webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
251 Chs

Jangan kepala Batu

Ibu Cakya menyadarkan kepalanya kepundak suaminya. Perlahan ayah Cakya menghapus air mata istrinya dengan lembut.

"Dasar cengeng", ayah Cakya bicara pelan.

Ibu Cakya langsung mencubit perut suaminya karena kesal diledeki oleh suaminya.

"Mama sama papa lagi apa sih...?", Wulan yang baru muncul dari daun pintu rumah heran melihat orang tuanya berdiri di depan pintu kamar Cakya.

"Astagfirullah", ibu dan ayah Cakya kaget, menggosok pelan dada masing-masing karena kaget.

Ibu Cakya langsung menarik tangan Wulan kearah meja makan, agar tidak menganggu Erfly dan Cakya yang sedang mengaji.

"Kenapa sih...?", Wulan sewot.

"Abang sedang mengaji sama Erfly, ntar malah keganggu", ibu Cakya berbisik pelan.

"Kok ada kak Erfly...?", Wulan bertanya bingung.

"Ceritanya panjang, kamu bantu mama masak dibelakang, biar ntar mama ceritakan pelan-pelan sambil masak", ibu Cakya menarik Wulan menuju arah dapur.

***

Alfa berusaha lebih keras selama melakukan operasi, beruntung kali ini bukan operasi berat. Sehingga hanya selesai dalam 1 jam.

Setelah melakukan operasi, Alfa langsung keluar dengan tergesa-gesa menuju ruangannya. Meraih HPnya, menelfon Gama.

"Iya dokter...?", Gama mengangkat telfon hanya dalam deringan kedua.

"Bagaimana Erfly...?", Alfa bertanya cemas.

"Alhamdulillah dia udah sadar, terakhir Gama tinggal dia udah bisa bangun dari tempat tidur dok", Gama memberitahu perkembangan keadaan Erfly.

Alfa bernafas lega, mendengar ucapan Gama. Kemudian duduk di kursi meja kerjanya, "Terima kasih Gam, saya titip Erfly. Saya ada jadwal malam ini dirumah sakit, kalau ada apa-apa cepat hubungi saya", Alfa memberi instruksi.

"Siap dok, jangan khawatir. Ada kakak saya yang juga ikut merawat Erfly. Dokter tenang saja", Gama memberi jaminan.

"Terima kasih Gam", Alfa kembali mengucapkan terimakasih, sesaat sebelum memutuskan hubungan telfon.

Alfa bersandar disandaran kursi.

"Segitu paniknya kamu Fa, dengar Erfly sakit", Kahfi entah sejak kapan berdiri bersandar didekat pintu, menyilangkan tangan seolah menantang Alfa untuk berkata jujur.

"Apaan sih...?", Alfa berusaha menghindar.

"Sebenarnya ada apa sih sama kamu...? Kamu suka sama Erfly...? G'ak mungkin kamu segini paniknya, kalau g'ak ada hubungan apa-apa", Kahfi mulai menyudutkan Alfa.

"Orang tuanya menitipkan dia sama Alfa. Ntar kalau terjadi apa-apa, Alfa yang akan disalahin. Itu aja kok...", Alfa kembali mengingkari perasaan yang sebenarnya.

Kahfi meletakkan telapak tangannya diatas meja Alfa, menatap lurus kearah Alfa. "Yakin...? Hanya sebatas itu saja...?", Kahfi kembali mengajukan pertanyaan, yang langsung menusuk tepat ke jantung Alfa.

"I... Iya hanya sebatas itu", Alfa bicara dengan terbata.

'Orang begok juga tau Fa, kalau kamu itu bohong', Kahfi membatin, akan tetapi tidak berani mengungkapkan apa yang ada di pikirannya saat ini. Dia takut Alfa bakalan marah, bisa kacau semua nantinya.

"Apa sih...?", Alfa menghardik Kahfi kasar.

"Oke", Kahfi langsung beranjak dari posisinya semula, kemudian merebahkan diri di sofa yang ada di samping pintu.

'Kapan sih Fa, kamu mau belajar jujur dengan perasaan kamu sendiri', Kahfi kembali membatin, tidak sengaja bibirnya malah mengukir senyum geli membayangkan wajah Alfa yang salah tingkah tadi.

***

Erfly sudah merasa enakan. Setelah sholat isya, Erfly memutuskan untuk pulang. Erfly merapikan kamar Cakya, tidak enak kalau dia harus meninggalkan kamar Cakya dalam keadaan berantakan.

"Nak... Kamu lagi ngapain...?", ibu Cakya muncul dari pintu tiba-tiba.

"Ini... Apa namanya... Erfly merapikan kamar Cakya. G'ak enak Erfly ninggalin kamar dalam keadaan berantakan begini", Erfly bicara jujur.

"Kamu mau balik nak...?", ibu Cakya bertanya heran.

"Iya ma...", Erfly kali ini yang menjawab bingung, karena melihat reaksi ibu Cakya.

