webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
251 Chs

Mama titip Cakya

Tangis ibu Cakyapun pecah saat yakin Cakya sudah melewati pintu rumah menjalankan tugas yang diberikan oleh ayahnya.

Ibu Cakya memeluk Erfly, "Terimakasih nak", ibu Cakya bicara disela tangisnya. Setelah bisa mengontrol emosinya, ibu Cakya melepaskan pelukannya kemudian menarik Erfly duduk disampingnya.

Ayah Cakya meraih tangan kanan Erfly dengan kedua jemari tangannya, "Kami kira, setelah kecelakaan itu, kami tidak akan bisa melihat senyum putra kami lagi. Sekali lagi terimakasih nak", ayah Cakya bicara penuh arti menahan tangisnya.

"Erfly lagi... yang harus berterimakasih, Erfly hari ini merasa punya keluarga yang utuh", Erfly mulai terbawa suasana haru.

"Dari kecil, Erfly dibesarkan sama pembantu",Erfly mulai terbuka dengan kehidupan pribadinya.

"Lho... Orang tua kamu...?", ibu Cakya bertanya bingung mendengar pengakuan Erfly.

"Papa punya usaha properti di Jakarta, sekarang lagi ngurus cabang yang di Singapura, jadi jarang pulang. Mama sibuk jadi bodiguard papa, takut suaminya diambil orang", Erfly bicara pelan.

"Jadi kamu tinggal sama siapa?", Ibu Cakya bicara prihatin.

"Dari kecil Erfly tinggal sama nenek di Sukabumi, ada keluarga adiknya papa yang membantu mengurus cabang usaha papa disana", Erfly bicara apa adanya.

Mata Erfly langsung berkaca-kaca mengingat wajah neneknya yang teduh, selalu bisa mendamaikan hatinya yang setiap kali kalut melihat kelakuan orang tuanya yang jarang pulang.

"Nenek meninggal sebulan yang lalu, nenek minta dimakamkan dikampung halamannya Sungai Penuh. Erfly memutuskan pindah kesini biar dekat sama nenek", Erfly menjelaskan cerita hidupnya.

Ibu Cakya kembali memeluk Erfly memberi suntikan semangat kepada Erfly. "Kamu boleh main kesini kapan saja, anggap saja kita sebagai pengganti orang tua kamu sayang", ibu Cakya bicara penuh arti. Erfly tersenyum mendengar ucapan ibu Cakya.

"Mama titip Cakya, nak", ibu Cakya tiba-tiba bicara lirih menatap penuh harap kepada Erfly.

"Hanya kamu yang mampu mengembalikan anak mama seperti dulu", ibu Cakya melanjutkan ucapannya.

Erfly memberikan senyum termanisnya, "Kita sama-sama berjuang ma, pa", ucap Erfly.

***

Saat Cakya kembali, azanpun berkumandang. Mereka shalat isya berjamaah di imami oleh ayah Cakya. Setelah selesai, mereka kembali asik bercanda. Tak terasa sudah pukul 9. Cakya memukul jari telunjuknya ke jam tangannya.

"Sudah malam. Erfly pamit ma, pa", Erfly mencium tangan ibu dan ayah Cakya.

"Wulan, Tio, kak Erfly mau pulang nih", ibu Cakya bicara setengah berteriak.

Kompak Wulan dan Tio keluar dari kamarnya, menyalami Erfly.

"Makasih kak, sudah dimasakin hari ini, jangan kapok kak", Wulan bicara seraya tersenyum memamerkan giginya.

"Hati-hati Cakya, jangan sampai lecet nih calon Mantu papa", ayah Cakya bicara diluar dugaan.

Erfly tersedak mendengar ucapan ayah Cakya, mukanya langsung merona merah. Ibu Cakya langsung mencubit pinggang suaminya, "Ih papa", ibu Cakya bicara geram. Dibalas teriakan suaminya yang kesakitan, semua orang spontan tertawa melihat tingkah suami istri yang seperti ABG saja.

"Assalamualaikum", Erfly mengucap salam yang dijawab kompak penghuni rumah, "Wa'alaikumsalam".

***

Cakya menghentikan motornya dipuncak, kemudian duduk menatap kerlap-kerlip lampu rumah yang terlihat kecil. Erfly merebahkan diri menatap langit yang penuh bintang.

"Erfly ", Cakya bicara pelan tetap dengan posisi duduknya menatap lurus jauh kedepan.

"Hem...", Erfly bergumam pelan.

"Cakya boleh tanya sesuatu?"

"Yah..."

"Pas digunung..."

"Erfly takut petir", Erfly menyela.

Cakya terkejut mendengar jawaban Erfly. Tatapannya langsung menatap dalam wajah Erfly yang masih berbaring menatap langit. Erfly duduk perlahan.

"Waktu kecil, Erfly ditinggalin dirumah nenek sama mama dan papa. Dan saat itu hujan petir", Erfly membuka kembali lembaran kenangan masa kecilnya.

"Maaf.."

"Kenapa Cakya harus minta maaf...?"

"Cakya sudah bertanya yang g'ak seharusnya Cakya tau"

"Cakya beruntung tau, punya keluarga yang sayang sama Cakya", Erfly bicara lirih.

