webnovel

BUTTERFLY'S ETERNAL LOVE (Bukan Liang Zhu)

Seorang gadis yang bernama Zhiwei mengalami time slip ke zaman dinasti Jin Timur. Dia bersama Shanbo, Yinfeng, dan Yingtai melakukan petualangan untuk mengumpulkan empat perhiasan batu Liang Zhu. Apakah Zhiwei bisa pulang kembali ke masa depan?

Maria_Ispri · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
33 Chs

BAB 21

Semua orang yang berada di tempat kejadian perkara mayat dijahit terkejut saat Zhiwei masuk ke dalam ruangan. Gadis itu mengatakan tahu siapa pelaku sebenarnya, membuat Shanbo terkejut. Zhiwei tak langsung menyebutkan siapa pelakunya, tapi langsung membisikkan ke telinga Shanbo untuk memastikan sesuatu.

"Aku curiga perempuan yang menemukan mayat terpotong adalah pelakunya. Aku pikir dia bukan perempuan, tapi lelaki yang memakai baju perempuan dan memakai rambut gelung palsu. Perhatikan dari sekian orang yang diperiksa, apakah ada yang masih memakai lipstik dan di jemarinya ada warna merah bekas buah berry," terang Zhiwei sambil berbisik pada Shanbo.

"Rambut palsu? Lipstik?" tanya Shanbo dengan suara berbisik juga.

Zhiwei mengangguk. Tuan Fu dipanggil mendekat, Shanbo membisikkan sesuatu lalu mengangguk paham.

"Ayo, kalian ikut aku," ajak Tuan Fu pada beberapa anak buahnya.

Mereka langsung bergerak memeriksa semua kamar para biarawan dan pelayan kuil.

Tak lama kemudian, sesuai dengan perkiraan Zhiwei. Salah satu dari polisi menemukan sebuah bungkusan kain lalu diberikan pada Tuan Fu. Lelaki itu menerima bungkusan kain dan memberikannya pada Shanbo. Tanpa menunggu lama, Shanbo membukanya. Ternyata benar dugaan Zhiwei, di dalam bungkusan kain itu terdapat gulungan rambut yang terpintal, dan baju perempuan.

"Milik siapa ini?" tanya Shanbo pada pelayan.

"Itu kami temukan di dalam lemari milik biarawan Zhufu," terang seorang polisi.

Mereka semua menoleh kepada para biarawan yang terkantuk-kantuk lalu tiba-tiba terbangun saat nama Zhufu disebut. Mereka semua menoleh kepada sosok lelaki yang berdiri di belakang Master Feng. Sosoknya kurus kecil dan berkulit pucat. Shanbo mendekat ke arah lelaki yang mulai gemetaran karena ketakutan. Lelaki itu langsung berlutut sambil menangis membuat semua terkejut. Para biarawan menjauh dari Zhufu sambil berbisik-bisik.

Shanbo mendekat lalu menatap jemari Zhufu yang kemerahan bekas buah berry, begitu juga dengan bibir lelaki itu yang terlihat merah jika dilihat dari jarak dekat seperti bekas lipstik.

"Aku ... aku tak membunuhnya. Itu bukan milikku," ucap Zhufu gugup gemetaran sambil berlutut.

"Kalau memang bukan kamu. Mengapa kau begitu ketakutan?" tanya Shanbo mendekat.

Lelaki itu masih gemetaran, namun tiba-tiba melompat dan menerjang Shanbo dengan sebilah pisau di tangan. Beruntung Tuan Fu sigap lalu menjatuhkan Zhufu yang akhirnya jatuh terjerembab ke lantai. Zhiwei menahan napas melihat semua adegan menegangkan di depan matanya.

"Tangkap dia!" perintah Tuan Fu yang langsung dibantu oleh anak buahnya meringkus Zhufu.

Anak buah Tuan Fu sigap meringkus Zhufu. Saat dibawa keluar kamar, Zhufu menatap tajam Zhiwei. Gadis itu bergidik melihat wajah Zhufu yang penuh dendam dan kegeraman. Zhiwei bersembunyi di belakang punggung Shanbo.

