari ini kita kedatangan tamu istimewa," ucap Sarah. "Kakak tahu siapa?"

"Tamu? Kapan kita kedatangan tamu?"

Sarah mengibaskan tangannya. "Tadi, saat kakak masih tidur di kamar. Kakak kenapa hari ini bangun lebih siang dari biasanya?"

Diana menimbang-nimbang jawaban yang akan dia berikan. Apakah sebaiknya dia memberi tahu Sarah tentang pertemuan semalam? "Kau tahu Leon Trucket?"

"Leon Trucket?" Sarah sedikit memiringkan kepalanya, berpikir. "Aku tidak pernah mendengar tentang Leon Trucket, tapi aku tahu keluarga Trucket. Meskipun bukan berasal dari kalangan bangsawan, keluarga Trucket sangat terkenal dengan bisnisnya," tambahnya. Sarah mencondongkan tubuh ke telinga Diana lalu berkata, "Bahkan, katanya keluarga Trucket bisa membeli gelar bangsawan. Tapi, entah kenapa keluarga Trucket menolak membeli gelar bangsawan."

Setahu Diana dari buku yang pernah dia baca, membeli gelar bangsawan akan memakan sangat banyak biaya. Diana tidak tahu persisnya berapa, tapi yang pasti jumlah itu sangat-sangat mahal hingga hanya segelintir orang kaya yang sanggup. 

"Leon Trucket …. Apakah dia adalah sepupu jauh dari keluarga Trucket?"

Diana memasang telinga lebih lebar, siap mendengar penjelasan Sarah.

"Setahuku, beberapa minggu lalu terdengar kabar kalau keluarga Trucket kedatangan seorang sepupu jauh. Tapi, sayangnya aku tidak tahu namanya. Konon katanya, sepupu Trucket adalah lelaki ganteng yang senang berpetualang. Usianya juga tidak jauh berbeda dari Justin August Trucket, mungkin sekitar 23 tahun."

Diana menaikkan alisnya. "Dan, siapa itu Justin August Trucket?"

"Oh, kakak," ucap Sarah sambil terkikik geli. Sarah memutar-mutar kedua bola matanya dengan genit, lalu memukul Diana sambil bercanda. "Kakak tidak ingat Justin August Trucket?"

Saat melihat Diana yang kebingungan, Sarah membuang napas lelah. "Baiklah, aku paham kakak tidak ingat Tuan Muda Trucket. Beberapa minggu lalu, kita sedang pergi ke sebuah toko. Aku lupa toko apa. Lalu, Tuan Muda Trucket tidak sengaja menabrak kakak dan menolong kakak! Astaga, kalau aku ingat saat itu kakak benar-benar seperti kisah-kisah romantis dalam buku." 

Entah bagaimana, tiba-tiba Diana teringat kalung yang dia pakai. Kalung zamrud dengan lambang huruf R …. "Apakah Justin August Trucket yang memberikan kalung ini padaku?" gumam Diana