"Mereka selalu ada buat Cakya, kasian tau mereka", Erfly kembali bicara penuh arti. Cakya menatap Erfly penuh tanya. "Mereka selalu berharap suatu hari menemukan Cakya mereka kembali lagi. Putra sulung yang ceria, hangat, penuh kasih, jail", Erfly menuntut kepada Cakya.

Cakya hanya diam membisu mendengar permintaan Erfly.

"Hidup Cakya masih muda, jalan Cakya masih panjang"

"Cakya merasa bersalah. Setiap kali Cakya tertawa, Cakya bicara, wajah Asri seolah datang menagih tanggung jawab Cakya. Apa hak Cakya bahagia, sedangkan Cakya sudah menghilangkan nyawa Asri...?", pandangan Cakya mulai kabur karena airmatanya mulai menyerbu keluar.

"Itu kecelakaan Cakya, bukan salah Cakya"

"Karena Cakya dia meninggal"

"Asri akan sedih tau Cakya kayak gini", Erfly bicara putus asa menasihati Cakya.

Cakya langsung memeluk Erfly, tangisnya pecah seketika. "Cakya minta maaf, gara-gara Cakya, Asri jadi begini. Gara-gara keegoisan Cakya Asri jadi celaka", Cakya bicara meluapkan rasa bersalahnya.

Erfly melepas paksa pelukan Cakya, "Aku Erfly...!!!", bentak Erfly. "Malam ini saja, izinkan Cakya dengan kenangan itu", Cakya memohon belas kasihan, dia berusaha memeluk Erfly lagi.

Erfly bereaksi kali ini, dia langsung berdiri dari posisi duduknya. "Stop...!!! Buka mata Cakya, aku Erfly. Buterfly. Bukan Asri", Erfly menatap tajam kedalam mata Cakya. Mata itu demikian putus asa dirangkul kesedihan, rasa kehilangan, rasa bersalah tumpang tindih.

"Percuma ya ngomong sama kamu, yang hanya perduli sama dunianya sendiri", Erfly kehabisan kata-kata untuk membujuk Cakya. Erfly mengambil tas sekolahnya, kemudian dengan kasar menyematkan dipunggungnya.

Cakya meraih tangan kanan Erfly. "Erfly mau kemana?", tanya Cakya serak menahan tangis.

"Pulang"

"Cakya antar"

"G'ak perlu, urus saja kesedihan dan rasa bersalah Cakya sendiri", Erfly berlalu pergi menuruni jalan. Dalam sekejap mata Erfly sudah menghilang dari pengawasan mata Cakya.

***

Sebuah motor menghadang jalan Erfly, "Bener ternyata kamu, naik...!", perintah Gama yang entah muncul dari mana. Erfly hanya menurut, menaiki kursi penumpang, Gama melaju pelan.

Tidak perlu waktu lama, mereka sampai didepan rumah Erfly. "Masuk gih, mandi terus istirahat", Gama memberi perintah. "Makasih", Erfly bicara pelan, kemudian masuk kedalam rumah.

***

Gama duduk disamping Cakya satelah memarkirkan motornya. "Dia nangis", ucap Gama pelan.

Cakya menghentikan permainan gitarnya menatap Gama menuntut penjelasan.

"Erfly...!", Gama bicara lagi.

"Kasian anak orang kamu buat nangis, aku ketemu dia sepulang dari rumah atas. Kak Fira banyak cerita tentang dia yang ngabisin waktu dirumah, kak Fira merasa punya anak perempuan lain", Gama bicara tanpa tujuan. Entah kenapa wajah ceria sepupu perempuannya berkeliaran diotaknya saat ini.

"Apa sesulit itu buat kamu berdamai dengan masalalu...?", Gama bicara penuh harap.

Cakya memasukkan gitarnya kedalam tas, kemudian meletakkan dipunggung, bergegas menghidupkan motor dan berlalu. Gama langsung mengikuti Cakya tanpa aba-aba, dia takut Cakya nekat lagi. Beberapa kali Cakya pernah mencoba bunuh diri setelah kematian Asri.

***

Cakya melemparkan gitarnya asal keatas sofa ruang tamu, kemudian berlari kearah teras, Cakya langsung berlutut dihadapan ibunya yang duduk diatas kursi. Meraih tangan ibunya, menciumnya penuh rasa bersalah, tangisnya segera pecah.

"Cakya minta maaf ma, selama ini Cakya sudah buat semua orang khawatir. Cakya sudah buat susah semua orang", Cakya larut dalam penyesalannya.

Ibu Cakya langsung menarik Cakya kedalam pelukannya, tangisnya mengalir tanpa bisa dibendung lagi." Kita mulai semuanya dari awal lagi", ibu Cakya bicara pelan.

***

Erfly memegang dadanya yang tiba-tiba terasa sesak. Dengan susah payah Erfly meraih HP-nya menelfon seseorang. Saat terdengar suara telfon diangkat, "Ko, tolong Erfly...", kemudian Erfly pingsan. Terdengar suara lelaki yang panik meneriaki nama Erfly berkali-kali diujung telfon lain.