webnovel

CEO Jutek Dan Perisainya

Khafi Arjuna Naufal dan Zahira Zakiyah Nadira adalah individu yang terpisah, tetapi kehidupan keduanya terhubung kembali dengan cara luar biasa, yaitu takdir. Khafi adalah seorang CEO dengan lima saudara, dia anak ketiga, kepribadian yang jutek membuat banyak orang tidak suka dengannya, Khafi juga memiliki Jin dengan menjelma sebagai merpati, Jin itu memiliki kekuatan sihir yang hebat. Hingga membuat Khafi mengetahui segala masa lalunya yang belum tuntas dan menyakitkan. Rasa bersalah dari masalalunya membuat dia sangat ingin menuntaskan masalahnya di dunia masadepan. Dahulunya dia adalah seorang kesatria. Sementara di masa depan dia CEO ternama. Kekayaan yang dimilikinya membuat dia diincar oleh beberapa musuh dari masalalunya juga, dari seorang wanita yang menginginkannya, sampai dari CEO lain yang sering diacuhkan Khafi, mereka yang tidak terima mengirimi mantra sihir jahat kepada Khafi. Hingga keadaan yang tidak memungkinkan, seorang Alim meminta keluarganya mencarikan gadis yang berhati baik dan tulus serta penglihatan batin yang terbuka, yang akan menjadi perisai untuk Khafi. Keluarga Khafi hendak menikahkannya dengan Tiana, gadis yang disarankan seorang Alim. Namun, Tiana pura-pura sakit parah, dan meminta Zahira yang adik tirinya, untuk menggantikannya, agar keluarga Khafi memberi uang untuk pengobatan, nyatanya uang itu untuk kesenangan Tiana sendiri. Keluarga Khafi menerima pengantin pengganti dari Tiana, karena tahu kalau Zahira gadis yang sangat baik dan seorang Alim pun setuju. Namun, tidak dengan Khafi yang sangat membenci Zahira, karena pikiran Kahfi, Zahira menikahinya demi uang. Khafi pun acuh tak acuh dan setiap hari Zahira merasa terluka oleh prilaku Khafi kepadanya. Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Bagaimanakah, masalalu Khahfi yang masih terhubung di zaman moderent? Apakah Khafi bisa berubah? Apakah Zahira bisa bertahan dengan pernikahannya?

Ririnby · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
164 Chs

Berkumpulnya Keluarga

Adalah Rakryan Budiono, salah satu punggawa Kerajaan yang sering bersebrangan dengan kebijakan Raja Damantara.

Dan Baginda Raja sendiri ketika Rakryan Budiono menunjukkan sikap ketidaksetujuannya lebih banyak mengalah ketika sedang berada di dalam sebuah sidang, meskipun sikapnya itu hanya merupakan sebuah cara agar tidak terjadi perdebatan yang berkepanjangan, dikarenakan Rakryan Budiono adalah sepupunya Prabu Damantara sendiri. 

Dan biasanya begitu di luar sidang Prabu Damantara selalu menugaskan Ratu Dewisinta untuk menjelaskan dan membujuk agar sikap dan pendapat Rakryan Budiono itu bisa dirubah atau bahkan dibatalkan, dan melihat yang sudah-sudah Rakryan Budiono akan melunak bila sudah berhadapan dengan Ratu Dewi Sinta.

Ratu Dewi Sinta memang terbilang perempuan yang sangat cerdas dan pintar dalam mengambil hati orang lain, dan Rakryan Budiono memang nampak lebih respect kepadanya ketimbang kepada Baginda Raja sendiri.

Secara nasab Rakryan Budiono adalah sepupu dari Raja Damantara yang mana dia juga memiliki keinginan untuk bisa menjadi Raja, meskipun secara nasab dia berkedudukan sama dengan sang Raja Damantara akan tetapi secara peraturan Kerajaan dia memang tidak berhak untuk menjadi pewaris tahta, itu dikarenakan dia adalah anak dari adik perempuan mendiang Prabu Linggarjati Ayahanda dari Prabu Damantara dan sekaligus sebagai pendiri Kerajaan MulyaJaya. 

Sementara itu sesuai dengan isi dari sayembara yang telah di sebarkan ke seluruh penduduk negeri Mulya Jaya bahwa bagi siapa saja yang berhasil mencarikan mayat sakti untuk kesembuhan penyakit yang diderita sang Raja maka dia akan diberi hadiah yang besar dan juga akan diberi kedudukan yang tinggi di dalam istana. Dan dengan berhasilnya Senopati dalam mendapatkan obat penyakit itu maka dia berhak untuk mendapatkan hadiah dan kedudukan tersebut. 

