webnovel

Selamatkan Mimpiku

"Ibu jangan ikut campur soal kerjaan Aksa."

Laki-laki itu sebenarnya ingin meluapkan emosinya karena sang Ibu yang semakin nekad ikut campur dengan urusannya. Dia tahu bagaimana Ibunya akan bertindak. Makanya dia khawatir jika orang tuanya itu sudah berkunjung ke tempatnya bekerjanya. Takut ada yang lihat bagaimana hubungan anak dan orang tua itu.

"Kamu pikir Ibu main-main dengan rencana Ibu selama ini? Kamu terlalu banyak main-main, Aksa," balas Ibunya.

"Aksa nggak akan ninggalin tempat ini. Ibu cari orang lain untuk jalanin keinginan Ibu itu. Yang jelas, Aksa nggak mau. Silakan pergi dari sini, Aksa mau kerja."

Kalimat dingin itu sukses membuat Bang Arnan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Selama ini dia melihat perdebatan antara dua orang itu.

Tapi, berbeda dengan kali ini. Perdebatan kali ini lebih panas dari yang sebelum-sebelumnya.

Aksa benar-benar menunjukkan penolakannya. Penolakan yang memang akan melakukan apapun untuk tidak menuruti perintah Ibunya. Dan hal itu sukses membuat Ibunya naik pitam. Semua rencananya seakan berantakan karena penolakan Aksa ini.

"Kamu mau sampai kapan seperti ini, Aksa? Masa depan kamu nggak akan cerah kalau bertahan di tempat ini. Apa kamu mau sampe tua main benda-benda tidak bermanfaat itu?" geram Ibunya.

"BU! Aksa udah bilang jangan pernah hina apapun yang Aksa suka!" murka Aksa. Rahang mengeras tanda bahwa dia benar-benar emosi saat ini.

Melihat hal itu, Bang Arnan langsung mengambil tindakan untuk membuat Aksa tidak lepas kendali. Apalagi dia saat ini berhadapan dengan Ibunya sendiri.

Apa yang akan dikatakan karyawan lain jika mereka mendengar dan melihat pertengkaran antara Ibu dan anak itu?

"Sa, tenang dulu. Kita bicarakan ini baik-baik," ujar Bang Arnan menenangkan.

Aksa menepis kasar tangan Bang Arnan. "Nggak, Bang. Gue nggak bisa diginiin lagi. Kalian mau gue dibawa pergi ninggalin The Heal?"

"Nggak. Tapi, tenang dulu. Biar gue yang urus ini. Lo mending keluar aja. Dik! DIKA! Bawa Aksa keluar, Dik," seru Bang Arnan kepada Senandika yang setahu dia ada di depan pintu ruangan ini.

***

Setelah perdebatan sengit antara Bang Arnan dengan Ibu Aksa, akhirnya Bang Arnan bisa menenangkan Aksa maupun personil yang lainnya. Mereka yang lain ikut panik karena takut Ibu Aksa benar-benar akan membawa Aksa pergi meninggalkan The Heal.

"Jadi, gimana Bang?" tanya Lengkara mewakili teman-temannya.

Bang Arnan menarik napas panjang sebelum menjawab dan menjelaskan semua perbicangan antara dirinya dengan Ibu Aksa tadi.

"Aksa mungkin yang paling tahu gimana wakat Ibunya. Bang Arnan hanya mengupayakan apa yang bisa Bang Arnan lakukan. Untuk selebihnya, silakan Aksa yang bicarakan lagi hal ini dengan Ibu. Oke?"

Bang Arnan dan yang lainnya menatap Aksa yang masih menundukkan kepalanya. Mereka menunggu apa yang akan dikatakan orang itu. Dari semua perdebatan-perdebatan yang terjadi, mungkin perdebatan kali ini yang mengharuskan Aksa mengambil kesimpulan.

Dia mengangkat kepalanya dan menatap satu-persatu anggota The Heal berserta Bang Arnan. Orang-orang ini tidak mungkin dia tinggalkan. Oleh karena itu….

"Kalian nggak perlu khawatir. Gue bakal tetap ada di sini sampai kapanpun. Jangan hiraukan omongan Ibu gue. Gue bakal selesaikan ini nanti."

Satu-persatu mengembuskan napas lega karena Aksa tidak menyerah lagi kali ini. Mereka akan mendukung apapun yang dilakukan Aksa untuk bisa bertahan dengan impiannya ini.

"Oke. Karena keputusannya begini, jadi kita harus melanjutkan apa yang tadi tertunda," ujar Bang Arnan yang mulai mengingatkan bahwa rapat mereka harus berlanjut.

***

"Kok nggak bilang dari semalam, sih? Kalau tau gitu kan gue pesan ojol dari tadi," gerutu Aksa kepada Lengkara di seberang telepon.

Dia tahu ada pertemuan lagi hari ini dengan produser dan komposer, tapi dia tidak tahu kalau pertemuannya dipercepat dan mengharuskan Bang Arnan tidak menjemput Aksa. Alasannya karena apartemen Aksa yang dekat dengan kantor jadi dia bisa berangkat sendiri.

Dengan masih gerutuannya, Aksa pun memesan taksi online. Kekesalannya semakin bertambah karena jemputannya yang terjebak macet.

"Dasar Bang Arnan sialan," maki Aksa lagi. Dia sekarang sudah berdiri di trotoar depan apartemen.

