webnovel

Choice Lover

Meysa berusaha menerima perjodohan demi membalas budi pada orangtuanya. Menikah dengan duda beranak dua. Akan tetapi anak tiri tak menyukainya dan mantan istri selalu mengusik hidup mereka. Seiring berjalannya waktu, rasa suka dan sayang tumbuh di antara mereka berdua. Dan berencana dalam waktu dekat ini akan melangsungkan pernikahan. Segala cara di upaya sang mantan untuk menggagalkan pernikahan mereka. Mulai dari menghasut kedua anaknya agar membenci calon ibu sambung mereka. Lalu memfitnah Meysa saat bekerja di kantor suaminya dengan sebutan pelakor. Hingga menyuruh orang untuk mencelakakan penghulu, agar pernikahan mereka gagal. Akankan semua usaha sang mantan membuahkan hasil? Ikuti terus kisah cinta Meysa dan Harry hingga selesai. Untuk pembaca setia, jangan lupa tinggalkan like, komen serta ratenya ya. silakan mampir di ceritaku yang lainnya 1. The Wound in my heart 2. It's my dream

Novita_Adha · Urbain
Pas assez d’évaluations
204 Chs

Silaturahmi keluarga

Bab 8.

Siang ini tak banyak tugas yang ku selesaikan. Karena mendekati hari week end. Apa kabarnya calon suamiku ya. Biasa ia selalu ingatkan ku agar tak lupa salat dan makan siang. Ku raih hape yang berada di dalam tas. Lalu membuka satu persatu chat masuk. Tumben belum ada kabar dari Mas Harry. Miss call ahh, pikirku. Dan telfon pun tersambung. Tetapi tidak di angkat. Mungkin lagi sibuk, pikirku. 

Ku buka aplikasi berwarna hijau, lihat status ah. Jari jemariku aktif berselancar di status teman-teman. Tapi tunggu, ter lihat ada status yang menggunakan emoji sedih dan kesal tanpa menuliskan kata-kata. Iya, itu status Mas Harry tadi pagi. Lima menit selesai scrol di status teman-teman, aku coba tulis pesan ke nomor Mas Harry. Menanyakan kabarnya. Terlihat ia sedang online, dan langsung membaca chat yg ku kirim. Tak lama hape ku bergetar, Mas Harry membalas chatku. 

["Mey, maaf ... tadi tak bisa angkat telfon kamu. Entar sore saya gak bisa jemput, karena harus ke rumah sakit."]

[Oh, gak pa pa Mas! Maaf, siapa yang sakit ya?"] tanyaku.

["Ini si kecil Mona, dari pagi tubuhnya hangat, merengek terus. Jadi saya perintahkan supir, membawanya ke rumah sakit."]

["Pulang kerja saya langsung ke rumah sakit,"] jelasnya lagi

["Ya sudah, boleh di jenguk kan, Mas?"]

["Boleh, silakan. Kita ketemu di sana ya!

Rumah sakit Kasih Ibu, lantai dua di polyanak ya,"]

********

 

  Tepat pukul empat sore, aku bereskan semua berkas di meja kerja. Kemudian aku keluar dan bergegas menuju lift. Lumayan sepi lift sore ini.

Sesampainya di parkiran ku cari si cute, motor kesayangan. Tujuan sore ini langsung ke rumah sakit untuk menjenguk anak Mas Harry. Tak lupa singgah sebentar untuk membeli buah tangan.

Setengah jam kemudian sampailah di depan rumah sakit Permata Ibu. Aku langsung menuju lantai dua ruang polyanak, sebelumnya mampir di meja suster jaga, menyebut nama pasiennya. Kemudian suster mengantar ke kamar yang di maksud. Ku ketuk pintu sambil mengucapkan salam. Ternyata Mas Harry sudah sampai lebih dulu, di temani oleh pengasuh anak. 

"Bagaimana kondisi si kecil Mas?" tanyaku.

"Sudah di pasang infus ini, trombositnya rendah, tadi siang sudah cek darah, tapi hasilnya belum keluar." 

Aku tertegun mendengar penjelasannya. Ku raba dahi si kecil, hmm ... masih terasa hangat. Matanya sayu, bibirnya pun terlihat pucat. Ku raih tangan si kecil sambil berkata, "kamu sudah makan, Sayang?" tanyaku sambil membelai rambutnya. Ia menggelengkan kepala. Terlihat sepiring nasi beserta lauknya masih utuh, terletak di samping ranjang.

"Tante suapin ya?" bujukku sambil menatap matanya yang bulat. 

"Walaupun sakit, tetap harus makan ya Sayang! Biar ada gizi di tubuh kamu, jadi virus yang masuk bisa terkalahkan."  

Mulanya ia ragu, tetapi perlahan ia pun mengangguk. Aku meraih piring di atas nakas lalu menyuapkan isinya ke mulut si kecil. Tak apalah makannya sedikit, yang penting ada isi perutnya. Selesai makan lalu ku berikan obat untuk di minum. Tak lama si kecil pun tertidur.

Mas Harry masih duduk terdiam di sudut ruangan sambil memperhatikan aku dan si kecil. Raut wajahnya masih terlihat cemas. Selesai memberikan obat untuk si kecil, aku mendekati Mas Harry. Aku coba untuk menghiburnya. Ia pun menjelaskan, Semenjak anak-anaknya pulang dari rumah mantan istri, si kecil Mona sudah mulai demam. Padahal sudah di larang jangan di bawa, karena mereka sedang ujian tengah semester. Tetapi mantan istri tetap memaksa. 