"Kamu nginap saja malam ini. Disini banyak yang jagain", ibu Cakya protes, berusaha menahan Erfly agar tidak pulang.

"Erfly... G'ak enak ma, sudah banyak ngerepotin dari tadi", Erfly cengegesan menjawab permintaan ibu Cakya.

"Justru kita yang bakalan khawatir kalau kamu pulang nak, kamu itu tinggal sendiri, g'ak ada yang bisa kita hubungi buat nanyain kabar kamu. Bagaimana kalau kamu pingsan lagi, hayo...?", kali ini ayah Cakya yang angkat bicara.

"Tapi pa...?", Erfly berusaha protes.

Cakya yang dari tadi mendengar perdebatan Erfly dan orang tuanya, melangkah masuk kedalam kamarnya, langsung menjitak kepala Erfly pelan. Akan tetapi tetap saja Erfly mengaduh kesakitan, kemudian mengusap kepalanya yang sakit.

"Jangan kepala batu", Cakya bicara kesal.

"Tapi... Nanti kalau Erfly nginap, Cakya gimana...?", Erfly menjawab bimbang.

"Cakya cowok, bisa tidur dimana aja", Cakya bicara ketus. "Udah, istirahat sana, masih sakit juga, badung amat", Cakya membantu Erfly kembali berbaring keatas tempat tidur. Menyelimuti Erfly dengan penuh kelembutan. Kemudian Cakya mengusap kepala Erfly pelan, "Istirahat, jangan mikir yang macam-macam", Cakya memberi perintah, kemudian berlalu dari hadapan Erfly dan kedua orang tuanya begitu saja.

Ibu dan ayah Cakya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Cakya memperlakukan Erfly.

"Istirahat ya nak, mama tinggal kalau begitu", ibu Cakya bicara pelan, kemudian mematikan lampu kamar Cakya, membiarkan Erfly untuk istirahat.

***

Mungkin karena kelamaan tidur siang, Erfly jadi terbangun pukul 2 malam. Erfly memutuskan untuk wudhu dan sholat tahajud. Saat melewati ruang tamu, Erfly melihat Cakya yang tidur diatas sofa didepan TV hanya menggunakan selimut tipis menyelimuti tubuhnya.

Erfly masuk kedalam kamar, membawa selimut tebal yang dipakainya keruang tamu. Dengan hati-hati Erfly menyelimuti Cakya, berharap tidur Cakya tidak terganggu dengan gerakannya.

Rumah Cakya berada di dataran tinggi, sehingga suhu akan semakin dingin. Apa lagi Cakya malah tidak tidur di kamar, otomatis akan terasa jauh lebih dingin nantinya saat menjelang subuh, karena tidak ada penyekat yang menahan udara untuk masuk.

Erfly melangkah perlahan, tidak mau membangunkan seisi rumah karena gerakannya. Erfly berwudhu, kemudian kembali kedalam kamar melakukan sholat tahajud. Setelah sholat Erfly malah tertidur diatas sajadah.

Pukul 3 pagi, malah Cakya yang terbangun. Cakya kaget melihat selimut yang menyelimuti tubuhnya. Bahkan lampu kamarnya juga menyala, Cakya membuka perlahan pintu kamarnya.

"Astagfirullah ini anak, kok malah tidur di lantai...?", Cakya bergumam pelan.

Cakya mengangkat tubuh Erfly kembali keatas tempat tidur. Cakya dengan gerakan yang seminim mungkin membuka lemarinya, mengeluarkan selimut tebal yang baru, menyelimuti Erfly dengan hati-hati agar tidak membangunkan gadis pujaannya ini. Setelahnya, Cakya melipat sajadah dan meletakkan kembali ketempat semula. Cakya kembali menyelinap keluar kamar setelah mematikan kembali lampu kamarnya.

***

Rencana Alfa gagal total, dia tidak bisa pulang cepat. Karena ada pasien darurat yang masuk pada pukul 4.30 pagi. Pasien tersebut mengalami gagal jantung, dan langsung dilarikan keruang operasi.

"Dokter jantung yang lain emang g'ak ada...?", Alfa berusaha protes saat Rima memberitahukan kalau Alfa harus segera keruang operasi.

"Belum datang dok", Rima menunjukkan selembar kertas yang dia bawa diatas papan untuk menulis, tertulis dengan jelas kalau hari ini masih jadwalnya Alfa sampai pertukaran shift.

Alfa mengacak rambutnya dengan frustrasi. "Beri saya waktu 5 menit", Alfa mengajukan syarat.

"Baik dokter. Saya tunggu diruang operasi kalau begitu", Rima langsung berlalu meninggalkan Alfa.

Alfa menuju WC, mencuci mukanya dan sekaligus menyiram kepalanya di wastafel. Alfa menarik nafas panjang berkali-kali, berusaha menarik kembali ketenangannya yang menguap entah kemana.