webnovel

Cachtice Castle : Blood Countess de Ecsed

Sinopsis Sebagai pria bangsawan dengan gelar ksatria pedang agung yang cukup disegani pada banyak medan pertempuran, Lorant sering menjadi bahan pembicaraan gadis-gadis bangsawan. Wajahnya yang memiliki tulang rahang tegas, dengan hidung bagaikan terpahat sempurna yang memisahkan kedua mata coklat setajam elang berbingkai alis berbentuk golok tebal, membuatnya sangat berkharisma. Tubuh atletisnya yang dipenuhi guratan luka akibat perang, justru semakin membuatnya terlihat gagah. Bahkan para gadis sering membual bahwa dia tahu berapa jumlah bekas luka yang ada di tubuh Lorant, untuk menimbulkan asumsi bahwa dirinya cukup intim dengan Lorant. Tetapi Lorant justru mencintai Benca, gadis biasa yang tinggal terisolir di tepi hutan selama delapanbelas tahun. Hubungan cinta mereka menghasilkan dua orang anak kembar, Lovisa dan Edvin. Lorant tidak menyangka kisah cintanya bersama Benca merupakan awal perjuangan panjang dan pertarungan mental yang kerap membuatnya frustasi. Selain harus menghadapi kecemburuan Ivett, wanita bangsawan yang telah dijodohkan dengannya dan berusaha mati-matian untuk melenyapkan Benca dengan cara apapun, Lorant juga harus menerima kenyataan, bahwa Benca adalah putri kandung dari bibinya sendiri, seorang wanita bangsawan kelas atas penganut satanisme yang sering melakukan ritual berupa mandi darah perawan, dan telah menculik Lovisa, untuk dijadikan korban ritual. Dengan segala kemampuannya, Lorant berusaha melindungi dua wanita yang paling dicintai dalam hidupnya dari cengkraman bibi sekaligus ibu mertuanya yang haus darah.

Risa Bluesaphier · Histoire
Pas assez d’évaluations
119 Chs

38. Kedatangan Zulu

Arpad kaget saat sesuatu yang dingin menyentuh wajahnya, dia langsung membuka mata dan mendapati Erza sedang duduk di sisi ranjang miliknya.

Erza yang masih memegang baskom berisi air, tertawa melihat reaksi Arpad, "Bangun pemalas. Aku sudah mencubitmu, mengguncang-guncang tubuhmu yang berat, menjambak rambutmu yang kusut tak pernah dicuci berhari-hari, bahkan mencoba mencongkel matamu dengan tusuk gigi. Tetapi kamu tetap saja mendengkur, seperti singa kekenyangan setelah makan seekor kambing."

Arpad menyipitkan matanya, lalu menguceknya sedikit. Setelah itu dia menggeser tubuhnya, duduk dan menyandarkan dirinya di kepala tempat tidur, mencoba mengumpulkan seluruh kesadarannya. Sesaat kemudian dia menatap Adiknya lekat-lekat, "Hey, sejak kapan kamu jadi sadis dan kejam seperti itu? dari mana kamu belajar cara mencongkel mata dengan tusuk gigi?" Arpad asal bicara, mencoba menanggapi perkataan Adiknya.

Chapitre verrouillé

Soutenez vos auteurs et traducteurs préférés dans webnovel.com