Sean tak berhenti tersenyum ketika pria itu tiba di rumah mewahnya. Ia sesekali menatap pada paper bag yang ia bawa untuk putra semata wayangnya.
Namun, langkah kaki Sean terhenti saat matanya tidak menemukan keberadaan Ken di lantai satu. Pria itu segera bertanya kepada seorang pelayan yang bekerja di rumahnya.
"Dimana Ken?"tanya Sean.
"Tuan muda sedang berada di kamarnya, tuan."jawab pelayan itu dengan kepala tertunduk.
"Dia sudah makan siang?"
Pelayan itu kembali menganggukkan kepalanya. "Setelah selesai makan siang, tuan muda langsung berlari ke kamarnya. Dia bilang ingin menunggu tuan di sana."
Sean menganggukkan kepalanya paham. Setelah mengucapkan terima kasih pada pelayan tersebut, pria itu segera berjalan menuju kamar putranya yang terletak di lantai 2 rumahnya.
Pria itu mengetuk pintu kamar Ken yang bewarna putih. Namun, tidak ada jawaban dari dalam kamar. Sean yang tidak sabar menunggu, langsung saja membuka pintu kamar putranya lalu menyelonong masuk ke dalamnya.
Di dalam kamar yang berukuran 4 meter persegi itu, tampak Ken yang tengah fokus pada layar televisi di depannya. Bocah laki-laki itu dengan khusyuk menikmati acara kartun favoritenya yang ditayangkan di layar televisi di kamarnya.
Sean menghela napasnya. Pantas saja Ken tidak menjawab panggilannya karena bocah laki-laki itu tengah asyik menonton. Ia pasti tidak mendengar panggilan Sean di luar pintu. Atau sengaja tidak mendengarnya?
Duda anak 1 itu mendekati putra semata wayangnya lalu mengambil duduk di sebelah Ken yang tengah selonjoran di atas ranjangnya.
"Hey!"tegur Sean yang membuat Ken menoleh. Anak itu kemudian tersenyum senang melihat kehadiran Sean walau pada awalnya ia sedikit terlonjak kaget.
"Daddy sudah pulang? Sejak tadi Ken menunggu daddy pulang."ucap Ken girang sambil melompat ke pelukan Sean.
Sean membelai punggung putranya lalu melepas pelukan Ken dengan lembut. Membawa putranya kembali duduk.
"Tadi daddy mampir sebentar ke toko mainan untuk membelikanmu ini."ucap Sean sambil menunjukkan paper bag yang pria itu bawa. Ken menatapnya bingung namun bocah itu meraihnya dari tangan Sean.
"Apa ini?"tanya Ken penasaran. Ia membuka paper bag tersebut dengan tidak sabar lalu melihat isinya. Sekejap kemudian, wajah bocah laki-laki itu tersenyum senang. Ia mengeluarkan isi paper bag yang diberikan Sean lalu menunjukkan padanya.
"Iron Man!! Wah daddy, terimakasih banyak."girang bocah itu. Ia kembali memeluk Sean erat seraya mengungkapkan betapa senang hatinya saat ini.
Sean tertawa kecil. Pria itu mengelus pucuk kepala Ken penuh sayang. "Sama-sama, sayang. Sekarang lihat, apa yang sejak tadi kau tonton hingga tidak sadar dengan kedatangan daddy."
Sean memandangi layar televisi di depannya yang menayangkan karakter kartun kesukaan Ken selain Iron Man yaitu Donal duck. Melihatnya, membuat duda anak 1 itu tersenyum tipis. Sudah hampir sebulan sejak terakhir kali ia menonton serial kartun itu.
Pria itu mengingatnya. Saat itu, Ken masih terbaring di rumah sakit. Ia pulang ke rumah di malam hari. Sendirian, dengan seluruh kesedihan dan keputusasaannya, Sean mendatangi kamar Ken. Berabaring di atas ranjang putra semata wayangnya itu, lalu memutar film kartun kesukaanya. Ia mencoba merasakan kembali kehadiran bocah laki-laki itu di sisinya.
Namun, sekarang ia tak perlu lagi melakukannya. Ken sudah sehat. Putranya tidak lagi terbaring lemah di rumah sakit. Kini, ia dapat memeluknya di ranjang bergambar iron man ini dan melihatnya menonton serial kartun Donald duck.