Dan sehari setelah Raja Damantara sembuh beliau nampak mulai berembuk dengan keluarga Kerajaan untuk membicarakan tentang hadiah apa dan kedudukan mana yang akan diberikan kepada Senopati Damantara, dalam membicarakan hal tersebut nampak Gusti Prabu Damantara memanggil keluarga inti dan para Penasehatnya, yaitu Dang Acarya Sidharta, Dang Acarya Surapraja, ke-empat Permaisurinya dan Ibunda Raja yaitu Ratu Dewi Sukmawati. 

Setelah semua berkumpul sang Prabu pun memulai pembicaraannya. 

"Bunda Ratu Dewi Sukmawati, para Permaisuri ... Dinda Dewi Sinta, Dewi Cahya, Dinda Sariayu, Dinda Larasati, dan kedua Penasehat saya Bapak Dang Acarya Surapraja dan Bapak Dang Acarya Sidharta, juga semua Putra Mahkota, semuanya saja yang saya hormati dan saya banggakan ..." ujar sang Prabu memulai pembicaraannya. 

"Saya mengumpulkan kalian semua tidak lain adalah untuk saya mintai pendapat terkait dengan sayembara itu. Bahwasanya memang sayembara itu yang membuat adalah Dinda Dewi Sinta, tapi yang perlu diketahui adalah bahwa sayembara itu ada juga setelah mendapat ijin dari saya, dan puji bagi Dewata Agung karena ternyata saat ini sayembara itu sudah terlaksana dengan baik dan telah mendapatkan pemenangnya, yaitu Senopati Bagaskara." 

"Terkait Senopati memang dia tidak bisa berhasil membawa mayat sakti itu akan tetapi dia sudah bisa menyembuhkan penyakit yang saya derita meskipun hanya membawa beberapa rambut yang terbukti ampuh sebagai Azimat untuk diri saya, dan memang saya sendiri yang telah merasakan keampuhannya itu."

"Oleh karena itu sudah semestinya kalau Senopati memperoleh imbalan yang besar dan kedudukan yang tinggi atas jasanya ini. Mengenai jumlah besarnya imbalan saya sendiri sudah bisa menentukannya yaitu seratus batang emas murni ditambah lima puluh keping emas dan dua ratus keping perak, akan tetapi untuk masalah kedudukan saya sendiri masih belum bisa menentukan posisi mana yang layak untuk ditempati oleh Senopati."

"Maka dari itu saya minta pendapatnya para anda-anda semua ... mari silahkan menyampaikan usulan atau pendapatnya ..." tutur sang Prabu Damantara. 

"Begini Nanda Prabu ... saya mengusulkan bagaimana kalau Senopati dijadikan Rakryan Kerajaan saja? Karena untuk jabatan itu saya kira masih bisa ditambah jumlahnya," tutur Dang Acary Surapraja. 

"Trimakasih Bapak Dang Acarya Surapraja, mungkin Bapak Dang Acarya Sidarta mau menambahkan atau punya usulan lain?" lanjut tanya sang Prabu. Nampak Dang Acarya Sidharta mau menjawab akan tetapi beliau melihat kalau Ratu Dewi Cahya juga hendak berbicara, akhirnya beliau pun mempersilahkan Ratu Dewi Cahya untuk berbicara terlebih dahulu. 

"Silahkan Nanda Ratu Dewi Cahya berbicara lebih dahulu," ujar Dang Acarya Sidharta sambil menunjukkan jempolnya pada Ratu Dewi Cahya. 

"Maaf Kanda Prabu, saya menyela pembicaraan dulu?" ujar sang Ratu sambil menatap kepada Paduka Raja.

"Ya gak papa silahkan Dinda Dewi Cahya ..." jawab Prabu Damantara. 

"Kalau menurut saya jangan langsung dijadikan Rakryan dulu lebih baik jadikan saja kepala para Senopati, karena untuk menjadi seorang Rakryan nampaknya dia masih terlalu muda dan disamping itu Senopati juga belum punya istri, ya perkara nanti dia sudah punya istri bisa-bisa saja kalau mau dijadikan Rakryan, itu kalau menurut saya Kanda Prabu ... mohon maaf ..." ujar Ratu Dewi Cahya. 