Aksa menyipitkan matanya untuk memperjelas mobil hitam yang berjalan perlahan mendekatinya. Awalnya dia tidak curiga sama sekali karena dia juga memesan taksi online saat ini.

Bodohnya Aksa, dia tidak mengecek mobil model seperti apa yang akan menjemputnya. Juga, berapa plat nomor dari taksi online pesanannya itu.

Saat dua orang berbadan tegap dengan pakaian serba hitam keluar dari mobil yang sudah berhenti tepat di depannya, barulah Aksa sadar kalau ternyata dia sedang berhadapan dengan orang yang berbahaya.

Sekuat apapun tenaga Aksa untuk melawan dua orang itu, nyatanya Aksa kalah dalam hal otot dan tenaga. Dan membuat dirinya berakhir di dalam mobil tersebut.

Dia tidak tahu mobil mengarah kemana karena dia sibuk memberontak. Segala cara dia lakukan agar mobil itu berhenti.

BUGH!

Dengan sekuat tenaga Aksa membenturkan kepalanya ke kepala salah satu dari orang-orang itu. Dia mencari kesempatan ditengah lengahnya salah satu dari mereka.

Dengan gerakan cepat, Aksa langsung mencekik orang yang ada di balik kemudi. Tangannya mencengkram kuat leher sopir tersebut sampai-sampai salah satu dari orang yang tadi menahannya tidak bisa melepaskan dirinya dari sopir tersebut.

Dalam kepalanya saat ini adalah bagaimana caranya dia keluar dari mobil ini. Kalau dia sudah berada di luar mobil, pasti akan mudah baginya untuk minta tolong.

Dan untungnya, usahanya mencekik leher sopir tersebut membuahkan hasil. Sang pengemudi pingsan karena kesulitan bernapas dan berakhir dengan mobil mereka yang membentur pembatas jalan.

Tubuh Aksa langsung terantuk ke dashboard karena benturan itu. Untuk beberapa saat kepalanya langsung pusing dan penglihatannya jadi kabur.

Tapi, dengan sekuat tenaga dia berusaha untuk mengendalikan tubuhnya agar tetap sadar dan keluar dari mobil. Dua orang yang menahannya sejak tadi berusaha menahan dirinya lagi, tapi Aksa menendang dengan brutal dua orang itu.

Mengambil kesempatan yang ada, Aksa langsung keluar dari mobil tersebut. Dia mengumpat karena ternyata mereka berhenti di jalan yang sepi. Keberadaan toko-tokok ada sekitar 100 meter dari tempatnya berdiri.

Dengan susah payah dia mengerahkan seluruh tenaganya untuk berlari ke tempat yang mungkin banyak orang. Dan kakinya langsung mengarah ke deretan toko yang tidak jauh itu.

BUGH!

"Aduh!" pekik seorang gadis yang tiba-tiba tubuhnya terjatuh karena ditabrak seseorang.

"Kalo jalan pak—"

"Syut…." Aksa langsung membekap mulut gadis itu karena tidak ingin orang-orang yang menculiknya tahu keberadaannya saat ini.

Dia menyeret gadis itu ikut masuk ke gang sempit yang ada di antara dua toko roti. Dia sedikit kesulitan karena gadis itu memberontak dengan begitu kuat.

"Jangan berisik!" sentak Aksa yang semakin mempererat bekapannya di mulut gadis itu.

"AW!" pekik Aksa saat tangannya digigit dengan begitu kencang oleh gadis tersebut.

"Lo apa-apaan, sih? Lo mau jahatin gue, ya?" sentak gadis tersebut yang sudah memundurkan langkahnya untuk menjauh dari Aksa dan berniat keluar dari gang tersebut.

Aksa menggeleng kuat. Dia tidak ingin gadis itu bersuara keras. Dia juga tidak ingin gadis itu keluar dari gang ini dan orang-orang yang mengejarnya tahu kalau ada tempat yang bisa dijadikan tempat persembunyian.

Dari kejauhan Aksa bisa mendengar suara salah seorang dari mereka yang memerintahkan untuk memencar. Itu pertanda bahwa mereka sudah ada di dekat sini.

Karena panik, Aksa kembali menarik gadis itu dan membekapnya lagi. Dia membawa gadis itu semakin masuk ke dalam gang dan bersembunyi di balik tumpukan tempat sampah yang terhubung dengan dapur dari toko tersebut.

"Diam. Gue mohon," bisik Aksa sambil menatap tajam gadis itu.

Mendengar kata permohonan dari laki-laki itu, gadis itu pun berhenti memberontak. Tapi, jantungnya tidak berhenti berdetak kencang. Bukan karena dia terpesona dengan Aksa. Tapi, dia terkejut dengan kejadian sekarang yang sedang menimpanya.

Baik Aksa dan gadis itu tanpa sadar menahan napas masing-masing saking takutnya dengan hal yang terjadi sekarang. Aksa takut dua orang itu akan mendapatinya di sini. Sementara gadis itu takut dengan perbuatan laki-laki ini sekarang.

Jarak mereka yang teramat dekat itu membuat keduanya bisa saling merasakan embusan napas yang menerpa wajah satu sama lain. Bahkan, detak jantung yang beradu itu pun bisa masuk ke gendang telinga keduanya.