Ken berlari riang saat pintu rumahnya dibuka lebar oleh pelayan yang bekerja di rumah Sean. Sean yang melihat putra semata wayangnya berlari seperti itupun tersenyum tipis walaupun ada sedikit rasa khawatir.
"Perhatikan langkahmu! Kau bisa terjatuh nanti." Sean mencoba mengingatkan Ken dengan lembut. Namun, bocah itu tetap berlari menggunakan kaki kecilnya.
Merasa tidak di dengarkan, Sean kemudian ikut berlari mengejar Ken lalu menangkap bocah itu kedalam pelukannya. "Hey, kau baru saja sembuh. Harus banyak beristirahat. Jika ingin berlari kau bisa berlari. Tapi, tidak sekarang, oke?"
Ken tertawa geli saat Sean memeluknya. Bocah laki-laki itu diam saja saat Sean menggendongnya ke dalam kamar.
"Daddy."panggil Ken saat Sean membaringkannya di tempat tidur.
"Hm?"
"Aku ingin bertanya sesuatu."
Sean menatap putra semata wayangnya itu lembut kemudian ia duduk di sebelahnya. "Katakanlah! Apa yang ingin kau tanyakan."
"Ini tentang bibi cantik yang kemarin."
Sean mengerutkan dahinya. Ia memandang Ken penuh tanya. "Bibi cantik? Bibi yang mana?"
"Iya! Bibi cantik yang membawakanku buah peach kemarin. Aku ingin tahu ada di mana dia sekarang."jawab Ken.
Ekspresi Sean langsung berubah ketika sadar siapa sosok yang tengah dibicarakan oleh Ken. Sosok itu adalah Adora. Siapa lagi wanita yang membawakan putranya itu buah peach selain Adora.
"Daddy? Aku bertanya padamu."tegur Ken saat melihat Sean termenung.
Sean tersentak. Pria itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ah, daddy tidak tahu di mana dia sekarang. Mungkin ada di rumahnya atau mungkin saja sudah mati."jawab Sean asal.
Ken merengut. "Daddy! Tidak baik berbicara seperti itu. Bibi Adora adalah orang yang baik."
Sean terkejut. Ia menatap Ken tidak percaya. Putranya itu saat ini sedang membela orang yang sangat ingin membunuhnya. Bagaimana bisa?
"Ken, Adora adalah orang asing. Kau belum mengenalnya dengan baik. Kau tidak boleh mengatakan bahwa dia adalah orang baik hanya karena dia bersikap baik padamu. Kalian baru sekali bertemu, bukan? Kau tidak bisa menilainya hanya dengan sekali pertemuan saja."jelas Sean. Tangan pria itu tergerak mengelus pucuk kepala Ken penuh sayang.
"Kalau begitu, pertemukan aku dengannya sekali lagi, daddy."ucap Ken yang benar-benar di luar dugaan Sean.
"A--a-apa? Kenapa?"
"Seperti katamu, jika aku ingin mengenalnya aku harus bertemu dengan bibi Adora lebih dari satu kali, bukan?"
Sean menggelengkan kepalanya. "Daddy tidak berkata seperti itu."
"Lalu, anggap saja seperti itu."
Sean benar-benar terkejut. Sikap putranya menimbulkan ribuan tanya di pikiran pria itu. Apa yang membuat Ken menjadi begitu tertarik dengan Adora? Apa obat yang diberikan wanita itu yang membuat putranya seperti ini? Atau ada hal lain lagi?
"Katakan, Ken. Kenapa kau sangat ingin bertemu dengannya."
Ken menaik turunkan bahunya. "Mungkin karena Bibi Adora terlihat begitu menarik bagiku, daddy."
***
Blake bertanya-tanya tentang apakah mungkin ia pernah melakukan kesalahan yang amat besar di masa lalunya hingga dia harus membalas semua di kehidupannya saat ini. Mungkin, pria itu masih menerima akan menjadi siluman kucing yang dipelihara oleh seorang iblis. Ya, jika saja iblisnya bukan Adora. Wanita cantik dengan sejuta keanehannya.
Sore ini, tidak ada angin tidak ada hujan wanita itu tiba-tiba mengajaknya ke sebuah Mall terbesar yang berada di tengah kota. Hal ini menjadi sebuah keanehan karena Adora sangat menghindari tempat seperti ini. Bahkan ketika ia tahu Blake pergi ke Mall diam-diam, wanita itu akan memarahinya siang dan malam.
"Aku tidak tahu apa yang membuat Nyonya Adora yang notabenenya adalah orang yang tidak suka dengan Mall tiba-tiba datang ke tempat ini."celetuk Blake.