"Terimakasih Permaisuri Dewi Cahya ... mungkin Permaisuri yang lain mau menambahkan?" ujar Prabu Damantara sambil menatap satu persatu para Permaisurinya. 

"Saya Kanda Prabu ..." sahut Ratu Dewi Sinta. 

"Baik Dewi Sinta, apa menurutmu jabatan yang pantas untuk Senopati Bagaskara?"

"Kalau menurut saya Senopati layak untuk dijadikan seorang Patih Kerajaan, karena jasa Senopati sangatlah besar, yaitu menyangkut keselamatan nyawa Paduka Raja ... maaf Paduka mungkin bisa dipertimbangkan ..." ujar Ratu. Setelah Ratu Dewi Sinta selesai mengutarakan usulannya tiba-tiba Dang Acarya Sidharta langsung menyambungnya. 

"Saya sangat setuju dengan Ratu Dewi Sinta, saya cukup mengenal dengan baik dengan Senopati ... meskipun dia masih terbilang muda nampaknya dia sudah cukup mumpuni untuk mengemban jabatan itu, dan menurut Kitab Suci yang saya baca tidak menjadi sebuah keharusan orang harus mempunyai istri dulu untuk bisa mengemban suatu jabatan. Itu kalau menurut saya Nanda Prabu ... mohon maaf bila Nanda Prabu kurang berkenan ..." tutur Dang Acarya Sidharta. 

"Tidak Bapak Dang Acarya Sidharta saya setuju dengan pendapat Bapak Dang Acarya ... tapi mungkin yang masih jadi masalah bagaimana dengan Paman Patih Badrika? Apakah dia mau melepaskan jabatannya untuk digantikan oleh Senopati?" ujar Raja Damantara bertanya. 

"Sebaiknya begini saja Nanda Prabu ... masalah Patih Badrika itu bisa Paduka sendiri yang memutuskan untuk menggantikannya terlepas dia rela atau enggak untuk melepaskan jabatannya. Karena juga gak mungkin untuk kedudukan Mahapatih ditempati oleh dua orang sekaligus, maka dari itu Nanda Prabu Damantara harus berani untuk memutuskan siapa yang berhak untuk menjadi Patih Kerajaan Mulya Jaya," terang Dang Acarya Sidharta. 

Setelah Sang Penasehat Dang Acarya Sidharta menyampaikan pendapatnya sejenak suasana ruang sidang menjadi hening, nampak semua yang ada terlihat mengernyitkan dahi menunjukkan sedang berpikir keras untuk menentukan siapa yang lebih berhak untuk menduduki jabatan Patih Kerajaan. 

Dan setelah cukup lama mereka saling diam untuk berfikir tiba-tiba Ratu Dewi Sinta buka suara. 

"Maaf Kanda Prabu, Bapak Dang Acarya Sidharta dan Bapak Dang Acarya Surapraja saya punya usul bagaimana kalau Senopati Bagaskara diberi jabatan sebagai wakil Patih Kerajaan saja? Meskipun ini baru ada dan untuk pertama kalinya tapi nampaknya cara ini bisa lebih meminimalkan potensi penolakan dari Patih Badrika sendiri, karena secara aturan hukum administrasi Kerajaan yang dilarang itu adalah apabila jabatan Patih Kerajaan diisi oleh dua orang, lha untuk ini Senopati Bagaskara hanya sebagai wakil dari Paman Patih Badrika," ujar Ratu Dewi Sinta yang langsung ditimpali oleh Bapak Dang Acarya Sidharta. 

"Saya setuju, sembari berjalan biarkan mereka berdua bekerja dengan tugasnya masing-masing, yang jelas hanya sebatas wakil, dan nanti seiring dengan berjalannya waktu bisa kita lihat bagaimana kerja dari mereka berdua?" ujar Dang Acarya Sidharta yang juga langsung direspon oleh Prabu Damantara sendiri. 

"Yah, saya sangat setuju dengan keputusan ini, dan ini saya rasa sudah cukup adil dan bermartabat tanpa harus melengserkan salah satu, dan apabila suatu saat nanti terbukti ada salah satu yang unggul maka itulah yang akan menduduki posisi Patih utama Kerajaan, bagaimana dengan pendapat ini?" tanya Prabu Damantara sambil memandang satu persatu anggota inti Kerajaan itu. 

Bersambung ...