"Kau ... mengapa berani sekali kemari," ucap Shanbo.

Zhiwei tersenyum lebar ke arah Shanbo.

"Jika aku tak ke sini. Kau takkan berhasil menemukan pelakunya walau matahari sudah muncul. Kerja bagus Tuan Shanbo. Hari belum fajar, tapi kau bisa menyelesaikan dua kasus sekaligus," jelas Zhiwei sambil menepuk lengan Shanbo.

"Terima kasih Tuan, Nona, atas bantuan kalian," ucap Tuan Fu sambil memberi hormat.

Mereka berdua berbangga diri bisa membantu.

"Tak perlu sungkan," ucap Shanbo sambil membalas hormat Tuan Fu.

"Lain kali jika membutuhkan bantuan kami. Silakan saja hubungi kami," ucap Tuan Fu.

Shanbo menghadap ke arah Zhiwei.

"Bagaimana kau bisa menyimpulkan pelakunya adalah Zhufu?" tanya Shanbo.

"Karena aku bertemu dengannya di penginapan saat sore hari. Dia masih memakai baju laki-laki. Kulihat jemarinya terdapat noda merah seperti terkena pewarna. Saat awal malam aku bertemu dengan perempuan yang menemukan mayat terpotong, aku tak begitu memperhatikan wajahnya, tapi aku sempat melihat tangannya yang bernoda merah saat menunjuk ke arah bangunan kamar kecil. Dia tertolong oleh pencahayaan yang suram. Aku tak berhasil mengingatnya sampai akhirnya tadi aku baru ingat hal ini. Aku memeriksa kamar perempuan itu, kosong. Periksa saja kalau kau tak percaya. Makanya aku langsung kemari memberitahumu," terang Zhiwei dengan percaya diri.

"Apakah senjata yang digunakan untuk memotong korban sudah ketemu? Selain rambut palsu," tanya Shanbo pada Tuan Fu.

"Kami akan melakukan pencarian secepatnya," ucap Tuan Fu.

"Aku yakin dia tak jauh menyembunyikan alat pemotong itu, karena dia melakukannya dengan tergesa-gesa. Bisa jadi dibuang atau dikubur di sekitar belakang penginapan. Saat kejadian itu, rambut palsu dijadikan gelungan rambut saat menyamar menjadi perempuan. Namun, bagaimana dia bisa keluar dari penginapan yang dijaga ketat oleh polisi, kupikir itu tugas Tuan Fu memeriksa anak buahnya," terang Zhiwei yang kesal karena polisi anak buah Tuan Fu mudah sekali disuap.

"Baiklah, saya akan menghukum petugas yang lalai itu," ucap Tuan Fu dengan nada sopan.

Shanbo dan Zhiwei pamit pergi dari kuil dewa sungai. Mereka berjalan beriringan kembali ke penginapan, Suasana desa masih sepi. Di langit timur, garis putih mulai muncul. Zhiwei menguap karena mengantuk. Shanbo melihat tingkah Zhiwei sambil tersenyum. Dia makin kagum dengan sosok gadis yang ada di sampingnya. Selain berani, gadis itu juga cerdas. Shanbo menilai Zhiwei memiliki pemikiran yang bebas, berbeda dengan gadis kebanyakan.

***

Di ruang pemeriksaan, di penjara bawah tanah markas polisi, Zhufu duduk di kursi sambil menunduk. Di tubuhnya terdapat bekas siksaan dari para polisi yang menginterogasinya sampai fajar. Cahaya ruang hanya berasal dari jendela kecil yang ada di belakangnya dan obor-obor yang terpasang di dinding. Tuan Fu duduk di hadapannya memandang Zhufu dengan tatapan tajam dan wajah serius. Zhufu masih diam belum bersedia membuka mulutnya sejak dimasukkan ke dalam penjara.