Adora yang tengah asik melihat-lihat ke sekelilingnya sontak langsung menoleh ke arah pria itu. "Tidak pernah bukan berarti tidak suka. Sebelumnya, aku hanya tidak punya banyak waktu untuk datang ke tempat seperti ini."
"Benarkah? Lalu apa yang membuatmu tiba-tiba memiliki waktu luang untuk datang ke tempat ini?"
Adora menghentikan langkahnya. Ia tampak berpikir sebentar sebelum akhirnya menjawab, "Manusia menyebutnya sebagai refreshing. Ah ya, refreshing! Dan aku membutuhkannya. Kau pasti tentu tahu kalau aku ini wanita yang sibuk."
Blake memutar bola matanya. "Biasanya kau tidak perlu refreshing seperti ini."
"Oh ayolah, my kitty. Kenapa kau cerewet sekali? Bukankah seharusnya kau senang karena aku mengajakmu kemari? Aku tahu kau sering pergi diam-diam ke tempat seperti ini."
Blake terdiam. Tidak berani membalas atau sekedar malas berdebat dengan Adora. Atau mungkin keduanya? Entahlah, yang jelas pria itu tak lagi membalas ucapan Adora dan memilih mengikuti wanita itu kemanapun ia pergi.
Suasana di Mall terpantau normal. Tidak terlalu ramai juga tidak terlalu sepi. Mungkin karena hari ini bukan hari libur. Sehingga orang-orang mungkin sibuk dengan aktivitasnya.
Blake memperhatikan sekelilingnya. Seketika, pria itu sadar akan sesuatu. Saat ini, dirinya dan juga Adora tengah menjadi pusat perhatian orang-orang yang mereka lewati. Blake yakin hal ini terjadi karena pakaian yang mereka kenakan bewarna serba hitam terutama Adora. Namun, anehnya wanita itu tetap santai berjalan tanpa memperdulikan setiap tatapan yang ditujukan untuknya.
"Toko-toko di sini sangat aneh. Sangat berbeda dengan milikku."celetuk Adora. Matanya sibuk mengamati setiap toko yang berjejeran dengan rapi di dalam Mall.
"Bagi mereka tokomu juga sangat aneh. Seharusnya kau bisa berpikir! Apa yang kau jual di tokomu berbeda dengan apa yang mereka jual."
"Haruskah aku juga membuka toko di sini, Blake?"tanya Adora.
Blake yang tadinya tidak terlalu memperdulikan wanita itu sontak langsung menatapnya. Dari tatapannya jelas pria itu sangat tidak setuju dengan ide yang baru saja dikatakan oleh Adora.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?"tanya Adora.
"Harus kau tahu, Adora. Toko-toko di sini menerima bayaran berbentuk uang. Bukan nyawa seperti tokomu."
Adora tampak berpikir kemudian wanita itu kembali berucap, "Bukankah itu hal yang bagus? Seperti kata orang-orang, berbeda itu indah."
Blake mengedikkan bahunya. "Aku rasa itu bukan ide yang bagus."
Adora tidak membalas lagi. Wanita itu lebih memilih untuk melihat-lihat toko yang mereka lewati. Hingga akhirnya langkah wanita itu terhenti di depan sebuah toko. Ia menatap penuh ketertarikan pada apa yang dijual di toko tersebut.
Blake tidak menyadari Adora yang telah berhenti di depan sebuah toko. Pria itu tadinya terlalu asik memandangi keadaan sekelilingnya hingga tidak sadar kalau Adora sudah tertinggal di belakangnya. Untung saja, jarak mereka masih belum terlalu jauh sehingga Blake tidak perlu susah payah mencari wanita itu.
Baru saja Blake hendak mendekati Adora, wanita itu sudah terlebih dulu masuk kedalam toko. Blake mencebikkan bibirnya. Adora itu selalu bertindak sesuka hatinya. Bagaimana bisa ia masuk ke sembarang toko saat pertama kalinya wanita itu menginjakkan kaki di Mall. Benar-benar meresahkan.
Blake memperhatikan toko yang menyita perhatian Adora sehingga membuat wanita itu tertarik untuk mengunjunginya. Betapa terkejutnya Blake saat membaca nama yang tertera di depan toko.
'Pink house, underwear and lingerie'
"Kenapa kau berdiri saja di sana? Ayo masuk!"ajak Adora yang tau-tau sudah ada di depan Blake. Wanita itu memberi kode agar Blake ikut bersamanya.
Blake meneguk salivanya. Sekali lagi ia memandang ke arah nama toko itu. Pria itu kini semakin yakin bahwa ia pernah membuat kesalahan yang begitu besar di masalalu.