webnovel

Bab 16

Alunan musik diiringi suara penyanyi dari atas panggung mengisi cafe tersebut, Kim menyukai suara gadis itu. Mereka menghabiskan waktu sampai jam setengah sepuluh malam, sesampainya di apartemen Kim langsung tertidur tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu.

"Wajahmu agak pucat? Apa kau sakit?" tanya Lay.

"Tidak, aku hanya kurang tidur saja sepertinya."

"Memangnya semalam kau melakukan apa?"

"Aku diajak Dean ke cafe yang ada pertunjukan live nya dan pulang agak malam."

"Kau ke sana rupanya, awalnya aku juga ingin ke sana tapi tidak jadi."

"Kalian sering ke sana?"

Lay mengangguk. "Jane yang memberitahu cafe itu."

Mereka pun memulai pekerjaannya, Kim harus bisa menyelesaikan semua pekerjaan ini dengan cepat, ia tidak kaget dengan pekerjaan yang diberikan oleh Lay, karena sebelumnya ia sudah pernah melakukannya hanya saja yang ini lebih banyak.

"Aku pergi." Dean tadi berangkat bersama Kim dan menemui Victor di ruangannya.

"Temui polisi yang aku beritahu tadi."

"Ok. Aku mau lihat seberapa gila perampok itu." Dean mendecih. "Bisa-bisanya mereka menelepon dulu sebelum melancarkan aksinya."

"Mereka hanya sekumpulan orang idiot, hiraukan saja."

"Nanti aku kabari." Victor mengangguk, Dean pun keluar dari ruangan Victor, lalu ke parkiran Mall untuk mengambil mobilnya.

Aturannya hari ini Dean masih libur, Victor malah menyuruhnya untuk melakukan sebuah pekerjaan, seperti biasa karena tidak ada orang yang bisa disuruh. Dean menerimanya, daripada ia bosan lebih baik bekerja saja.

Misinya kali ini dari kepolisian, mereka meminta bantuan untuk menangkap perampok bank yang dengan sengaja menghubungi bank yang menjadi target sebelum melancarkan aksinya. Dean ingin tahu apa yang akan mereka lakukan.

Saat dirinya datang ternyata para perampok bank itu sudah melancarkan aksinya, mereka mulai dua jam lebih cepat dari waktu yang ia ketahui. Dean memarkirkan mobilnya di seberang jalan, ia pun bergegas mendatangi seseorang yang Victor kenalkan sebagai kepala polisi.

Mereka berbincang sebentar lalu Dean menuju ke sebuah cafe yang tidak jauh dari bank tersebut. Sudah tahu ada pengepungan malah orang-orang yang berada di cafe ini tidak pergi dan malah menonton para polisi itu.

Dean tidak ambil pusing ia duduk dengan santai sambil melipat kedua tangannya memperhatikan apa yang dilakukan para polisi itu sampai akhirnya ia didatangi pelayanan cafe. Dean memesan segelas kopi Americano untuk menemaninya.

Satu jam berlalu dan tidak ada kejadian apa pun, hanya terdengar suara polisi samar-samar yang menyuruh para perampok untuk keluar dan melepaskan sandera mereka. Entah ini panggilan kelima atau keenam, tidak ada tanda-tanda kalau perampok itu menyerah.

"Bagaimana?"

"Mereka belum mau menyerah dan masih bertahan di dalam." Dean menyeruput kopi, ini sudah gelas keduanya.

"Apa yang dilakukan para polisi itu," ucap Victor kesal.

"Biarkan saja, mungkin mereka takut kalau para perampok berbuat nekat."

"Setelah selesai kembalilah ke kantor." Victor memutuskan panggilan.

"Belum aku jawab sudah dimatikan saja." Dean menggeleng pelan.

Ia kembali fokus pada apa yang berusaha dilakukan oleh deretan polisi yang ada di depan sana. Ia meletakkan dagu di atas telapak tangan lalu jari manisnya menepuk pelan pipinya berulang kali, Dean merengut bosan.

"Sampai kapan aku menunggu seperti ini." Ia menghela nafas pelan. Dirinya merasa pergerakan polisi terlalu lamban, tidak ada yang menerobos masuk.

Baru saja ia mengatakan itu tiba-tiba terdengar suara tembakan, Dean tidak tahu dari mana persisnya suara itu berasal. Ia memfokuskan pandangannya pada deretan mobil-mobil polisi yang mengepung bank tersebut.

Beberapa orang yang berada di sekitar cafe memilih pergi menjauh, mereka tidak mau menjadi sasaran jika para perampok itu keluar dan yang lainnya menyusul pergi setelah salah beberapa aparat kepolisian menghampiri toko yang berjejer satu block dengan cafe.

Polisi itu meminta mereka meninggalkan tempat ini secepatnya karena penjahat bank itu adalah penjahat berbahaya, takutnya para penjahat malah menjadikan salah satu dari mereka sandera agar bisa melarikan diri dan pemilik toko disarankan untuk menutup serta mengunci toko mereka sementara lalu bersembunyi.

