webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
251 Chs

Dasar nekat ini anak, punya nyawa 9 kali kayak kucing

Erfly masih melangkah perlahan menyusuri hutan belantara sendirian. Suara dedaunan yang saling bergeser, seolah nyanyian ucapan selamat datang ditelinga Erfly.

Saat merasa lelah, Erfly memilih untuk mencari sungai, minum dan istirahat sebentar duduk diatas batu. Erfly menatap jam tangannya, sudah menunjukkan pukul 14.00 Wib. Kemudian kembali melangkah melanjutkan perjalanannya.

Sudah hampir 2 jam Erfly melangkah menyusuri hutan, langkahnya berjalan perlahan. Sesekali Erfly memperhatikan burung yang bertengger di atas pohon.

Setelah melewati turunan yang agak terjal, Erfly bisa mendengar suara air terjun disamping kirinya, itu merupakan alarm Erfly sudah mau sampai ketujuannya. Setelah keluar dari hutan, Erfly disuguhi pemandangan danau yang dikelilingi gunung. Erfly mempercepat langkahnya menuju danau, kemudian membuka alas kakinya, minum langsung air danau yang jernih dan sejuk, kemudian merendam kakinya ke air danau.

"Finally... Danau gunung tujuh", Erfly melepaskan pandangannya kesegala penjuru, memanjakan matanya dengan hijaunya hutan yang mengelilingi danau. Jernihnya air danau yang masih asri, Erfly menghirup napas dalam, dia tidak mau menyia-nyiakan oksigen yang diberikan oleh alam untuknya.

Tubuh Erfly kembali relax, Erfly memilih memanjat batu besar disampingnya, kemudian merebahkan dirinya menatap langit yang biru. Erfly tertidur karena merasa kelelahan.

***

Gama masuk ke kamar Cakya, akan tetapi dia tidak menemukan apa yang dicarinya. Kemudian Gama kembali keluar, "Dek, Cakya kemana...?", Gama bertanya bingung saat melihat Wulan sedang mencuci piring di dapur.

"Dari pagi belum pulang Om, katanya mau lari pagi. Habis subuh langsung keluar tadi. Mungkin langsung ke toko, bosan dirumah mulu...", Wulan menjelaskan.

"Ya udah kalau gitu", Gama membuat kopi, kemudian memilih duduk diruang TV sembari menunggu Cakya pulang.

***

Erfly terbangun, saat matanya terbuka Erfly menangkap seluet wajah Cakya duduk di sampingnya.

"Menghayal saja, mana mungkin Cakya sampai disini", Erfly bergumam pelan, tangan kanannya diletakkan menutup matanya menghindari sinar matahari.

"Erfly mau tidur sampai jam berapa...? Ntar turunnya kemalaman"

Erfly mencerna suara yang dia dengar, kemudian langsung duduk dengan posisi siaga.

"Cakya...? Kok bisa disini...?", Erfly bertanya bingung. Ternyata dia tidak sedang bermimpi atau melamun, benar Cakya yang duduk disampingnya saat ini.

"Cakya yang harusnya nanya, kenapa Erfly bisa disini...?", Cakya balik bertanya, matanya tepat menatap langsung menembus bola mata Erfly.

Jantung Erfly langsung bereaksi, Erfly merogoh kantong celananya. Kemudian meminum obat yang selalu dibawanya kemana-mana. Cakya menyodorkan minuman yang sedari tadi ada dikantong celana gunungnya kepada Erfly.

Erfly segera minum, kemudian dengan susah payah kembali mengantrol detak jantungnya untuk kembali normal lagi. Erfly menarik nafas panjang, untuk mengisi paru-parunya dengan udara sebanyak-banyaknya.

Setelah tenang kembali, Erfly menatap wajah Cakya yang saat ini terlihat cemas karena dirinya.

"Erfly g'ak apa-apa...?"

"Siapa kamu sebenarnya...?"

"Hah... "

" Apa kita pernah kenal sebelumnya...?"

"Erfly... Kita satu sekolah, jangan bilang kamu tiba-tiba amnesia karena otak kamu meleleh kelamaan dijemur"

"Setiap kali Erfly melihat mata itu, jantung Erfly berontak, terasa seperti mau terbakar. Siapa kamu sebenarnya...?"

"Udah sore, kita sholat asar dulu, habis itu kita langsung turun biar g'ak terlalu kemalaman", Cakya turun dari batu kemudian mendekati danau untuk berwudhu.

Erfly hanya mengikuti instruksi Cakya, mereka shalat berjamaah dengan Cakya sebagai imam. Erfly memakai mukena yang ada di saku celana gunungnya.

Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut Cakya ataupun Erfly. Setelah sholat mereka langsung bersiap, dan melangkah turun gunung. Cakya tidak melepaskan tatapannya dari Erfly, dia selalu memperhatikan setiap langkah Erfly, takut Erfly tersandung kemudian jatuh.

Saat jam menunjukkan pukul 17.15 Wib, Cakya dan Erfly sudah sampai di pos pendakian di kaki gunung.

"Ternyata bener kamu neng gelis", kang Untung lega saat melihat Erfly dan Cakya turun dengan selamat.

"Dasar nekat ini anak, punya nyawa 9 kali kayak kucing", Cakya mengacak rambut Erfly kesal.

"Kok Cakya tahu Erfly di gunung...?", Erfly memberikan diri untuk bertanya.

"Tadi pagi pas tukar sift jaga, teman akang ngomong ngeliat cewek ndaki sendiri. Beruntung dia sempat ambil foto kamu, walaupun g'ak terlalu jelas, akang yakin itu kamu. Makanya akang coba telfon Cakya buat nanya. E... Dia malah langsung nongol kesini, naik nyari kamu digunung", kang Untung menjelaskan panjang lebar.

"Akang mau turun dulu, beli rokok", kang Untung melangkah pergi menuju warung terdekat.

"Kok Cakya bisa yakin kalau yang dibilang kang Untung itu Erfly...?", Erfly bertanya bingung kepada Cakya.

"GR kamu", Cakya merebahkan diri ke lantai teras rumah pos jaga. "Cakya bosen dirumah, jadi emang udah niat mau ndaki. Pas kang Untung telfon, Cakya udah masuk ujung ladang", Cakya bicara pelan. Matanya masih terpejam, berusaha menghilangkan rasa lelahnya.

"Erfly naik angkot...?", Cakya bertanya bingung karena tidak melihat motor Erfly.

"Gila aja Erfly pakai motor kesini, tau jalan juga g'ak", Erfly menjawab sewot. Kemudian mengikuti Cakya merebahkan badannya di samping Cakya.

"Udah mau jam setengah 6, Erfly mau nunggu bis dari padang pulangnya...?", Cakya bertanya pelan.

"Cakya sendiri gimana...?", Erfly balik bertanya.

"Cakya mah bawa motor, balik kapan juga bisa", Cakya bicara santai. Kemudian duduk kembali.

"Erfly bareng Cakya aja ya", Erfly ikutan duduk.

"Cakya ke kamar kecil dulu, abis itu kita langsung turun", Cakya langsung kearah belakang rumah.

Kang Untung kembali duduk di teras, kemudian menghisap rokok yang baru dibelinya. "Mau balik kapan neng...?", kang Untung bertanya santai.

"Ini lagi nunggu Cakya kebelakang", Erfly menjawab pelan.

"G'ak nunggu magrib dulu disini...?", kang Untung memberi saran.

"Nanti di jalan aja kang, Erfly lihat ada banyak masjid yang dipinggir jalan. Lagian kasian kalau Cakya harus bawa motor kemalaman. Dia baru keluar dari rumah sakit", Erfly menjelaskan alasan dia setuju untuk segera pulang dengan Cakya.

"Rumah sakit...? Kenapa...?", kang Untung bertanya bingung.

"Jagoan, habis dikeroyok sama orang. Nolongin anak pak Jendral digangguin preman, g'ak taunya cuma orang mabok", Erfly menjelaskan malas.

Tidak perlu menunggu lama, Cakya muncul. Cakya memberi isyarat untuk Erfly bersiap untuk pulang.

"Balik kang", Erfly menyalami kang Untung.

"Hati-hati Cakya, bawa anak perawan orang", kang Untung menasehati.

Cakya hanya mengangguk sembari tersenyum, kemudian menaiki motornya. "Balik kang, Assalamualaikum", Erfly pamit pulang.

"Wa'alaikumsalam, hati-hati", kang Untung kembali mengingatkan.

Cakya memacu motornya dengan perlahan, kalau tidak ada halangan mereka akan sampai ke tujuan pukul 18.30 Wib.

Langit mulai gelap saat matahari mulai menghilang ditelan kebun teh. Langit jangga yang terluka parah, menjadi pemandangan yang menemani Cakya dan Erfly sepanjang perjalanan.

Tanpa peringatan petir tiba-tiba menyambar memekakkan telinga. Erfly spontan memeluk Cakya, tubuhnya langsung bergetar hebat. Cakya menginjak rem motornya, terdengar suara mendecis dari ban motor Cakya.