Shanbo dan Zhiwei datang ke penjara bawah tanah yang suram dan bau pesing. Mereka berjalan diantar seorang polisi menuju ruang pemeriksaan. Zhiwei mengedarkan pandangan ke segala arah. Dia menatap kasihan pada para narapidana yang dikurung dalam penjara berteralis kayu. Mereka terlihat tak terurus dan hanya duduk di pojokan ruang. Zhiwei membandingkan dengan penjara di masa depan. Mereka yang ada di masa depan masih beruntung di banding para narapidana yang ada di masa lalu.

"Silakan Tuan," ucap si polisi mempersilakan Shanbo dan Zhiwei masuk ke dalam ruang pemeriksaan.

Tuan Fu langsung berdiri memberi hormat pada Shanbo saat mereka berjalan masuk ke dalam ruang pemeriksaan.

"Apakah dia sudah buka mulut?" tanya Shanbo pada Tuan Fu.

"Belum Tuan," jawab Tuan Fu.

Shanbo duduk di kursi yang ditempati oleh Tuan Fu.

"Kenapa kau tak mau bicara? Kau hanya menyusahkan dirimu sendiri. Kau cari mati?" tanya Shanbo mulai menginterogasi.

Zhufu masih menatap dingin para polisi dan Zhiwei. Gadis itu merasa kasihan pada Zhufu.

"Pemilik rambut itu orang yang kau cintai?" tanya Shanbo, "kau membunuh karena kau dendam pada mereka? Apakah kau sadar perbuatanmu hanya akan membuat gadis yang kau cintai itu mati sia-sia," ucap Shanbo mulai mempersuasi.

Zhufu menatap tajam pada Shanbo.

"Tahu apa kau? Mereka semua pantas mati. Aku tak menyesal telah membunuh mereka. Seharusnya mereka semua mati. Qing'er, dia gadis tercantik dan pemilik rambut terindah di desa ini. Mereka semua telah mematahkan sekuntum bunga yang tercantik dengan mengorbankan kekasihku pada dewa sungai sesembahan mereka," ucap Zhufu dengan nada penuh kemarahan yang terpendam, "dan kau! Telah menggagalkan semua usahaku!" teriak Zhufu pada Zhiwei.

Zhiwei bergidik lalu bergeser ke belakang Shanbo.

"Cukup!" bentak Shanbo.

Zhufu tertawa jahat.

"Semua biarawan itu pantas dihukum atas dosa-dosa mereka," ucap Zhufu setelah berhenti tertawa.

***

Shanbo dan Zhiwei berjalan beriringan keluar dari kantor polisi.

"Eh bagaimana kau bisa tahu kalau dia membunuh karena dendam atas ritual pengorbanan gadis untuk dewa sungai?" tanya Zhiwei penasaran.

"Bukankah kamu yang memberitahuku," jawab Shanbo.

Zhiwei mengernyitkan dahi.

"Aku? Bagaimana bisa?" tanya Zhiwei.

Shanbo berhenti melangkah lalu menghadap ke arah Zhiwei.

"Kau mengajariku untuk berempati pada orang kemarin. Bukankah kau menunjukkan padaku seorang anak kecil yang menangis karena arak-arakan gadis dewa sungai? Kupikir tak semua keluarga mereka menerima keputusan desa untuk mengorbankan anggota keluarganya. Begitu juga dengan Zhufu," terang Shanbo.

Zhiwei paham mengangguk, lalu tersenyum.

"Kita lanjut perjalanan ke Jiankang?" tanya Zhiwei dengan semangat.

"Silakan Nona," ucap Shanbo.

Seorang lelaki membawa dua ekor kuda mendekat ke arah Shanbo dan Zhiwei. Gadis itu menatap bengong pada kuda yang diangsurkan pada Shanbo.

"Kita naik ini?" tanya Zhiwei.

Shanbo mengangguk sambil tersenyum.

"Silakan," ucap Shanbo dengan nada menghormat.

Zhiwei garuk-garuk kepala.

"Eemmm ... aku tak bisa naik kuda," terang Zhiwei sambil tersenyum lebar.

Shanbo hanya menaikkan alisnya karena heran.