Tidak menunggu lama para pelanggan toko segera meninggalkan tempat itu secara tertib dan setelah toko kosong, si pemilik toko mengunci pintu toko mereka kemudian bersembunyi. Dean juga ikut meninggalkan cafe, tapi ia berhenti tidak jauh dari sana lalu menyandarkan diri di dinding sebuah toko sambil melipat tangan. Jalanan sekitar sana juga sudah kosong, hanya ada ia seorang yang memperhatikan. Dean terus memperhatikan apa saja yang terjadi di depan bank itu dengan seksama.

Sekitar dua puluh menit berlalu, samar-samar ada suara tembakan berulang, Dean memfokuskan pendengarannya dan ia yakin kalau suara itu berasal dari dalam bank.

"Sepertinya ada yang berhasil menerobos masuk ke dalam bank," ucapnya. "Lumayan juga." Ia mengangguk berulang kali dan menarik pemikirannya tadi kalau polisi bergerak lamban.

Ada yang keluar dari pintu bank bagaian depan, dua orang perampok menjadikan seorang lelaki dan wanita teller bank sebagai sandera mereka agar bisa lepas dari tembakan polisi. Kedua perampok itu meletakkan pistol di sisi kepala sandera itu.

"Keluar juga mereka akhirnya," ucap Dean.

"Jangan macam-macam atau kutembak orang ini," ancam perampok itu.

Polisi memberikan ruang untuk para perampok itu jalan, namun mereka tetap memasang postur siaga, saat para perampok itu melepaskan sandera mereka akan langsung menembak. Tanpa di sangka saat para perampok itu memasukan beberapa tas berisi ribuan bahkan jutaan dollar ke dalam mobil, seorang polisi menembak salah seorang dari mereka.

Kaki kanan perampok itu terluka dan ia oleng, segera ia masuk ke dalam mobil lalu menutup pintunya, sandera lelaki yang ia pegang tadi langsung kabur terbirit-birit. Karena kelalaian polisi itu terjadilah baku tembak. Dean menghela nafas lalu menggeleng.

"Kenapa ditembak," gumamnya.

Sekarang lima pria berotot yang menggunakan penutup wajah itu selain yang terkena tembakan memberontak dan menyerang balik. Dean melihat baku tembak yang seharusnya tidak perlu terjadi itu jadi gemas sendiri. Dengan malas ia mendekati mereka, Dean berjalan dari seberang jalan, ia tak berhenti menatap kelima pria perampok

Dean terus jalan mendekat tanpa mempedulikan lontaran peluru yang keluar dari pistol. Ia hanya ingin cepat selesai dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Saat Dean mendekat salah seorang perampok menatapnya tajam, Dean cuek saja, ia tidak peduli bahkan ketika pria itu mengacungkan pistolnya.

"Apa yang kau inginkan?" tanyanya cukup keras saat Dean sudah berada tidak terlalu jauh dari mobil yang mereka gunakan untuk berlindung dari tembakan polisi.

"Tidak ada, aku hanya ingin mendekat saja." Dean mengangkat bahunya, penjahat itu terperangah mendengar jawaban Dean.

"Jangan sia-siakan nyawamu, anak muda," ucapnya sinis.

"Tenang saja, aku tidak akan melakukannya."

"Pergi atau kutembak!" ancamnya. Matanya nyalang.

"Hoo... santai, santai, aku hanya ingin ikut memeriahkan saja." Dean mengangkat kedua tangannya.

Polisi yang melihat Dean bingung, kenapa ia malah mendekati para penjahat itu. Selain dari kepala kepolisian tidak ada yang tahu siapa Dean, jadi wajar saja kalau mereka heran. Mereka yang bersembunyi di balik pintu mobil yang sejajar dengan mobil di mana kepala polisi bersembunyi meliriknya, memberikannya kode, tapi ia tidak peduli dan terus saja menatap ke tempat Dean berdiri.

Tidak ada tembakan balasan dari polisi karena ada Dean, para penjahat itu merasa kalau ini adalah kesempatan mereka untuk kabur, teller wanita masih bersama mereka dan perampok yang menyanderanya berencana untuk menembak wanita itu lalu kabur. Beberapa temannya mengambil posisi untuk masuk ke mobil.

"Jangan buru-buru pergi, kita bahkan belum berkenalan," ucap Dean, ia menyadari kalau mereka hendak kabur.

"Jangan banyak bicara, ini bukan urusanmu," balas perampok yang menyandera teller wanita. Wanita itu sudah pucat sekali dan pasrah.

Dean kasihan melihatnya, ia semakin mendekat, belum sampai salah satu dari perampok masuk ke dalam kemudi mobil, rekannya mulai menembaki Dean. Peluru terlontar dengan sangat cepat, tapi sia-sia. Dean mengaktifkan kekuatannya dan peluru itu berhenti di tempat beserta para penjahat dan wanita itu, tidak ada yang bergerak sedikit pun.