Sean merangkul pundak Ken. Pria itu mengecup pucuk kepala Ken penuh sayang. Ditatapnya dalam wajah Ken yang tengah asyik memperhatikan boneka iron man di tangannya. Pria itu kemudian tersenyum tulus. Ia benar-benar bersyukur atas kesembuhan bocah laki-laki itu.
***
Blake menatap penuh tanya pada Adora yang tengah mematung di hadapannya. Wanita itu terdiam menatap belasan tas belanja yang mereka -alias Blake- bawa hari ini.
Pria itu mengerutkan keningnya karena sejak tadi, Adora tidak melakukan apapun terhadap benda-benda bernilai fantastis itu. Ia hanya memperhatikannya saja tanpa berniat untuk melihat ataupun mencobanya.
"Kenapa kau menatapnya seperti itu? Kau tidak ingin mencobanya?"tanya Blake yang tidak tahan dengan rasa penasarannya.
Adora meliriknya sekilas kemudian lanjut menatap barang-barang belanjaannya. "Buat apa aku mencobanya? Bukankah aku sudah melihatnya sendiri tadi di toko. Aku yakin ini semua cocok denganku."
"Kau hanya melihatnya saja tanpa mencoba benda-benda itu. Bagaimana kau bisa yakin itu semua cocok denganmu."protes Blake.
Adora menatap Blake datar. "Ini tubuhku. Aku tahu seberapa besar ukuran setiap bagiannya. Aku tahu bagaimana warna kulitku. Jadi, jika sudah kukatakan ini cocok denganku, maka itu berarti cocok."
Blake memutar bola matanya malas. Pria itu tidak membalas lagi. Ia lebih memilih meminum sekaleng soft drink yang ia beli saat menemani Adora berbelanja di Mall tadi.
Adora melirik Blake dan minuman di tangannya bergantian. "Dari mana kau mendapatkannya?"
Blake menaikturunkan bahunya. "Saat kau sibuk berbelanja tadi, aku melihat sebuah brankas yang berisi banyak jenis minuman seperti ini. Jadi, aku mengambilnya."
"Kau mencurinya?"tuduh Adora.
"Enak saja! Aku membelinya dengan koin yang aku punya. Kau pikir aku ini semiskin apa hingga mencuri benda murah seperti ini."protes Blake tidak terima.
Adora mengedikkan bahunya. Wanita itu tidak menjawab lagi. Ia memperhatikan Blake yang tengah asyik meminum sekaling soft drink yang ada di tangan pria itu.
"Kau mau?"tanya Blake karena sejak tadi Adora tidak berhenti menatapnya.
"Bagaimana rasanya?"tanya Adora penasaran.
Blake tampak berpikir sejenak kemudian menjawab, "Entahlah. Ini manis, namun juga sedikit asam. Ada sensasi yang berbeda ketika meminumnya. Kau tahu? Seperti lidahmu di gigit oleh ribuan semut saat minuman ini menyentuhnya."jelas Blake.
"Itu sepertinya menyenangkan tapi, aku tidak tertarik untuk mencobanya."
'ting tong'
Suara bell rumah mengalihkan perhatian Blake dan Adora. Keduanya sontak memandang ke arah yang menunjukkan pintu depan rumah mereka kemudian saling menatap satu sama lain.
"Apa pria tampan itu datang lagi?" Blake adalah yang pertama kali bertanya pasal suara bell itu.
Adora mengedikkan bahunya tanda wanita itu tidak tahu sama seperti Blake. Ia bangkit dari duduknya lalu berjalan ke arah pintu depan rumah. "Aku akan melihatnya."
Bell pintu depan terus saja berbunyi saat Adora masih dalam perjalanannya dari toko ke pintu depan rumahnya. Wanita itu sedikit mendumel tentang tamu yang sepertinya tidak sabaran ini sehingga menekan bell secara membabi buta.
Setelah tiba di depan pintu, Adora segera membukanya dengan kesal. Namun, sedetik kemudian ekspresi wanita itu seketika berubah saat melihat tamu yang datang ke rumahnya.
"Kau?"