Sekarang di ruangan ini hanya tinggal kami bertiga. Mas Harry, aku dan si kecil. Pengasuh anak di perbolehkan pulang untuk beristirahat. Kini giliran Mas Harry yang menjaga si kecil. Tak terbayangkan bagaimana capeknya pulang kerja langsung ke rumah sakit untuk menjaga anak yang sedang sakit. Seperti inilah anak-anak korban perceraian. Orangtuanya tak utuh lagi. kasih sayangnya pun sudah terbagi, batinku.

*******

  Setelah dua jam berada di rumah sakit, hari sudah hampir Magrib. Aku pun segera berpamitan untuk pulang. Ketika hendak membuka pintu, bruukk ...

Aku terkaget, karena tak sengaja menabrak seorang wanita yang hendak masuk ke kamar ini. Spontan aku mengucapkan maaf kemudian saling berpandangan. Terlihat seorang wanita  seksi dan berambut pirang sedang melotot ke arahku.

"Hey" Kamu! ngapain ada di ruangan ini?"

bentaknya dengan suara lantang.

"Saya sedang menjenguk anak Mas Harry," jawabku, sambil menoleh kebelakang. 

Eehh ... ternyata Mas Harry sudah berdiri di sampingku. Lalu menarik tangan ini dengan lembut untuk menjauhi wanita tersebut.

"Jaga sikap kamu! ini rumah sakit, jangan buat ribut!" tegas Mas Harry.

"Siapa wanita ini!" tanyanya ke Mas Harry.

"Ini Meysa! calon istriku," Mas Harry menjawab dengan mantap.

Wanita seksi itu terdiam, sambil melotot ke arahku, seperti hendak menerkam saja.

"Kamu itu ... sukanya ambil suami orang, apa udah gak laku lagi ya!" ejeknya.

"Jaga mulutnya ya Bu, siapa yang ambil suami orang? Mas Harry kan sudah duda sejak lama!" sindirku. 

"Sudah ... kalau hanya buat ribut, lebih baik kamu pulang, Arini!" usir Mas Harry.

Wanita itu pun keluar, sambil melotot ke arahku. Untungnya si kecil tak terbangun oleh keributan ini. Hmm ... cantik-cantik kok julid, batinku.

"Mey, maafin mantan istri saya ya!"

"Oh ... berarti Bu Arini istrinya Pak Angga, mantan kamu to, Mas?" tanyaku.

Mas Harry mengganggukan kepala.

"Kok belum move on ya? padahal udah nikah sama yang lain pun, masih cemburu juga lihat mantan punya pasangan," sindirku.

"Tetapi tak apa, Its oke! anggap saja cobaan untuk hubungan kita Mas," hiburku.

"Hmm ... aku makin sayang sama kamu," ucap Mas Harry, sambil mengacak rambutku.

"Udah ahhh, aku pamit dulu ya Mas. Besok pulang kerja, aku kesini lagi. Salam buat si kecil ya!" ucapku sambil berlalu.

********

Seminggu lamanya aku bolak-balik ke rumah sakit, anak Mas Harry terkena sakit tipes. Sementara mantan istri hanya sekali menjenguk anaknya. Selebihnya di jaga oleh pengasuh anak dan suster rumah sakit. Setelah lewat seminggu akhirnya anak Mas Harry di perbolehkan pulang ke rumah. Masih harus rawat jalan, kontrol seminggu sekali ke rumah sakit. Aku kasihan juga lihat si kecil Mona, sering nungguin mamanya datang, kangen katanya. Sejak sering bertemu denganku, si kecil sudah mau ku ajak berbicara.

Malam ini rencananya keluarga Mas Harry akan datang lagi ke rumahku. Katanya hendak membicarakan hari pernikahan kami. Karena pada pertemuan pertama, orangtuaku minta waktu tiga bulan untuk mempersiapkan semua urusan pernikahan. Kebetulan hari ini libur kerja, dari sore aku dan Mama sudah sibuk di dapur, memasak untuk hidangan makan malam. Karena sudah sering bertemu dengan Mas Harry, bila sehari saja tak berkabar, seperti ada sesuatu yang hilang rasanya. Ceileee ... yang mulai jatuh cinta ini.

Tepat jam delapan malam, keluarga Mas Harry pun sampai di rumahku. Terlihat mereka membawa bingkisan berupa buah dan cake. Kami menyambutnya dengan sopan dan mempersilakannya duduk. Setelah berbasa-basi sebentar, keluarga Mas Harry langsung kami ajak makan malam bersama, takut keburu dingin makanan di meja ini. Terlihat Rey duduk di sebelah papanya. Sedangkan Mona adiknya tidak ikut, karena baru pulang dari rumah sakit masih masa pemulihan.

Saat makan bersama, tiba-tiba mamanya Mas Harry nyeletuk, "jadi kapan nih Bu Mitha buka rumah makan? Masakannya kan sudah enak, dan lezat begini." 

"Aih Bu Mentari bisa aja," jawab mamaku tersipu malu.

"Nantilah ... selesai acara nikahan dan resepsi anak kita, baru membahas soal  buka usaha baru ya," kali ini papanya Mas Harry yang menjawab.

Bersambung ....